TEMPO.CO, Jakarta - Masifnya kenaikan angka kasus positif Covid-19 di Indonesia dalam beberapa hari ini membuat Koalisi Warga untuk Keadilan Akses Kesehatan turun membuat petisi daring yang ditujukan untuk Presiden Joko Widodo. Isinya, ada 10 tuntutan masyarakat, di mana salah satu desakannya adalah melakukan lockdown atau penguncian wilayah.
Petisi itu dibuka pada 18 Juni dan masih berlangsung hingga saat ini. Tercatat, sebanyak 2.358 orang sudah menandatangani petisi tersebut.
"Kami meminta dengan hormat kepada Presiden Jokowi dan para kepala daerah di seluruh Indonesia agar memimpin penanganan pandemi Covid-19 dengan memprioritaskan keselamatan dan kesehatan masyarakat," ujar Co-founder Lapor Covid-19, Ahmad Arief, melalui konferensi pers daring Ahad, 20 Juni 2021.
Arief khawatir jika pemerintah membiarkan situasi seperti ini terus menerus maka bukan tidak mungkin tragedi kematian massal di India akibat Covid-19, terjadi di Indonesia.
"Sejarah juga mencatat, dalam pandemi flu Spanyol, India dan Indonesia ini termasuk negara dengan jumlah korban yang sama-sama banyak," kata Arief.
Sebagaimana diketahui, sejak 17 Juni, angka kasus terkonfirmasi positif Covid-19 stabil di atas 10 ribu per-harinya. Sebagai rinciannya, 12.624 kasus pada 17 Juni, 12.990 kasus pada 18 Juni. dan 12.906 kasus pada 19 Juni 2021.
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) mengungkapkan, saat ini kondisi rumah sakit di Indonesia sudah nyaris penuh, terutama terjadi di wilayah Jawa.
Relawan Lapor Covid-19, Windyah Lestari, pun bercerita ia bersama tim ikut membantu masyarakat yang positif Covid-19, mencari rumah sakit dan tempat isolasi. Beberapa di antara memiliki gejala berat. Namun, saking penuhnya rumah sakit, pasien tersebut ditolak.
"Akhirnya kami menindaklanjuti untuk membantu memasang oksigen kepada pasien tersebut dan yang bersangkutan baru mendapat tempat tidur sekitar pukul 01.00 WIB sejak permintaan diajukan pada pukul 18.30 WIB," kata Windyah dalam acara yang sama.
Personel Satpol PP menertibkan pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Sumenep, Jakarta, Ahad, 20 Juni 2021. Melonjaknya angka kasus Covid-19 di DKI Jakarta membuat warga dan harus lebih memperketat protokol kesehatan. TEMPO/Muhammad Hidayat
Lima organisasi profesi dokter sebelumnya sudah mendorong agar pemerintah pusat menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) secara menyeluruh dan serentak terutama di Pulau Jawa. Kalau perlu, pemerintah didorong memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) seiring dengan melonjaknya kasus Covid-19.
Lima organisasi profesi tersebut terdiri dari; Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (lDAI), Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), dan Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI).
"Saat ini kan yang diterapkan PPKM Mikro, itu kurang tepat. Harusnya diberlakukan PPKM ketat seperti awal dulu atau PSBB seperti tahun lalu. Ini lebih kuat dampaknya mengurangi transmisi penularan," ujar Ketua PERDATIN, Syafri Kamsul Arif dalam konferensi pers daring, Jumat, 18 Juni 2021.
Ketua PDPI Agus Dwi Susanto menambahkan, bila PPKM tidak dilakukan secara serius, maka akan terjadi penumpukan pasien yang dirawat sehingga mengakibatkan rumah sakit kolaps. Saat ini, keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) di sejumlah daerah sudah melewati ambang batas aman 60 persen.
"Jangan sampai apa yang terjadi di India, terjadi di Indonesia. Upaya maksimal pemerintah dengan menerapkan PPKM, transmisi bisa dikurangi," ucap Agus.
Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menilai, PPKM Mikro masih efektif diterapkan untuk menekan laju kasus positif Covid-19.
"Lebih tepat karena pada daerah yang lebih targeted. PSBB perlu mempertimbangkan dampak hal lain di luar non kesehatan," ujar Nadia saat dihubungi pada Ahad, 20 Juni 2021.
Hanya saja, menurut Nadia, perlu adanya ketegasan dan penguatan aturan beserta implementasinya. "Kita harus perketat law enforcement (penegakan hukum). Bila perlu, mengurangi WFO (work from office) sampai 25 persen, atau bahkan WFH (work from home) 100 persen dalam jangka waktu tertentu," kata dia melanjutkan.
Nadia pun kembali menekankan untuk memperkuat protokol kesehatan dan memperbanyak 3T (testing, tracing, treatment) dan segera mengisolasi yang positif.
ANDITA RAHMA | DEWI NURITA