TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi berencana mengubah nomenklatur dua kementerian. Yakni memisahkan Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN dari Kementerian Riset dan Teknologi, serta mengubah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menjadi Kementerian Investasi.
Rencana perubahan nomenklatur ini telah direstui Dewan Perwakilan Rakyat. Pada rapat paripurna Jumat pekan lalu, 9 April 2021, DPR menyetujui Surat Presiden yang berisi permintaan pertimbangan untuk menggabungkan Kemenristek dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta pembentukan Kementerian Investasi.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian mengatakan perubahan nomenklatur dua kementerian ini kebetulan saja dilakukan serentak. Ia membantah anggapan penghapusan Kemenristek agar pemerintah dapat membentuk Kementerian Investasi.
"Enggak ada hubungannya. Tidak dikorbankan," kata Donny kepada Tempo, Sabtu, 10 April 2021. Dengan adanya pemisahan dan penggabungan tersebut, jumlah kementerian/lembaga tetap 34 sesuai yang diatur dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008.
Peleburan Kemenristek dan Kemendikbud, kata Donny, dilakukan lantaran pemerintah menginginkan adanya suatu sambungan antara pendidikan dan riset. Di sisi lain, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud, Nizam mengatakan, esensi pendidikan tinggi sebenarnya tak dapat dipisahkan dari penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Baca Juga:
Nizam mengatakan dua fungsi itu tadinya melekat di Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Ketika pendidikan tinggi dikembalikan ke Kemendikbud, kata dia, staf penelitian dan pengabdian kepada masyarakat ditarik ke Kementerian Ristek/BRIN.
Baca: 4 Pesan Megawati Kepada Jokowi Soal BRIN
"Kondisi tersebut sebetulnya malah tidak ideal, karena fungsi lembaga pendidikan tinggi dikelola oleh dua kementerian," kata Nizam kepada Tempo, Ahad, 11 April 2021. "Kalau penelitian dan pengabdian kepada masyarakat kembali ke Dikti tentu akan sangat memperkuat Dikti."
Namun menurut pakar kebijakan publik Eko Prasojo, Kemenristek tak semestinya dihapus. Mantan Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi ini mengatakan, fungsi Kemenristek dan BRIN berbeda. Kemenristek, kata Eko, masih diperlukan untuk memperkuat kebijakan riset dan inovasi.
"Adapun BRIN adalah badan pelaksana riset dan inovasi, bukan pembuat kebijakan," kata Eko kepada Tempo pada Rabu, 7 April lalu.
Di sisi lain, Eko mengatakan peleburan fungsi Kemenristek ke Kemendikbud akan menambah beban Kementerian Pendidikan. Ia juga berujar filosofi pendidikan berbeda dengan penelitian sehingga Kemenristek mestinya dipertahankan.
Adapun pembentukkan Kementerian Investasi juga tak kalah disorot. Dua sumber Tempo di parlemen mengatakan, penguatan posisi BKPM ini sebenarnya merupakan tindak lanjut dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dalam beleid itu, seluruh urusan perizinan berusaha akan satu pintu melalui Menteri Investasi. Memegang kewenangan amat besar, posisi Kepala BKPM dinilai tak cukup kuat untuk bisa mudah berkoordinasi dengan menteri-menteri teknis lainnya.
"Kalau menjadi kementerian, dia naik kelas," kata satu dari dua sumber tersebut. Dua politikus berbeda partai itu pun senada menyampaikan posisi Menteri Investasi akan dijabat Kepala BKPM saat ini, Bahlil Lahadilia.
Tempo mengkonfirmasi alasan dibentuknya Kementerian Investasi ini kepada juru bicara Presiden Fadjroel Rachman dan juru bicara Menkomarves Jodi Mahardi, tetapi belum direspons.
Bahlil Lahadilia dan juru bicara BKPM Tina Talisa juga belum menjawab pertanyaan terkait transisi perubahan lembaga mereka menjadi Kementerian Investasi. Namun, Tina sebelumnya menyampaikan BKPM dalam posisi mengikuti arahan Presiden.
Selanjutnya: Perubahan nomenklatur ini diprediksi akan berdampak pada reshuffle kabinet....