TEMPO.CO, Jakarta - Pencopotan baliho dukungan terhadap pimpinan Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab oleh TNI menjadi ramai diperbincangkan karena dianggap 'tak biasa'. TNI yang tugasnya menjaga keamanan negara dan keutuhan NKRI kini cawe-cawe mengurusi penurunan baliho Rizieq Shihab.
Panglima Daerah Militer Jayakarta atau Pangdam Jaya, Mayor Jenderal TNI Dudung Abdurachman, pada Jumat 20 November 2020, mengatakan bahwa dirinya yang memerintahkan pencopotan baliho tersebut. "Ada berbaju loreng menurunkan baliho habib. Itu perintah saya," kata Dudung saat menanggapi pertanyaan wartawan, saat Apel Kesiagaan Pasukan Bencana di Monas, Jakarta Pusat.
Dudung beralasan baliho tersebut tanpa izin dan tak membayar pajak seperti seharusnya aturan pemasangan. Dudung mengatakan, sebenarnya dirinya sudah meminta Satpol PP dan kepolisian mencopot baliho sesuai kewenangan mereka. "Tapi enggak ada yang berani. Maka saya perintahkan copot itu baliho-baliho FPI," ujar Dudung seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi pekan ini 23-30 November 2020.
Prajurit TNI menertibkan spanduk tidak berizin saat patroli keamanan di Petamburan, Jakarta, Jumat 20 November 2020. Sebanyak 500 personel gabungan dari TNI dikerahkan untuk menertibkan spanduk ataupun baliho yang tidak memiliki izin di wilayah yang berada di bawah pengamanan Kodam Jaya/Jayakarta. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Menurut Dudung, Satpol PP pernah menurunkan baliho itu, tapi disuruh pasang kembali dengan ancaman akan dipasang lebih banyak baliho. "Ancamannya, kalau diturunkan satu, akan pasang seribu baliho. Mereka makin menjadi-jadi, seakan-akan tidak ada hukum," ujarnya.
Jika Satpol PP dan Kepolisian sudah angkat tangan, lanjut Dudung, maka TNI harus turun. "Kalau Pol PP takut, polisi takut, terus negara di mana? Tugas tentara itu menjaga kedaulatan negara. Jangan sampai negara ini kacau," ujar jenderal bintang dua ini.
Apalagi Dudung mengatakan bahwa baliho yang dicopot berpotensi memecah bangsa. Adanya ajakan revolusi, kata dia, tak bisa dibenarkan. "Saya peringatkan dan saya tidak akan segan menindak keras yang coba mengganggu persatuan dan kesatuan karena merasa mewakili umat Islam," kata Dudung.
Tindakan TNI yang dianggap telah melangkahi kewenangan Satpol PP ini memercik reaksi keras. Tak hanya dari kalangan simpatisan FPI dan Rizieq, namun juga dari kalangan masyarakat sipil. Mereka menilai TNI sudah mulai melewati batas teritorialnya. Urusan menurunkan baliho, disebut bukan merupakan ranah TNI yang dasarnya merupakan pertahanan.
Wakil Koordinator I Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Feri Kusuma, mengatakan penurunan spanduk sebenarnya cukup dilakukan oleh Satpol PP saja. Tak ada urgensi tentara ikut turun tangan dalam urusan seperti ini. Ia menyebut tindakan itu membuat kekacauan dalam proses penegakan hukum. "Ini tindakan yang melanggar aturan, semakin mengafirmasi tentara menjalankan fungsi polisionil. Ini merusak tatanan hukum, profesionalitas TNI dan tupoksi TNI," kata Feri.
Ia melihat kemunculan TNI dalam hal seperti ini justru menegaskan tak adanya penegakkan hukum yang tegas dari aparat kepolisian, sebagai pemegang otoritas utama. Penegakan hukum adalah fungsi yang dimiliki oleh polisi.
Senada dengan Feri, pengamat politik Lingkar Madani (Lima) Indonesia Ray Rangkuti melihat kejadian ini sebagai bukti ketidakjelasan tanggung jawab dan koordinasi antar lembaga negara. Menurut Ray, sumber dari segala kesemrawutan ini adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri. Ia menduga Jokowi sengaja membiarkan terjadinya tumpang tindih dan pelanggaran profesionalisme di bidang kelembagaan negara.
Ray pun mempertanyakan sikap presiden terkait pencopotan baliho Rizieq Shihab oleh TNI. "Apakah pencopotan baliho dengan tanpa sepengetahuan Presiden? Bisa iya, bisa tidak," kata Ray dalam diskusi daring, Sabtu, 21 November 2020. Secara aturan, kata Ray, presiden sebenarnya memang dapat menugaskan TNI dalam aksi sipil, misalnya ketika ada ancaman terorisme atau bencana.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyebutkan penurunan baliho adalah tanggung jawab Satpol PP yang wajib menjaga ketentraman, kenyamanan, dan ketertiban di Jakarta. "Itu (sebenarnya) sudah tanggung jawab Satpol PP menjaga ketentraman, kenyamanan, dan ketertiban di Jakarta," kata Riza di Jakarta, Jumat, menyusul penurunan sejumlah spanduk oleh prajurit TNI.
Menurut Riza, masing-masing pihak keamanan mulai dari Satpol PP, Kepolisian RI, hingga TNI, memiliki kewenangan dengan aturannya sendiri-sendiri. Di DKI, penurunan reklame diatur dalam pasal 33 Peraturan Daerah nomor 9 tahun 2014 tentang Penyelenggaran Reklame yang menyebutkan Pelaksanaan penertiban Penyelenggaraan Reklame sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, dilakukan oleh Tim Penertiban Terpadu Penyelenggaraan Reklame yang dibentuk dengan Keputusan Gubernur. Nah, Kepala Satpol PP menjadi Ketua Tim Penertiban Terpadu Penyelenggaraan Reklame yang tertuang dalam Pergub nomor 214 tahun 2016.
"Kalau Satpol PP tugasnya menertibkan sesuai peraturan dan Perda.” Soal spanduk, baliho, bendera, umbul-umbul, diatur titiknya, hingga berapa lama maksimal terpasang. “Di Jakarta ada aturannya, jadi kalau ada yang melanggar pasti ditertibkan."
TNI-Polri menurunkan sejumlah baliho yang dipasang di beberapa ruang publik. Di antaranya baliho-baliho partai, baliho milik perusahaan, hingga baliho sisa penyambutan pimpinan FPI, Rizieq Shihab yang dipasang oleh pendukungnya.
Pendapat berbeda disampaikan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Lestari Moerdijat. Ia mengatakan pencoptan baliho tersebut merupakan upaya TNI dalam membantu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan penertiban. Pemda merupakan perpanjangan tangan negara, lanjut dia, dan mekanisme bantuan negara terhadap daerah pun di sejumlah sektor diatur undang-undang.
Dalam konteks pelibatan TNI dalam membantu pemerintahan daerah, legislator Partai NasDem di MPR itu mengatakan diatur dalam pasal 7 ayat 2 huruf b UU Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia yaitu salah satu tugas selain perang: membantu pemerintah daerah. "Apa yang dilakukan aparat TNI dalam membantu Pemerintah Provinsi DKI melakukan penertiban spanduk dan baliho yang melanggar aturan di Ibu Kota," ucap Rerie. Hanya saja kurang koordinasi dengan pemerintah daerah.
EGI ADYATAMA| DEWI NURITA | BUDIARTI UTAMI PUTRI | ROSSENO AJI | ANTARA