Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

UU Keamanan Nasional: Upaya Paksa Menundukkan Hong Kong

image-gnews
Petugas kepolisian berjaga-jaga saat demonstran anti-pemerintah melakukan aksi unjuk rasa di Hong Kong, 24 Mei 2020. REUTERS/Tyrone Siu
Petugas kepolisian berjaga-jaga saat demonstran anti-pemerintah melakukan aksi unjuk rasa di Hong Kong, 24 Mei 2020. REUTERS/Tyrone Siu
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Hong Kong, lagi-lagi, dibuat gempar oleh Cina. Belum kelar urusan hukum ekstradisi yang memicu berbagai unjuk rasa, Cina sudah melempar isu baru. Isu tersebut adalah Undang-undang Keamanan Nasional Hong Kong yang dibunyikan oleh Parlemen Cina pada Jumat pekan lalu.

UU Keamanan Nasional Hong Kong memang belum ada wujudnya hingga sekarang. Alih-alih sudah ada rancangannya, mulai dibahas pun belum. Cina baru memiliki draft resolusi saja terkait regulasi tersebut. Walau begitu, resolusi yang ada sudah berhasil membuat warga Hong Kong dan penggiat demokrasi panas dingin.

Dikutip dari South China Morning Post, ada empat hal yang akan menjadi pondasi dari UU Keamanan Nasional Hong Kong. Mereka adalah Secession, Subversion, Terrorism, dan Intervention. Secession adalah upaya memisahkan diri dari Hong Kong. Subversion, berbicara tentang upaya menentang otoritas pemerintah pusat. Selanjutnya, Terrorism, berkaitan dengan kekerasan terhadap warga Hong Kong. Sementara itu, untuk Intervention, berkaitan dengan intervensi asing.

Di atas kertas, keempat hal tersebut tampak sah-sah saja diberlakukan. Keempatnya memang berkaitan dengan keamanan. Namun, di mata warga Hong Kong, keempat pondasi itu adalah lampu kuning. Mereka khawatir keempatnya mengacu pada standar yang diterapkan oleh Cina, bukan Hong Kong. Dengan kata lain, Cina ditakutkan akan memperlakukan warga Hong Kong seperti bagaimana mereka memperlakukan warganya sendiri selama ini.

Cina memang dikenal sangat keras terhadap warga-warganya. Berbagai cara dilakukan untuk memastikan warganya tidak mengkritisi pemerintah. Beberapa di antaranya mulai dari menguasai saluran-saluran publik seperti media hingga memperkarakan mereka yang mencoba menguak praktik buruk pemerintah. Sebagai contoh, ketika wabah virus Corona meledak, dokter-dokter yang ingin memperingatkan warga dibungkam. Sementara itu, wartawan yang mengkritisi penanganan pandemi Corona ditangkap tanpa alasan yang jelas.

Warga Hong Kong, selama ini, tidak pernah mengalami perlakuan serupa. Mereka bebas menggelar unjuk rasa dan mengkritisi kinerja pemerintah. Ketika hukum ekstradisi ke Cina diperkenalkan, misalnya, warga bisa dengan cepat menggelar demonstrasi untuk memprotesnya. Jika UU Keamanan Nasional Hong Kong berlaku, kemungkinan unjuk rasa tidak bisa lagi digelar karena sudah masuk dalam koridor Subversion, menentang pemerintah.

"Warga Hong Kong bisa dihukum hanya karena mengkritisi Beijing, sebagaimana terjadi di Cina. Di Cina, hal tersebut (kritik) akan dilihat sebagai subversion," ujar pakar politik Cina, Willy Lam.

Ada banyak hal-hal lain yang juga dikhawatirkan. Selain masalah kebebasan berpendapat, ada juga masalah warga Hong Kong tidak bisa lagi meminta bantuan kepada luar negeri. Hal itu berpotensi dianggap memenuhi unsur Intervention. Mereka yang dianggap melanggar UU Keamanan Nasional Hong Kong juga dikhawatirkan akan disidang secara tertutup.

"Hampir semua persidangan kasus di Cina yang berkaitan dengan keamanan nasional digelar secara tertutup. Tidak pernah jelas apa tuduhannya, apa yang dilanggar, dan apa buktinya. Definisi 'Keamanan Nasional' itu sendiri sangat kabur," ujar Professor Johannes Chan, sebagaimana dikutip dari Yahoo News.

Mumpung UU Keamanan Nasional Hong Kong belum jadi, warga memanfaatkan momen yang tersisa untuk menggelar unjuk rasa. Ahad kemarin, ribuan warga turun ke jalan, memprotes rencana UU Keamanan Nasional Hong Kong. Unjuk rasa tersebut menjadi unjuk rasa terbesar pertama sejak demonstrasi hukum ekstradisi Cina yang berlangsung tahun lalu.

Sebanyak 200 demonstran ditangkap di peristiwa tersebut atas tuduhan mengganggu ketertiban umum dan unjuk rasa tanpa izin. Jika UU Keamanan Nasional Hong Kong berlaku, mereka bisa dianggap melakukan subversi. Walau begitu, mereka tidak menyerah. Pekan ini, mereka akan menggelar unjuk rasa serupa.

Demonstran anti-pemerintah berlarian saat melakukan aksi unjuk rasa di Hong Kong, 24 Mei 2020. REUTERS/Tyrone Siu

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, mencoba memadamkan panasanya reaksi warga. Kepada mereka, Ia mengklaim bahwa UU Keamanan Nasional Hong Kong tidak akan membungkam kebebasan berpendapat. Lam, yang berkomitmen menggolkan UU Keamanan Nasional, bahkan mengatakan bahwa Hong Kong masih akan memiliki independensi dalam kapasitas tertentu.

"Dalam 23 tahun terakhir, setiap kali warga khawatir angka kebebasan berpendapat di Hong Kong, hal itu tidak pernah terbukti. Berkali-kali Hong Kong berhasil membuktikan bahwa kami menjaga nilai-nilai tersebut," ujar Lam yang meminta warga untuk tidak bereaksi hingga rancangan legislasi keluar. Rencananya, UU Keamanan Nasional akan dibahas di parlemen pada pekan ini.

Walau Lam berusaha memadamkan ketegangan dengan menyakinkan akan tetap ada kebebasan berpendapat, administrasinya tidak kompak. Sejumlah pejabat Hong Kong memandang pengunjuk rasa sebagai antagonis dan ancaman terhadap keamanan nasional Hong Kong.

Menteri Keamanan John Lee, misalnya, menyatakan bahwa UU Keamanan Nasional Hong Kong justru dibutuhkan dengan semakin banyaknya unjuk rasa. Menurutnya, jika unjuk rasa anti-pemerintah tersebut tidak diatur, bisa berkembang menjadi terorisme. Lee bahkan menyebut para pengunjuk rasa merusak citra Hong Kong di mata internasional.

"Terorisme dan aktivitas-aktivitas berbahaya lainnya tengah berkembang di kota ini yang mampu mengancam keamanan nasional. Salah satu contohnya, unjuk rasa 'Kemerdekaan Hong Kong' yang semakin ganas," ujar Lee sebagaimana dikutip dari kantor berita Reuters

Cina sesungguhnya tidak harus turun tangan dalam menbuat UU Keamanan Nasional Hong Kong tersebut. Hong Kong, di satu sisi, tidak perlu takut terhadap Cina dan konsisten menggarap hukum itu sendiri. Dasar hukumnya jelas, namun Pemerintah Hong Kong malah menurut pada Cina.

Ketika Hong Kong menjadi bagian dari Cina di tahun 1997, keduanya membuat konstitusi mini yang diberi nama 'Hukum Dasar'. Aturan itu mengatur prinsip "Satu Negara, Dua Sistem" yang sekarang dianut Hong Kong. Di dalamnya termuat kewajiban Hong Kong membuat aturan Keamanan Nasional. Hal itu tercantum di pasal 23 yang menegaskan bahwa aturan Keamanan Nasional dibuat oleh Hong Kong sendiri.

Hong Kong sudah mencoba membuatnya di tahun 2003, namun tidak berujung hasil. Warga, seperti yang terjadi sekarang, menentangnya dengan keras. Sifatnya yang tidak populer membuat Pemerintah Hong Kong takut untuk menerapkannya. Karena 'Hukum Dasar' dibuat oleh Cina dan Hong Kong, Cina menganggap bisa mengambil alih. Cina sendiri sudah gerah dengan unjuk rasa di Hong Kong yang selalu menyasar mereka.

Jika upaya Cina hendak diperdebatkan, maka kuncinya ada pada "Hukum Dasar" tersebut. 

ISTMAN MP | REUTERS | SOUTH CHINA MORNING POST


Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Jalanan Paling Keren di Dunia Menurut Time Out, Peringkat Pertama Ada di Melbourne

3 hari lalu

High Street, Melbourne. (Foto: Josie Withers | visitvictoria.com)
Jalanan Paling Keren di Dunia Menurut Time Out, Peringkat Pertama Ada di Melbourne

Beberapa hal yang menjadi indikator pemilihan jalanan ini adalah jalanan, jalan raya, plaza, dan bulevar favorit warga lokal


Pemandangan Indah Bunga Plum Mekar jadi Daya Tarik Wisatawan ke Wushan

3 hari lalu

Halaman B&B dengan bunga plum yang mekar di Desa Ganyuan, Quchi, Wushan, Cina.  (dok. Istimewa. Foto: Wang Zhonghu)
Pemandangan Indah Bunga Plum Mekar jadi Daya Tarik Wisatawan ke Wushan

Hamparan bunga plum di sepanjang tepian Sungai Yangtze Wushan, menarik perhatian wisatawan d


PM Albanese: Australia Tak Berencana Larang TikTok Seperti AS

4 hari lalu

Logo TikTok terlihat di smartphone di depan logo ByteDance yang ditampilkan dalam ilustrasi yang diambil pada 27 November 2019. [REUTERS / Dado Ruvic / Illustration / File Photo]
PM Albanese: Australia Tak Berencana Larang TikTok Seperti AS

PM Australia Anthony Albanese mengatakan pemerintahnya tidak berencana melarang platform media sosial TikTok seperti Amerika Serikat


Ilmuwan di Cina Kembangkan Chip Otak Seperti Neuralink, Sukses Uji di Ikan Zebra

4 hari lalu

Ikan Zebra (Wikipedia)
Ilmuwan di Cina Kembangkan Chip Otak Seperti Neuralink, Sukses Uji di Ikan Zebra

Chip otak yang dikembangkan mampu melacak aktivitas hingga 100 ribu sel yang bisa mengendalikan ikan zebra berenang walaupun dalam kondisi lumpuh.


Taiwan dan Cina Kerja Sama Selamatkan Kapal Terbalik Dekat Wilayah Sengketa

4 hari lalu

Pihak berwenang di kedua belah pihak mengirimkan perahu penyelamat setelah sebuah kapal penangkap ikan Tiongkok terbalik pada dini hari di dekat kepulauan Kinmen yang dikuasai Taiwan, pada 14 Maret 2024. (Penjaga Pantai Taiwan melalui Reuters)
Taiwan dan Cina Kerja Sama Selamatkan Kapal Terbalik Dekat Wilayah Sengketa

Pihak berwenang Cina dan Taiwan mengirimkan perahu penyelamat setelah sebuah kapal penangkap ikan Cina terbalik. Dua selamat, dua tewas dan dua hilang


Kanselir Jerman Olaf Scholz Serukan Deeskalasi di Laut Cina Selatan

5 hari lalu

Kanselir Jerman Olaf Scholz dan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. mengadakan konferensi pers di Berlin, Jerman, 12 Maret 2024. REUTERS/Liesa Johannssen
Kanselir Jerman Olaf Scholz Serukan Deeskalasi di Laut Cina Selatan

Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan deeskalasi sengketa Laut Cina Selatan harus menjadi prioritas.


Honor Magic 6 Ultimate Berpeluang Jadi Ponsel Pertama Gunakan Sensor Kamera OmniVision OV50K

5 hari lalu

Honor Magic 6 Ultimate. huaweicentral.com
Honor Magic 6 Ultimate Berpeluang Jadi Ponsel Pertama Gunakan Sensor Kamera OmniVision OV50K

OmniVision OV50K adalah kamera 50 megapiksel yang akan menawarkan fotografi kelas flagship. Honor Magic 6 berpeluang jadi yang pertama gunakannya.


Rusia Tahan Warga Korea Selatan atas Tuduhan Mata-mata untuk Pertama Kali

6 hari lalu

Ilustrasi napi di penjara. Shutterstock
Rusia Tahan Warga Korea Selatan atas Tuduhan Mata-mata untuk Pertama Kali

Insiden ini menandai pertama kalinya seorang warga Korea Selatan ditahan di Rusia atas tuduhan mata-mata.


Beijing Sepakati Anggaran Pemerintah Pusat dan Daerah Periode 2024

6 hari lalu

Mantan presiden Cina Hu Jintao meninggalkan kursinya dikawal dua pria saat upacara penutupan Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis Cina, di Aula Besar Rakyat di Beijing, Cina, 22 Oktober 2022. REUTERS/Tingshu Wang
Beijing Sepakati Anggaran Pemerintah Pusat dan Daerah Periode 2024

Sidang parlemen "Dua Sesi" Cina resmi ditutup dengan hasil akhir menyepakati anggaran pemerintah pusat dan daerah periode 2024, menerima laporan kerja


Sony Bantah Rumor Tinggalkan Pasar Ponsel Cina, Sebut Pasar Terpenting

7 hari lalu

Sony Xperia 1 IV Gaming Edition. gsmarena.com
Sony Bantah Rumor Tinggalkan Pasar Ponsel Cina, Sebut Pasar Terpenting

Sony telah mengeluarkan pernyataan yang mengklarifikasi komitmen berkelanjutannya terhadap Cina.