TEMPO.CO, Jakarta - Pemilihan Wakil Gubernur atau Wagub DKI Jakarta pendamping Anies Baswedan selangkah lebih maju setelah tata tertib pemilihan disepakati menggunakan hasil perumusan pansus DPRD periode sebelumnya. Pimpinan DPRD DKI pun telah sepakat voting pemilihan Wagub DKI berlangsung tertutup.
Namun penasihat Fraksi Gerindra DPRD DKI Mohammad Taufik tak puas dengan kesepakatan tersebut. Dia menuding Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjegal keinginan Gerindra agar proses pemilihan dilakukan secara terbuka.
Taufik berdalih pemilihan wagub secara terbuka bisa meminimalisir politik uang. "Yang kemungkinan money politic itu tertutup. Digulung-gulung, ditulis-tulis gitu," kata Taufik di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Jumat, 21 Februari 2020.
Taufik membeberkan perdebatan soal pemilihan terbuka atau tertutup saat rapat pimpinan DPRD. Menurut Wakil Ketua DPRD itu, Gerindra meminta agar pemilihan secara terbuka. Sebab, para legislator menggunakan hak suaranya bukan atas nama pribadi melainkan konstituennya.
"Dia wakil rakyat. Kalau pemilihan umum boleh karena dia mewakili dirinya sendiri," ujarnya.
Taufik mengklaim, dalam rapat itu mayoritas fraksi di Kebon Sirih sebenarnya sepakat voting dilakukan secara terbuka. Namun PKS menolak.
"Sebenarnya hampir semua sepakat terbuka, tapi karena PKS ngotot," ujarnya. "Diajak terbuka nggak mau. Maunya tertutup, ya kami mempertanyakan ada apa tertutup?"
Karena PKS berkukuh voting dilakukan tertutup, akhirnya Gerindra mengamini permintaan partai bulan sabit kembar itu. "Kami Gerindra melanjutkan keinginan PKS."
Menurut politikus Partai Gerindra itu, pemilihan terbuka akan lebih transparan dan mencegah politik uang (money politic).
"Supaya tidak ada suudzon. Kalau tertutup kan bisa ada money politic. Kalau terbuka nggak bisa, terbuka saja," ujar Taufik. "Mengapa terbuka? Supaya ada pertanggungjawaban pada konstituen bahwa saya memilih wagub si A. Ini bagian dari laporan kita pada publik."
Kekhawatiran ada politik uang dalam pemilihan calon pendamping Gubernur Anies Baswedan itu juga disampaikan pengamat politik Ubaidilah. Dia mengkritik tata tertib pemilihan Wagub DKI yang tidak menampung aspirasi warga agar ada pengawasan KPK, PPATK, hingga LSM dalam pemilihan itu.
Karena kata dia, tanpa ada pengawasan dalam pemilihan tersebut akan rawan adanya money politic. "Pengawasan ini penting dilakukan agar DPRD terhindar dari politik uang, yang akan merontokkan kepercayaan publik pada anggota DPRD,"katanya.
Survei persepsi Lembaga Kajian Strategis Pembangunan (LKSP) tentang pemilihan wagub DKI juga menunjukkan mayoritas responden khawatir adanya transaksi politik uang.
"Warga memiliki kekhawatiran besar akan terpengaruh politik transaksional 68 persen dalam pemilihan Wagub DKI Jakarta," ujar Direktur LKSP Astriana Sinaga di Kebun Sirih Jakarta Pusat, Jumat 21 Februari 2020.
Sementara itu 24 persen responden ragu akan adanya transaksi politik uang dan 8 persen responden yakin tidak akan ada money politic.
Hal tersebut kata Astriana karena pemilihan wakil gubernur DKI tidak melibatkan partisipasi publik. Berdasarkan tata tertib pemilihan yang disahkan DPRD kata dia, pemilihan sepenuhnya oleh anggota dewan tanpa ada ruang bagi publik untuk menyuarakan aspirasinya terhadap pemilihan wakil gubernur.
Terlepas dari potensi politik uang, pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno menilai pemilihan secara tertutup memungkinkan para legislator Kebon Sirih, leluasa melakukan manuver politik. Menurut dia, pemilihan secara tertutup membuat setiap pilihan anggota DPRD DKI tak bisa terlihat.
"Kalau tertutup bisa memungkinkan para anggota DPRD lebih leluasa melakukan manuver," kata Adi melalui pesan singkatnya, Jumat, 21 Februari 2020.
Ia menuturkan voting atau pemilihan tertutup itu lebih memungkinkan dua kandidat menang. Sebabnya, pilihan politik DPRD sukar ditebak. "Bisa berubah setiap saat," ujarnya.
Adi menuturkan proses pemilihan secara tertutup membuat kerahasiaan pilihan setiap dewan terjaga. Sehingga, kata dia, bentrok psikologis dan rasa tak enak hati ke dua calon bisa dihindari.
"Problemnya, sukar dilihat siapa milih siapa. Kalau voting terbuka akan jelas pilihan politik DPRD pilih siapa," ujarnya.
Menurut dia, proses pemilihan secara terbuka maupun tertutup sama-sama rawan dengan konsesi politik. Musababnya, lembaga DPRD diisi oleh politisi semua. "Preferensi pilihan politiknya pasti didasarkan kalkulasi untung dan rugi secara politik. Itu perkara biasanya dalam politik."
Hasil survei persepsi LKSP menunjukkan calon Wagub DKI dari PKS Nurmansjah Lubis lebih unggul dari calon Partai Gerindra Ahmad Riza Patria. Nurmansjah lebih dikenal oleh 55,4 persen responden . Sedangkan Ahmad Riza Patria hanya 16,5 persen dan sisanya tidak memilih.