TEMPO.CO, Jakarta - Mobil Toyota Camry hitam metalik dengan nomor polisi B 8351 WB yang berada di area parkir P3 Apartemen Thamrin Residences pada Ahad, 19 Januari 2020 itu nampak mencolok. Di badan mobil nampak beberapa stiker bertuliskan "Dalam Pengawasan KPK". Mobil itu diduga milik Harun Masiku.
Harun adalah calon legislatif dari PDIP yang menjadi tersangka suap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan. Harun diduga menyuap Wahyu agar bisa menjadi anggota DPR lewat mekanisme pergantian antarwaktu.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyegel mobil Harun saat tim menyambangi apartemen ini pada Selasa, 14 Januari 2020. Mereka juga menggeledah kamar Harun. “Teman di lapangan mendapatkan dokumen signifikan, antara lain untuk menemukan keberadaan tersangka HAR (Harun),” kata Pelaksana tugas Juru bicara KPK, Ali Fikri, Ahad, 19 Januari 2020.
Meski sudah menjadi tersangka, KPK belum juga mencokok Harun. Padahal, Harun memiliki peran penting dalam perkara suap ini.
Pimpinan KPK dan Kementerian Hukum dan HAM ngotot menyebut Harun tak ada di Indonesia. Direktorat Jenderal Imigrasi menyebut Harun ada di Singapura 6 Januari 2020.
Kepala Bagian Humas dan Protokol Imigrasi Arvin Gumilang mengatakan Harun belum tercatat kembali ke Tanah Air. Begitu pula Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly ngotot menyatakan Harun masih di luar negeri. “Pokoknya belum di Indonesia,” kata politikus PDI Perjuangan itu pada Kamis, 16 Januari lalu.
KPK pun meyakini Harun berada di Singapura pada saat operasi tangkap tangan. “Informasi dari humas Imigrasi kan sudah jelas bahwa, berdasarkan data lalu lintas orang, dia ada di Singapura per tanggal 6 Januari,” ujar Ali.
Seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi 18 Januari 2020 bertajuk "Harun di Pelupuk Mata Tak Nampak", Harun sebenarnya sudah pulang ke Indonesia pada 7 Januari 2020.
Ia memang melancong ke Singapura pada 6 Januari 2020 menggunakan Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 832 dan duduk di kursi 6K, yang berangkat pukul 11.30 dan tiba pukul 14.20 waktu Singapura.
Keesokan harinya, Harun tiba di Indonesia menggunakan Batik Air. Kedatangan Harun di Soekarno-Hatta pun terekam kamera pengawas (CCTV) yang salinannya diperoleh Tempo.
Mengenakan kaus lengan panjang biru tua serta celana dan sepatu sport hitam, Harun terlihat menenteng tas seukuran laptop dan kantong belanja. Beberapa belas menit kemudian, seorang pria berseragam menghampirinya. Belakangan Harun naik Silver Bird Toyota Alphard.
Harun diduga menuju apartemen Thamrin Residence. Kedatangannya dibenarkan oleh seorang pegawai yang ditemui Tempo. Sebelum pulang, pegawai ini melihat Harun berada di lobi apartemen.
Caleg PDIP dari Daerah Pemilihan I Sumatera Selatan ini diduga memegang kunci dalam kasus suap yang menyeret Wahyu Setiawan. Sebab, Wahyu diduga menerima suap agar meloloskan Harun menjadi anggota DPR periode 2019-2024 lewat mekanisme pergantian antarwaktu (PAW)
Perkara ini diselidiki sejak akhir November 2019. Surat perintah penyelidikan diperpanjang pada 20 Desember, sehari sebelum pemimpin KPK periode saat ini menjabat.
Tim menangkap Wahyu Setiawan setelah mendapat informasi bahwa bekas Ketua KPU Jawa Tengah itu meminta uang Rp 50 juta kepada orang kepercayaannya, Agustiani Tio Fridelina Sitorus, mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Uang ini bagian dari suap untuk Wahyu, yang dititipkan Saeful Bahri kepada Agustiani pada 26 Desember 2019. Saeful menyerahkan Rp 400 juta dalam bentuk dolar Singapura. Ia juga memberikan Rp 50 juta untuk Agustiani.
Pada 27 Desember, Agustiani bermaksud menyerahkan semuanya kepada Wahyu di pusat belanja Pejaten Village, Jakarta Selatan. Namun Wahyu menolak mengambilnya dan meminta Agustiani menyimpannya.
Barulah pada Rabu sebelum digari, ia meminta Agustiani mentransfer Rp 50 juta ke rekening saudaranya. Sebelum itu terjadi, tim KPK menangkapnya di atas pesawat saat ia hendak terbang ke Belitung. Secara paralel, tim lain bergerak ke Depok, Jawa Barat, untuk menangkap Agustiani di rumahnya. “Tim menyita duit Rp 400 juta dalam bentuk dolar Singapura serta buku tabungan,” kata Lili Pintauli.
Sumber duit ini dari Harun Masiku. Ia menyerahkan duit Rp 850 juta kepada seorang anggota staf kantor PDIP. Duit kemudian berpindah tangan hingga ke Saeful, yang baru kembali dari Singapura.
Pada 16 Desember, Saeful menukarkan sekitar Rp 200 juta menjadi Sin$ 20 ribu, lalu diberikan kepada Agustiani di pusat belanja Plaza Indonesia, Jakarta Pusat. Sorenya, Wahyu hanya mengambil Sin$ 15 ribu dari Agustiani saat mereka bertemu di Pejaten Village. Setelah diperiksa KPK, Saeful meminta wartawan bertanya ke penyidik.
KPK menengarai duit-duit tersebut bagian dari Rp 900 juta yang diminta Wahyu pada September 2019, setelah PDIP lewat Saeful melobi Wahyu untuk meloloskan Harun Masiku ke DPR. Berbekal surat berisi penetapan calon legislator dan fatwa Mahkamah Agung soal penetapan calon anggota legislatif terpilih, Saeful pada akhir September itu menemui Agustiani dan mengutarakan maksudnya.
Agustiani kemudian meneruskan pesan itu kepada Wahyu, yang menjawab, “Siap. Kita mainkan.”
Ternyata Wahyu tak sanggup menggunakan pengaruhnya untuk mengubah keputusan KPU dalam rapat pleno pada 7 Januari lalu. KPU menolak permohonan PDIP untuk mengganti Riezky Aprilia dengan Harun Masiku. Wahyu sempat menghubungi Donny dan menjanjikan akan mengusahakan lagi pergantian antarwaktu bagi Harun.
Wahyu juga mengontak Agustiani bahwa ia akan mengupayakan pleno lagi. Ia berjanji akan menyampaikan ke komisioner lain mengenai permohonan PDIP. Terkait dengan upaya tersebut, Wahyu kemudian meminta duit Rp 50 juta kepada Agustiani untuk biaya “entertain” di tempat karaoke. Penyerahan uang ini yang berujung operasi tangkap tangan.
LINDA TRIANITA, BUDIARTI UTAMI P