TEMPO.CO, Jakarta - Kematian Qassem Soleimani, Kepala Pasukan khusus Quds Garda Revolusi Iran, pada 3 Januari 2020 lalu, berbuntut panjang. Iran benar-benar menjalankan ancamannya kepada Amerika Serikat.
Jatuhnya pesawat Ukraine International Airlines pada Rabu, 8 Januari 2020, boleh dibilang dampak kemarahan Iran atas kematian Soleimani. Sejak Rabu dini hari, Iran menembakkan lebih dari selusin rudal ke setidaknya dua pangkalan militer pimpinan Amerika Serikat di Irak.
Serangan rudal itu, meluapkan kemarahan Iran atas kematian Soleimani, seorang berpangkat jenderal yang dinilai berperan vital di tubuh militer Iran. Sayang, di tengah gempuran rudal-rudal mematikan itu, terdapat satu rudal yang meleset dan menghantam pesawat Ukraine International Airlines dengan nomor penerbangan PS 752 dengan total 176 penumpang dan awak pesawat.
Burung besi itu hendak menuju Ibu Kota Kiev, Ukraina dari Teheran, Iran, namun beberapa menit setelah lepas landas, pesawat itu jatuh di sebuah ladang yang tak jauh dari bandara international Imam Khomeini Teheran, Iran. Musibah ini membuat Iran bergulat dengan amarah publik, khususnya setelah Iran mengakui jatuhnya pesawat itu karena human error.
“Dalam beberapa hari yang menyedihkan ini, banyak kritik yang ditujukan kepada pejabat dan pihak berwenang. Beberapa pejabat bahkan dituduh berbohong dan menutup-nutupi namun tuduhan tersebut tidaklah benar,” Kata juru bicara Iran Ali Rabiei dalam pernyataan yang disiarkan di televisi lokal pada Senin, 13 Januari 2020.
Iran awalnya didukung oleh masyarakat untuk membalas kematian Soleimani, namun sekarang negara itu menghadapi kemarahan warga persisnya ketika Angkatan Bersenjata Iran mengakui pesawat tersebut jatuh akibat serangan “tidak sengaja” yang diluncurkan oleh Iran.
Pada Sabtu, 11 Januari 2020 masyarakat melakukan aksi protes pertama kali atas kecerobohan Iran yang menewaskan 176 penumpang dan awak pesawat.
Video yang tersebar di media sosial memperlihatkan ratusan orang turun ke jalan-jalan di Kota Teheran meratapi korban kecelakaan pesawat dan menuntut akuntabilitas. Para demonstran juga meluapkan kemarahan mereka terhadap para pejabat senior Iran, termasuk Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.
Demonstrasi juga pecah pada Minggu, 12 Januari 2020 dan berlanjut pada Senin, 13 Januari 2020. Dalam salah satu video yang diunggah ke media sosial pada Minggu malam, terdengar suara tembakan di sekitar Lapangan Azadi, Teheran. Rekaman juga memperlihatkan darah di tanah dan demonstran yang luka-luka dibawa petugas keamanan bersenjata. Terlihat pula polisi anti huru-hara memukul demonstran dengan tongkat dan orang-orang didekatnya berteriak ‘Jangan pukul mereka!’
“Mereka berbohong dengan berkata musuh kita adalah Amerika, musuh kita ada disini,” teriak sebuah kelompok dari luar Universitas Teheran. Rekaman video yang beredar di media sosial itu belum terverifikasi.
Pada Senin, 13 Januari 2020, Kepolisian Teheran menyangkal dugaan aparat kepolisian telah menembaki demonstran. Hossein Rahimi, Kepala polisi Teheran dalam sebuah pernyataan mengaskan pihaknya telah diberi perintah untuk tidak menembak.
Lapisan Tekanan
Ketegangan Iran – Amerika Serikat saat ini berakar pada keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada 2018 yang menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015.
Kesepakatan itu ditandatangani antara Iran dengan negara kekuatan dunia pada 2015. Namun seiring dengan sikap Trump menarik diri kesepakatan itu, maka Amerika Serikat pun kembali memberlakukan saksi ekonomi pada Iran sebagai bagian dari kampanye ‘tekanan maksimum’ terhadap Teheran. Saksi ini telah sangat merugikan ekonomi Iran.
Iran berulang kali membantah sedang membuat senjata pemusnah massal seperti yang diduga Amerika Serikat. Iran pun mengatakan tidak akan bernegosiasi selama sanksi Amerika Serikat diberlakukan.
Pada November 2019, Iran menghadapi gelombang unjuk rasa menyusul keputusan pemerintah yang mengejutkan memberikan jatah bensin dan menaikkan harga barang-barang untuk mendanai warga miskin di negara itu.
Pada Desember 2019, Iran dan Amerika Serikat kembali bersitegang ketika jatuh sebuah roket di pangkalan militer pimpinan Amerika Serikat di Irak. Roket itu menewaskan seorang kontraktor warga negara Amerika Serikat. Washington menyalahkan militan pro-Iran dan melancarkan serangan udara yang menewaskan sedikitnya 25 militan. Tindakan Amerika Serikat itu dibalas oleh militan dengan megepung kedutaan besar Amerika Serikat di Baghdad selama dua hari. Presiden Trump kemudian memerintahkan serangan terhadap Soleimani yang berpangkat Jenderal.
Setelah serangan pembalasan atas kematian Soleimani berdampak kesalahan fatal dengan jatuhnya pesawat Ukraine International Airlines PS752, Iran saat ini dihadapkan pada kemungkinan digugat oleh lima negara yang warganya menjadi korban tewas dalam jatuhnya pesawat itu.
aljazeera.com | Galuh Kurnia Ramadhani