TEMPO.CO, Jakarta - Mengaspalnya 21 bus Transjakarta Zhong Tong milik Perum PPD sejak pekan lalu menjadi sorotan publik karena sederet catatan buruk bus pabrikan Cina itu. Tak cuma sering mogok, bus Zhong Tong juga pernah nyaris terbakar karena mesinnya bermasalah.
Bahkan mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sempat melarang impor bus asal Cina itu pada pertengahan 2014. Sebab, dia menerima banyak laporan soal kecacatan bus, mulai dari berkarat, penyejuk udara mati, sampai mesin mogok. Apalagi setelah insiden salah satu unit bus Zhong Tong yang hampir terbakar di Jalan Gatot Subroto pada 8 Maret 2015.
Namun Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjelaskan bahwa bus tersebut pasti telah memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan pemerintah sebelum bisa beroperasi, termasuk soal keamanan. SPM itu harus dijalankan oleh operator dalam mengoperasikan bus Zhong Tong.
"Pemprov DKI Jakarta itu menentukan SPM-nya dan jasa itulah yang kami bayar melalui pengelola (Transjakarta)," kata Anies di GOR Soemantri, Kuningan, Jakarta, Kamis 17 Oktober 2019.
Hal tersebut, kata Anies, karena saat ini Pemprov DKI sudah tidak lagi membeli bus, melainkan membeli jasa yang kemudian dibayarkan per kilometer. "Jadi kami hanya menentukan SPM. Selebihnya tanggung jawab dengan pengelola," kata Anies.
Soal catatan buruk bus tersebut, Anies menyatakan ada kontrak kerja soal SPM yang harus dipenuhi operator bus. "Pasti ada kontrak kerja samanya. Di dalam kontrak itu ada aturannya," ucap dia.
Dirut Perum PPD Pande Patu Yasa memastikan aspek keselamatan bus TransJakarta merek Zhong Tong itu. Dia menyebutkan bus itu hanya mereknya saja yang berasal dari Cina.
"Kalau saya bandingkan dengan produk yang lainnya, itu kita tidak bisa bandingkan. Masalahnya kenapa? Di produk Zhong Tong ini dalamnya sangat berbeda jauh dengan bus-bus yang lain," kata Pande di Pool PPD, Jl Raya Bekasi, Jakarta Timur, Selasa 15 Oktober.
Pande mengklaim bagian-bagian dari bus bukan berasal dari China. Mesinnya adalah produk Korea Selatan, sementara penyambung bus gandeng ini berasal dari Jerman.
“Jadi semua produk-produk yang ada di dalam bus Zhong Tong itu produk Eropa. Memang dirakitnya di Cina, mereknya merek Cina. Tapi isinya adalah Eropa," katanya. "Semua jadi nggak murahan.”
Manager Operasi Perum PPD Hendri Dunan juga menjamin seluruh armada bus Zhong Tong telah memenuhi standar keamanan penumpang. Bus tersebut telah dilengkapi berbagai fitur keselamatan dan keamanan.
"Sudah sangat dinyatakan aman. Kami tinggal menunggu pihak Transjakarta untuk memeriksa unit lainnya yang ingin kami operasikan," kata Manager Operasi Perum PPD Hendri Dunan di Jakarta, Rabu siang.
Hendri menyatakan, dari total 59 unit bus hasil pengadaan 2016, sebanyak 21 unit telah dioperasionalkan sejak Jumat pekan lalu. Sisanya masih tersimpan di pool PPD Jalan Raya Bekasi, Pulogadung, Jakarta Timur.
Dia menyatakan bahwa bus Zhong Tong yang mereka operasikan telah memiliki perangkat keselamatan seperti pemadam api ringan (Apar). Tak tanggung-tanggung, menurut dia, terdapat lima Apar di setiap unit bus. Selain tersebut ada juga lima alat pemadam api otomatis di mesin bus.
"Apar akan bekerja secara otomatis jika ada percikan api atau perubahan suhu yang sangat ekstrem di dalam ruang mesin, dia langsung menyemprot," katanya.
Selain itu, Perum PPD juga telah memasangkan kamera pengawas atau CCTV di dalam ruang mesin. Kegunaannya untuk melihat kinerja mesin serta aspek keamanannya."Kami juga menyiapkan tangga darurat jika terjadi keadaan darurat," katanya.
Puluhan bus Zhong Tong milik PPD tersebut merupakan hasil tender Badan Layanan Umum Daerah Transportasi Jakarta (sekarang PT Transjakarta) tahun 2012-2013 yang dimenangkan oleh PPD.
Dalam kontrak tersebut PPD sebenarnya diharuskan mengoperasikan 59 unit bus tersebut sejak 2014. Namun pelaksanaan kontrak tersebut tersendat karena adanya larangan dari Ahok. Selain itu, bus yang dipesan oleh perusahaan plat merah itu pun tak kunjung datang.
Lewat juru bicaranya, PT Transjakarta menjelaskan bahwa pengoperasian bus berwarna biru yang didasari kontrak 2013 ini adalah putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
"Ini ceritanya adalah pelaksanaan kontrak yang tidak dapat dipenuhi PPD pada waktu itu sehingga terbit penalti dan baru bisa dipenuhi sesuai kontraknya pun ini baru sebagian," ucap Kepala Divisi Sekretaris Korporasi dan Humas TransJakarta Nadia Diposanjoyo, Senin 13 Oktober lalu.
Bus ini, kata Nadia, adalah bentuk dari pelaksanaan kontrak tahun 2013 karena PPD tidak dapat menyerahkan bus pada waktu yang ditentukan. Jumlah bus pertama baru datang pada 28 November 2016 sebanyak 29 dan sisanya sebanyak 30 unit masuk Pelabuhan Tanjung Priok pada 20 Maret 2017.
Akibatnya terjadi perseteruan pada tahun 2016 karena PT Transjakarta meminta PPD membayar penalti atas ketidakmampuannya memenuhi kontrak. Kedua belah pihak akhirnya mengajukan perkara ini ke BANI.
Tahun lalu BANI mengeluarkan putusan yang mewajibkan PPD membayar sejumlah penalti. Selain itu, PT Transjakarta diharuskan memperbolehkan PPD untuk mengoperasikan bus Zhong Tong yang telanjur telah mereka beli.
"Pada Juli 2018, BANI mengeluarkan putusan agar TransJakarta mengoperasikan 59 unit bus gandeng merek Zhong Tong berdasarkan kontrak tahun 2013 dan tetap membayarkan penalti dari wanprestasinya," kata Nadia.
Kendati pengoperasian kembali bus Zhong Tong menjadi perdebatan, beberapa penumpang bus Transjakarta tidak menyadari bahwa bus pabrikan Cina itu sudah beroperasi di koridor 1 (Blok M-Kota), koridor 6 (Dukuh Atas-Ragunan) dan koridor 9 (Pinang Ranti-Pluit) selama sepekan terakhir.
"Sama saja sih, tidak terlalu memerhatikan. Interiornya juga sama ya, tidak jauh beda," kata seorang penumpang bus Transjakarta, Bonie Corina yang menumpangi bus Transjakarta merk Zhong Tong koridor Kota- Blok M, Jumat, 18 Oktober 2019.
Bonie yang sering menggunakan layanan Transjakarta koridor 1 untuk pergi bekerja mengatakan tidak ada perbedaan antara bus yang biasa digunakan dari merk Eropa dengan bus Zhong Tong yang baru beroperasi sejak Jumat, 11 Oktober lalu.
Penumpang lain, Inge Meidiana, mengatakan dia cukup nyaman dengan fasilitas yang tersedia di bus Zhong Tong. Perempuan 18 tahun itu percaya operator bus telah memeriksa kelayakan mesin.
"Khawatir sih iya, tapi pasti ada proses pengecekan," ujar Inge saat ditemui di Halte Harmoni, Rabu sore, 16 Oktober 2019.
Penumpang lain, Ika Defianti, menyoroti kursi penumpang. Menurut dia, kursi bus Zhong Tong lebih kecil ketimbang kursi di bus merek lain, seperti Scania atau Volvo. "Bangkunya enggak tebal kayak Volvo juga," kata dia.
Walaupun perbedaan yang dirasakan penumpang hanyalah masalah interior bus, Organisasi Angkutan Darat atau Organda DKI Jakarta meminta pemerintah provinsi DKI memastikan keamanan bus Zhong Tong.
Menurut Ketua Organda DKI Shafruhan Sinungan, kondisi bus asal Cina tersebut harus dipastikan keamanannya, jika mau dioperasikan. "Yang harus dipastikan adalah kondisi fisik kendaraan itu karena sudah lama tidak jalan, harus dipastikan kondisinya baik. Tidak menimbulkan masalah di lapangan," kata Shafruhan saat dihubungi, Jumat, 18 Oktober 2019.
Teknisi pun wajib menjamin keamanan, kenyamanan dan keselamatan kendaraan. "Istilah kami itu kendaraan harus siap pesta. Kan kalau siap pesta dipakainya bagus, wangi. Kira-kira seperti itu," ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga harus memperhatikan kondisi seluruh komponen bus Transjakarta Zhong Tong tersebut. Jika ada salah satu komponen yang bermasalah, kata dia, semestinya bisa dipertanggungjawabkan oleh agen tunggal pemegang merk (ATPM) bus Zhong Tong. "Nah yang jadi pertanyaan adalah ATPM Zhong Tong di Indonesia siapa?"
IMAM HAMDI | ANTARA