TEMPO.CO, Jakarta - Serangan udara ke dua fasilitas minyak terbesar milik raksasa minyak dunia, Saudi Aramco pada Sabtu subuh membuat Arab Saudi dan masyarakat internasional terperanjat, kaget.
Siapa sangka langit Arab Saudi yang sangat ketat dijaga bisa dibobol, bahkan ke tempat yang termasuk paling ketat penjagaannya karena di situ cadangan minyak negara itu disimpan, di Abqaiq dan Khurais.
Menteri Pertahanan Amerika Serikat yang juga bos Pentagon mengatakan, serangan itu belum pernah terjadi sebelumnya.
Beberapa jam setelah serangan, milisi Houthi mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu. Milisi yang berbasis di Yaman ini mengatakan serangan itu dilakukan dengan drone tempur. Lebih dari 10 drone digunakan untuk menghancurkan fasilitas minyak Arab Saudi itu.
Bahkan Houthi akan melanjutkan serangan ke fasilitas minyak Saudi lainnya sehingga meminta perusahaan asing dan warga asing di lokasi agar segera keluar.
Hanya beberapa jam kemudian, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo menuding Iran di balik serangan itu.
Presiden AS Donald Trump mengutip hasil investigasi awal Arab Saudi yang menyebut senjata yang dipakai untuk menyerang fasilitas minyak sekutunya itu berasal dari Iran.
Dari foto satelit, senjata itu bukan diluncurkan dari Yaman, basisnya milisi Houthi, tapi dari arah yang diduga Iran atau Irak.
AS dan sekutunya sama-sama menuding Iran. Meski bukti kuat belum dihasilkan.
Iran merespons tudingan itu sebagai kebohongan maksimal, seperti dilaporkan Russia Today.
Utusan khusus PBB untuk Yaman, Martin Griffiths secara tegas mengatakan ke Dewan Keamanan PBB bahwa sama sekali belum jelas siapa di balik serangan ke fasilitas minyak Arab Saudi.
Namun, serangan itu telah meningkatkan peluang konflik kawasan.
"Belum jelas benar siapa di balik serangan ini, namun fakta bahwa Ansar Allah telah mengklaim bertanggung jawab sudah cukup buruk," kata Martin Griffiths, menyebut nama resmi milisi Houthi.
Laporan terbaru intelijen AS yang dikutip Al Arabiya dari NBC News, 17 September 2019 menyebutkan serangan terhadap fasilitas minyak Arab Saudi berasal dari Iran.
"Serangan ini memiliki level yang canggih yang belum pernah kami lihat sebelumnya," ujar seorang sumber di Kongres kepada NBC News.
"Anda tidak akan melihat Demokrat menarik balik ide bahwa Iran di belakangnya."
Temuan ini memperkuat temuan Koalisi Arab yang mengatakan, semua indikasi baik itu senjata maupun asal serangan berasal dari Iran.
Juru bicara Koalisi Arab, Turki al-Maliki mengatakan, pihaknya sekarang membuktikan dari mana lokasi penyerangan dilakukan. Temuan awal mengindikasikan arah datangnya serangan dari Barat atau Barat Laut. Itu artinya, bukan dari Yaman yang berada di selatan.
Al-Maliki menjanjikan jika semua laporan sudah lengkap, hasil investigasi akan dipublikasikan ke media.
Apakah jenis senjatanya drone militer seperti klaim milisi Houthi atau senjata lain?
Hanya Houthi yang menyebut drone militer digunakan untuk menyerang 2 fasilitas minyak Saudi Aramco.
Namun, pejabat senior AS kepada Reuters mengungkapkan, bahwa benda itu bukan drone, tapi sejenis rudal penjelajah.
Pendapat berbeda disampaikan seorang jurnalis peraih penghargaan internasional, Finian Cunningham kepada Russia Today, 16 September 2019, bahwa sebenarnya AS menuding Iran hanya untuk alasan sederhan: Washington gagal secara spektakuler untuk melindungi sekutunya Arab Saudi.
Pemerintahan Trump perlu mengkambinghitamkan Iran karena dengan mengakui Houthi sebagai pelaku serangan yang begitu berani di jantung kerajaan minyak dunia itu, maka itu artinya akan menjadi pengakuan tentang kekurangan AS.
Arab Saudi sudah menghabiskan miliarn dollar AS beberapa tahun terakhir untuk membeli sistem pertahanan rudal Patriot produksi AS dam teknologi radar yang dianggap canggih dari Pentagon.
Jika pemberontak Yaman dapat meluncurkan drone tempur sejauh 1000 kilometer ke wilayah Arab Saudi dan merobohkan lokasi produksi pasak di industri mninyak kerajaan, maka akan menjadi masalah yang sangat memalukan bagi AS sebagai pelindung Arab Saudi.
Arab Saudi telah menghabiskan miliaran dollar dalam beberapa tahun terakhir untuk membeli sistem pertahanan rudal US Patriot.
Peristiwa serangan Sabtu subuh ke dua fasilitas minyak Arab Saudi telah mempermalukan AS sebagai pelindung sekutu terdekat di Timur Tengah.
Mengabaikan kemampuan milisi Houthi juga keliru. Jika mengikuti perkembangan 4 tahun terakhir kemampuan Houthi menarget sejumlah lokasi vital Arab Saudi lewat serangan udara terus ditingkatkan. Dan sejak awal pertempuran di Yaman, milisi Houthi sudah menggunakan drone.