TEMPO.CO, Jakarta - Masa kerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta periode 2019–2024 akan berakhir pada 25 Agustus ini. Namun hingga saat ini belum ada kejelasan tentang pemilihan cawagub DKI Jakarta pengganti Sandiaga Uno.
Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Gembong Warsono, mengatakan partainya berkomitmen untuk menyelesaikan pemilihan wakil gubernur baru. Hanya, PDIP tidak bisa sendirian. Sebab, masalah ini sangat bergantung pada lobi partai pengusung ke fraksi-fraksi lain. “Kami hanya bisa mendorong agar kursi wagub segera diisi,” kata Gembong, kemarin.
Sejauh ini, sebagian besar anggota DPRD 2014–2019 cenderung sepakat tak melanjutkan proses pemilihan calon wakil gubernur. Alasannya, waktu yang tersisa tidak mungkin lagi untuk melanjutkan pemilihan. Mereka memilih untuk berfokus menyelesaikan pembahasan tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan 2019.
Atas dasar itu, muncul wacana untuk menyerahkan pemilihan wakil gubernur kepada anggota Dewan periode 2019–2024. Bahkan, Partai Keadilan Sejahtera (PKS)—pengusung calon wakil gubernur Ahmad Syaikhu dan Agung Yulianto—sudah menegaskan untuk memasukkan agenda pemilihan wakil gubernur di awal periode DPRD 2019–2024. Partai ini mendapat dukungan dari partai baru yang lolos ke Parlemen Jakarta, yaitu Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
“Kami akan mendorong pembahasan prioritas di pekan-pekan awal untuk pemilihan cawagub,” kata politikus PSI, Ahmad Idris. Bila melihat komposisi anggota DPRD DKI Jakarta yang baru, tidak jauh berbeda dengan periode sebelumnya, yakni dikendalikan oleh lima partai utama, yakni PDIP, Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat.
Berdasarkan ketetapan KPU DKI Jakarta, dari106 anggota DPRD periode 2019–2024, sebanyak 25 kursi diduduki PDIP, 19 kursi Gerindra, 16 kursi PKS, 10 kursi Demokrat, 8 kursi Partai Solidaritas Indonesia, 7 kursi Nasdem, 6 kursi Golkar, 5 kursi Partai Kebangkitan Bangsa, dan 1 kursi Partai Persatuan Pembangunan.
Namun, Ketua Panitia Khusus Pemilihan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Muhammad Sangaji, meragukan DPRD yang baru bisa segera meyelesaikan pemilihan wakil gubernur. Akasannya, Dewan periode mendatang bakal banyak membutuhkan waktu untuk membahas rencana APBD 2020 yang harus diketok pada November 2019.
Selain itu, kata Sangaji, DPRD baru harus menuntaskan penyusunan alat kelengkapan Dewan. Dia memperkirakan, susunan pimpinan DPRD, komisi, dan fraksi, baru rampung pada Maret atau April 2020. Alat kelengkapan dewan ini menjadi krusial karena menjadi syarat untuk membentuk lagi panitia khusus pemilihan wakil gubernur.
Proses kerja panitia khusus baru itu, menurut Sangaji, juga tak boleh melebihi Mei 2020 atau batas 18 bulan sebelum masa jabatan kepala daerah DKI Jakarta. Kerumitan ini terjadi karena DPRD 2014–2019 belum mengesahkan draf tata tertib pemilihan calon wakil gubernur yang disusun oleh Sangaji dan timnya. “Jika terus diulur hingga tahun depan, pemilihan belum tentu bisa dilakukan pada Mei 2020,” ujar Sangaji.
Penundaan pemilihan itu juga berdampak pada calon wakil gubernur Ahmad Syaikhu yang lolos menjadi anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Barat. Hingga kemarin, Syaikhu belum memutuskan apakah akan melanjutkan pencalonannya atau memilih dilantik sebagai anggota parlemen Senayan pada Oktober 2019. “Keputusan ini diserahkan ke partai (PKS). Apa keinginan partai, saya akan ikuti,” kata Syaikhu.
Ketua Fraksi PKS, Abdurrahman Suhaimi, justru mengatakan partainya memberi kebebasan kepada Syaikhu untuk menentukan pilihan. Pengurus partai, kata dia, saat ini tetap berupaya mendorong semua fraksi dan pimpinan di DPRD segera menuntaskan proses pemilihan wakil gubernur. “Ini sebenarnya hanya keinginan saja. Alasan waktu rasanya tak elok. Bisa kok dalam satu hari kalau memang ingin,” kata Suhaimi.
Pemilihan Cawagub DKI Jakarta mencuat setelah Sandia Uno mengundurkan diri dari jabatan wagub DKI Jakarta pada November 2018 untuk selanjutnya menjadi calon wakil presiden, mendampingi cawapres Prabowo Subianto.
Awalnya, partai pengusung Anies Baswedan-Sandiaga Uno, PKS dan Partai Gerindra, mengusulkan dua calon wagub. Setelah muncul dua nama, partai menggelar fit and proper test untuk menyeleksi kandidat.
PKS mengusulkan Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PKS DKI Agung Yulianto dan mantan Wakil Wali Kota Bekasi Ahmad Syaikhu. Tahapan ini sempat jalan di tempat lantaran Gerindra ingin calon yang diusulkan PKS itu berjumlah lebih dari dua orang.
Alhasil, Ketua Fraksi PKS di DPRD DKI, Abdurahman Suhaimi, masuk bursa calon wagub. Tim fit and proper test yang terdiri dari empat orang memutuskan Agung dan Syaikhu yang layak dicalonkan.
Partai lalu menyerahkan surat berisikan dua nama ini kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Anies yang meneruskan surat itu ke anggota dewan.
Bola pemilihan wagub pun kini ada di DPRD. Dewan membentuk dua kepanitiaan, yakni pansus dan panlih. Pansus merumuskan dan mengesahkan tatib pemilihan, sementara panlih yang mengeksekusinya.
Penetapan satu nama yang terpilih sebagai wagub dilakukan dalam rapat paripurna dewan. Paripurna baru bisa berjalan apabila dua per tiga dari 106 anggota dewan hadir rapat alias kuorum. Calon wagub dengan perolehan suara 50+1 yang berhak menggantikan Sandiaga Uno.
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik berujar, persyaratan kuorum dan suara 50+1 tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota.
Anies Baswedan meminta agar DPRD segera menggelar rapat paripurna terkait pemilihan wagub DKI. Hal ini berkaitan dengan genapnya satu tahun Anies menjalankan kepemimpinan tanpa wakil. "Kami harapkan DPRD segera sidang," ujarnya. Namun, DPRD lebih memilih menyerahkan kelanjutan cawagub DKI kepada anggota DPRD yang baru.
Alasannya, pembahasan APBD Perubahan 2019 lebih mendesak ketimbang membahas cawagub DKI Jakarta. "Untuk sekarang, DPRD fokus ke APBD Perubahan 2019," ujar Wakil Ketua DPRD DKI, Muhamad Taufik, Jumat, 9 Agustus 2019.