Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional Amien Rais menyebut kubu pendukung Prabowo Subianto akan lebih terhormat jika berada di luar pemerintahan. Tujuannya, untuk memberikan pengawasan terhadap pemerintahan selama lima tahun ke depan.
Baca juga: Aktivis: Pertemuan Jokowi-Prabowo Negosiasi, Bukan Rekonsiliasi
"Tentu sangat indah kalau kubu Prabowo itu di luar, juga terhormat," kata Amien di sela menerima kunjungan pengurus DPW PAN Jawa Tengah di kediamannya, Jalan Pandean Sari, Condongcatur, Kecamatan Depok, Sleman, Sabtu, 13 Juli 2019.
Menurut Amien, apabila kubu Prabowo bergabung dengan pemerintah, tidak akan ada lagi yang mengawasi. Itu, akan membuat seluruh suara di DPR sama dengan suara di eksekutif. "Itu pertanda lonceng kematian demokrasi."
Demokrasi, lanjut Amien, akan mengalami musibah yang paling berat dan sulit bangkit jika parlemen sudah menjadi jubirnya eksekutif. Apalagi, kata dia, kalau yudikatifnya juga mengamini. "(Maka) game it's over."
Menyinggung pertemuan antara Prabowo Subianto dan Joko Widodo di Stasiun Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta, Sabtu pagi, Amien belum mau berkomentar. "Saya hanya akan memberikan pernyataan setelah saya membaca surat Pak Prabowo," kata Amien. Ia mengatakan Prabowo mengirimkan surat.
Sementara itu, Persaudaraan Alumni atau PA 212 menolak rekonsiliasi antara Prabowo Subianto dan Joko Widodo. PA 212 menyatakan sudah tak pernah berkomunikasi dengan Prabowo sejak putusan sengketa Pemilihan Presiden oleh Mahkamah Konstitusi 28 Juni 2019.
"Mungkin Prabowo lebih mendengar masukan dari orang-orang sekitarnya yang jadi penghianat," kata juru bicara PA 212 Novel Bamukmin, dihubungi Sabtu malam, 13 Juli 2019.
Baca: Alasan Prabowo Baru Sekarang Ucapkan Selamat pada Jokowi
Menurut Novel, pengkhianat itu adalah orang-orang partai. Dia mengatakan tak cuma PA 212 yang menolak rekonsiliasi ini. Tapi juga elemen masyarakat yang mendukung Prabowo pada pilpres 2019 seperti Gerakan Nasional Pengawas Fatwa Ulama, Front Pembela Islam, dan Forum Umat Islam.
Novel mengatakan pihaknya akan menggelar Ijtima Ulama keempat untuk menentukan sikap terhadap pertemuan Prabowo dan Jokowi di Stasiun Moda Raya Terpadu, Lebak Bulus, Sabtu, 13 Juli 2019. Itu pertemuan pertama sejak keduanya ikut kontestasi pilpres 2019.
Di lain pihak, pelbagai pihak pun memuji pertemuan ini. Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia ini mengatakan moda transportasi bisa menjadi simbol bahwa kedua kubu akan bersatu dalam sebuah pergerakan ke suatu arah. “Jadi bukan bertemu dalam sebuah stagnansi atau diam di tempat, tapi bertemu dalam sebuah perjalan, bertemu sambil bergerak,” kata Yunarto pada Sabtu, 13 Juli 2019.
Selain itu, menurut dia, pertemuan di moda transportasi umum juga dapat menyimbolkan bahwa kedua kubu ingin mengajak masyarakat ikut dalam rekonsiliasi ini. “Harusnya memberikan pesan kuat kepada masing-masing pendukung untuk rekonsiliasi, bukan berhenti di dua individu ini,” katanya.
Sementara itu, pengamat politik CSIS, Arya Fernandes menganggap pemilihan lokasi MRT untuk menunjukkan efek dramatis. Selain itu, pemilihan lokasi ini karena MRT adalah lokasi netral yang bukan simbol politik tertentu.
Baca: Pidato Lengkap Jokowi: Tak Ada Lagi Cebong dan Kampret
Dia berharap pertemuan ini dapat menghilangkan tensi politik di masyarakat. “Penting bagi publik untuk melihat bahwa dua pemimpin ini sudah islah,” kata dia.