TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan pemerintah membatasi akses ke sejumlah media sosial seperti Facebook, Instagram dan layanan pesan WhatsApp untuk sementara waktu cukup mempersulit kalangan pengusaha yang bergerak di bidang perdagangan dan jasa online. Sejumlah pengusaha online hingga pelaku e-commerce dari berbagai skala usaha mengaku merasakan dampak langsung atas keputusan pemerintah tersebut.
Baca: WhatsApp Dibatasi, Polda: Sering Dipakai untuk Provokasi Massa
Pemilik usaha mikro, kecil, menengah yang menjajakan kue secara online melalui Instagram, yakni Frannoto, misalnya. Frannoto yang memiliki merek dagang Nyicipkue mengatakan penjualan produknya menurun drastis pada 22 Mei 2019 lalu.
Selama satu hari penuh, Frannoto hanya mencatatkan satu pesanan kue pie. "Biasa ada orderan belasan tiap hari. Kemarin cuma satu loyang," ujarnya melalui aplikasi WhatsApp.
Lebih jauh Frannoto mengatakan pesanan dari pelanggan mulai mandek pukul 10.00 WIB. Kerugian yang ditanggung pun mencapai jutaan dengan asumsi per loyang kue dijual seharga Rp 60-100 ribu. Kerugian ditanggung lantaran perputaran uang usahanya mandek.
"Belanjaan bahan saya juga di-pending kemarin. Enggak jadi dikirim oleh jasa ekspedisi, padahal urgent butuh," ucap Frannoto. Imbas sepinya pelanggan karena pesanan dirasakan Frannoto hingga Kamis siang. Menurut dia, lesunya pemesanan terjadi sebagai Internet yang belum stabil dan arus pengiriman barang yang belum lancar.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara menyebutkan bahwa pembatasan akses ke sejumlah fitur-fitur di media sosial hanya bersifat sementara. Meskipun tidak bisa mengirim gambar dan video secara cepat di Facebook, Instagram, WhatsApp dan Twitter, Rudiantara memastikan pengiriman teks masih normal. Layanan panggilan suaran dan SMS secara seluler juga dipastikan normal.
Pembatasan, kata Rudiantara, dilakukan karena banyak informasi yang viral, cepat menyebar, dan langsung berpengaruh pada kondisi psikologis masyarakat terkait demo 22 Mei hari ini. “Jadi kita akan mengalami pelambatan kalau download atau upload video juga foto,” ucapnya.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menyebutkan keputusan pemerintah ini harus diambil mengingat kebutuhan untuk keamanan negara. Ia juga memastikan bahwa tindakan yang dilakukan melihat kondisi dan situasi, dan tidak sewenang-wenang.
"Kami juga sangat menyesalkan dan ini harus kita lakukan, semata-mata bukan sewenang-wenang, bukan, tetapi mengajak bahwa ini upaya untuk mengamankan negeri kita tercinta ini," ujar Wiranto. "Demi negeri ini, tuntutan untuk 2-3 hari tidak lihat gambar gak apa apa, iya kan."
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono menyebutkan pembatasan fitur di WhatsApp salah satunya karena aplikasi ini diketahui sering digunakan untuk memprovokasi aksi massa yang terjadi sejak Selasa lalu.
Argo menyebutkan, salah satu tersangka dari 257 tersangka yang telah dipenjarakan terkait aksi itu, menggunakan layanan Whatsapp Group untuk terus mengundang massa aksi agar bertindak anarkis terhadap anggota Polri. Tindak anarkis itu diarahkan ke aparat kepolisian yang memberi pengamanan massa aksi di sejumlah titik di Bawaslu, Petamburan dan Polsek Gambir.
"Jadi tidak hanya ada provokasi lapangan yang kami amankan, tetapi juga ada yang provokasi massa melalui Whatsapp Group," kata Argo, Rabu, 22 Mei 2019. "Tersangka ini mengirim foto aksi anarkis di sejumlah lokasi, agar massa terpancing."