Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Komisi Tinggi HAM PBB Soroti Penangkapan CEO Rappler

Reporter

Editor

Budi Riza

image-gnews
Maria Ressa, CEO platform berita online Rappler, menandatangani lembar berita acara penangkapan di Biro Investigasi Nasional di Manila, Filipina, 13 Februari 2019. [REUTERS / Eloisa Lopez]
Maria Ressa, CEO platform berita online Rappler, menandatangani lembar berita acara penangkapan di Biro Investigasi Nasional di Manila, Filipina, 13 Februari 2019. [REUTERS / Eloisa Lopez]
Iklan

TEMPO.COManila – Kantor Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa – Bangsa menyampaikan kekhawatiran terkait penangkapan Chief Executive Officer Rappler, Maria Ressa.

Baca:

 

Lembaga tinggi internasional yang membela HAM ini meminta adanya kajian menyeluruh dan independen atas tuduhan otoritas Filipina terhadap Ressa, yang juga seorang jurnalis senior ini, dan media lainnya di negara itu.

“Kami sangat prihatin dengan penangkapan terkait tuduhan pencemaran nama baik oleh Maria Ressa, CEO media berita independen Rappler di Filipina. Ini nampak memiliki pola intimidasi terhadap media, yang telah gigih menjaga independensinya dan hak-hak nya untuk melakukan investigasi mendalam dan mengkritik otoritas,” kata Rupert Colville, juru bicara Kantor Komisi Tinggi HAM PBB, seperti dilansir Manila Buletin pada Senin, 18 Februari 2019.

Baca:

 

Colville, dalam pernyataan tertulis tertanggal beberapa hari lalu, menyoroti pembebasan Ressa oleh otoritas Filipina. Ini karena tuduhan pelanggaran hukum itu masih berlaku dan kasusnya masih diproses.

Komisi Tinggi HAM PBB juga membela hak Ressa dan media Rappler terhadap upaya pemerintah yang menyalahgunakan kekuasaan pemerintahan dan yudisial termasuk undang-undang pencemaran nama baik untuk menekan media.

Baca:

 
Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Maria Ressa telah menjadi pengritik Preisden Duterte dan kebijakan pemerintah yang kritis. Pemerintah sebelumnya juga mencoba mencabut izin penerbitan Rappler sehingga tidak bisa beroperasi. Jurnalis Rappler juga mendapat intimidasi fisik,” kata Colville dalam pernyataannya.

Lembaga internasional ini juga menyoroti upaya intimidasi terhadap media karena berdampak serius terhadap kebebasan berpendapat dan kebebasan secara umum. Lembaga ini menegaskan jurnalis memiliki hak-hak untuk melakukan tugas profesional secara aman dan tanpa rasa takut adanya pembalasan seperti diatur undang-undang internasional.

Seperti dilansir Aljazeera, otoritas hukum Filipina sempat menangkap Ressa pada pekan lalu di kantornya. Dia sempat mendekam semalam di ruang tahanan Biro Investigasi Nasional. Dia dibebaskan setelah membayar uang jaminan sebanyak Rp27 juta.

Baca:

 

Ressa menghadapi kasus pencemaran nama baik dunia online terkait berita yang pernah dilansir media Rappler pada 2012. Berita itu menyatakan pengusaha Wilfredo Keng merupakan pemilik sebuah mobil SUV, yang digunakan ketua pengadilan Renato Corona. Pengusaha itu membantah pemberitaan Rappler dan kasusnya belum kelar sampai saat ini.

Filipina lalu memberlakukan Cybercrime Prevention Act atau UU ITE pada September 2012. Padahal, Rappler memperbarui artikel terkait berita tadi pada Februari 2014 atau sebelum UU berlaku.

Penangkapan Ressa dan tekanan terhadap media di Filipina menimbulkan kecaman dari berbagai kalangan termasuk Eropa. Menanggapi ini, Inquirer melansir, pemerintah Filipina akan mengirim 'karavan kebebasan pers' untuk mengunjungi Belgia dan Swiss untuk bicara soal kasus Rappler dari sisi pemerintah Filipina. Brussel, yang merupakan ibu kota Belgia, merupakan ibu kota dari Uni Eropa.

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Sembuh dari Pneumonia, Imelda Marcos Keluar dari Rumah Sakit

5 hari lalu

Imelda Marcos. AP/Pat Roque
Sembuh dari Pneumonia, Imelda Marcos Keluar dari Rumah Sakit

Mantan Ibu Negara Imelda Marcos keluar dari rumah sakit setelah pekan lalu dirawat karena pneumonia ringan.


Kanselir Jerman Olaf Scholz Serukan Deeskalasi di Laut Cina Selatan

5 hari lalu

Kanselir Jerman Olaf Scholz dan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. mengadakan konferensi pers di Berlin, Jerman, 12 Maret 2024. REUTERS/Liesa Johannssen
Kanselir Jerman Olaf Scholz Serukan Deeskalasi di Laut Cina Selatan

Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan deeskalasi sengketa Laut Cina Selatan harus menjadi prioritas.


Dua Awak Kapal Filipina Tewas dalam Serangan Rudal Houthi di Teluk Aden

11 hari lalu

Militan Houthi yang didukung Iran di Yaman telah meningkatkan serangan terhadap kapal-kapal di Laut Merah. REUTERS
Dua Awak Kapal Filipina Tewas dalam Serangan Rudal Houthi di Teluk Aden

Dua dari tiga awak kapal yang tewas dalam serangan mematikan Houthi di Teluk Aden dikonfirmasi sebagai warga negara Filipina.


Kelompok Transgender Filipina dan Thailand Baku Hantam, Apa Penyebabnya?

12 hari lalu

Ilustrasi tawuran / perkelahian / kerusuhan. Shutterstock
Kelompok Transgender Filipina dan Thailand Baku Hantam, Apa Penyebabnya?

Polisi Thailand membubarkan perkelahian antara kelompok transgender Filipina dan Thailand


Ferdinand Marcos Jr Sebut Filipina Tak akan Serahkan Yurisdiksi Maritim di Laut Cina Selatan

14 hari lalu

Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. Aaron Favila/POOL via REUTERS
Ferdinand Marcos Jr Sebut Filipina Tak akan Serahkan Yurisdiksi Maritim di Laut Cina Selatan

Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. menyayangkan Cina terus melanggar kedaulatan dan yurisdiksi negaranya di Laut Cina Selatan.


Komisi Tinggi HAM PBB: Akses Junta Myanmar terhadap Senjata dan Uang Harus Diputus

17 hari lalu

Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Turk berbicara saat konferensi pers di Amman, Yordania 10 November 2023. REUTERS/Alaa Al Sukhni
Komisi Tinggi HAM PBB: Akses Junta Myanmar terhadap Senjata dan Uang Harus Diputus

Komisi Tinggi HAM PBB menyoroti isu yang masih berlangsung di Myanmar, yaitu kekuasaan junta Myanmar dan persekusi etnis Rohingya.


Presiden Filipina Waswas Angkatan Laut Cina Ada di Laut Cina Selatan

19 hari lalu

Bendera Filipina berkibar dari BRP Sierra Madre, sebuah kapal Angkatan Laut Filipina yang kandas sejak 1999 dan menjadi detasemen militer Filipina di Second Thomas Shoal yang disengketakan, bagian dari Kepulauan Spratly, di Laut Cina Selatan, 29 Maret 2014. REUTERS  /Erik De Castro
Presiden Filipina Waswas Angkatan Laut Cina Ada di Laut Cina Selatan

Presiden Filipina memastikan meski Angkatan Laut Cina berada di Laut Cina Selatan, hal itu tidak akan membuatnya gentar.


Filipina Tunjuk Tom Saintfiet sebagai Pelatih Baru, Langsung Target Juara Piala AFF 2024

21 hari lalu

Pemain timnas Filipina, Mike Ott dan Kevin Ingreso melakukan selebrasi setelah mencetak gol ke gawang Timnas Indonesia dalam Kualifikasi Piala Dunia di Rizal Memorial Stadium, Manila, Filipina, 21 November 2023. REUTERS/Eloisa Lopez
Filipina Tunjuk Tom Saintfiet sebagai Pelatih Baru, Langsung Target Juara Piala AFF 2024

Federasi Sepak Bola Filipina (PFF) menunjuk Tom Saintfiet sebagai pelatih kepala menggantikan Michael Weiss.


Kilas Balik Naiknya Cory Aquino, Mengakhiri Rezim Diktator Filipina Ferdinand Marcos

22 hari lalu

Kilas Balik Naiknya Cory Aquino, Mengakhiri Rezim Diktator Filipina Ferdinand Marcos

Cory Aquino memimpin jutaan orang dalam pemberontakan damai yang menggulingkan Ferdinand Marcos yang berkuasa dengan tangan besi selama 2 dekade.


People Power 22-25 Februari 1986, Perjuangan Rakyat Filipina Melawan Rezim Diktator Ferdinand Marcos

24 hari lalu

People Power 22-25 Februari 1986, Perjuangan Rakyat Filipina Melawan Rezim Diktator Ferdinand Marcos

Revolusi People Power terjadi sepanjang 22-25 Februari 1986. Perjuangan rakyat Filipina melawan rezim diktator Ferdinand Marcos.