TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah DKI kerepotan mengatasi masalah sampah laut yang mengendap di kawasan Teluk Jakarta. "Meskipun jumlahnya kecil dibandingkan sampah di darat, tapi sampah laut susah diambil," kata Wakil Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Ali Maulana Hakim kepada Tempo, Kamis, 23 Agustus 2018.
Baca: Sampah di Pesisir Jakarta, Pejabat KKP Sebut Penyebabnya
Ali membeberkan data bahwa sampah yang diambil dari laut 20-25 ton per hari. Sedangkan sampah yang diambil dari muara sungai mencapai 200-400 ton per hari. Jumlah itu tak sebanding dengan sampah di daratan yang begitu banyak, yakni 7.000 ton tiap hari. Masalahnya, sampah di sungai dan laut sulit diambil karena berada di kedalaman dan terombang-ambing ombak.
Jenis sampah di laut dan sungai, menurut Ali, menambah derajat kesulitan pengambilannya. "Sampahnya tidak hanya kantong plastik, tapi (juga) kasur bekas, televisi, bangkai motor, bangkai kambing, dan lain sebagainya,” ujarnya. Apalagi pemerintah DKI punya hambatan dalam mengerahkan petugas kebersihan. Dinas Lingkungan DKI hanya memiliki enam kapal tongkang sampah, yang setiap hari harus berkeliling mencari sampah di laut, termasuk sampah dari permukiman di Kepulauan Seribu.
Menurut Ali, berdasarkan tren setiap tahun, jumlah sampah di Jakarta meningkat mengikuti pertumbuhan penduduk. Data Dinas Lingkungan Hidup DKI menunjukkan setiap orang Jakarta menghasilkan rata-rata 0,67 kilogram sampah per hari. Sebagian besar berupa sampah plastik. Dalam setahun, produksi sampah di Jakarta mencapai 2,5 juta ton.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Indonesia DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi mewanti-wanti bahwa sampah dapat merusak ekosistem, khususnya keanekaragaman hayati di dalam laut Teluk Jakarta. Sampah laut dapat mencemari biota dan lingkungan di pulau-pulau kecil kawasan Kepulauan Seribu. Perserikatan Bangsa-Bangsa pun pernah memperingatkan bahaya sampah laut di dunia, yang diperkirakan mencapai 8 juta ton per tahun.
Menurut dia, masalah sampah Jakarta tak pernah usai karena buruknya sistem pengelolaan. Seharusnya, pemerintah DKI membatasi sampah di tingkat produsen, yang harus bertanggung jawab menangani sampah plastik yang dihasilkan. DKI pun dianggap inkonsisten terhadap program pemilahan sampah.
Dia menjelaskan, di sejumlah tempat, masyarakat telah menjalankan program pemilahan sampah. Namun, ketika diangkut ke dalam truk sampah, yang sudah dipilah justru dicampur.
Ali menambahkan, pemerintah DKI telah mengidentifikasi sampah laut dari jenis dan sumbernya. Mulai sampah kiriman ketika pasang ombak, kiriman dari muara 13 sungai Jakarta, permukiman pesisir Jakarta, hingga sampah dari kawasan permukiman di Kepulauan Seribu. Tiap sumber tersebut ditangani dengan metode yang berbeda-beda.
Baca: Emil Salim Usulkan Tiga Solusi Atasi Sampah di Teluk Jakarta
Pemerintah DKI, kata Ali, bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menangani sampah melalui Program Menghadap ke Laut. DKI beberapa waktu lalu membuat gerakan bersih sampah di Ancol untuk menciptakan kesadaran masyarakat. Tanpa peran serta masyarakat, pemerintah kewalahan menangani sampah di Teluk Jakarta.