TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di bawah Gubernur Anies Baswedan berencana menata 21 kampung.
Tim pelaksana berikut daftar kampung yang akan dirombak sudah ditetapkan. Namun, perbaikan di sembilan kampung bakal tak mulus sebab terganjal aturan tentang tata ruang Ibu Kota.
Rencana penataan 21 kampung di Ibu Kota tercantum dalam Keputusan Gubernur Nomor 878 Tahun 2018 tentang Gugus Tugas Pelaksanaan Penataan Kampung dan Masyarakat. Gubernur Anies Baswedan meneken keputusan tersebut pada 21 Mei lalu.
Dari 21 kampung tadi, sembilan di antaranya berada di luar zona permukiman. Kampung Rawa Barat dan Rawa Timur di Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, misalnya, berada di zona hijau yang berfungsi sebagai ruang terbuka hijau.
Baca: Tata 21 Kampung, Anies Baswedan Bentuk Gugus Tugas
Adapun Kampung Kerang Ijo, di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, berada di zona biru atau laut.
Kampung Tongkol, Lodan, dan Krapu di Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara, juga bermasalah. Kampung itu berada di zona sempadan sungai berupa jalan inspeksi.
Di kecamatan yang sama, Kampung Akuarium masuk zona pemerintah daerah. Adapun, Kampung Marlina dan Gedong Pompa masuk zona perkantoran.
Bukannya mengubah rencana penataan kampung, Pemerintah Provinsi DKI justru memilih merevisi aturan tata ruang agar proyek penataan kampung lancar jaya. Aturan yang akan diubah adalah Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Zonasi.
“Akan di-review ulang (aturan tata kota),” ujar Wakil Gubernur Sandiaga Uno di Balai Kota, kemarin, seperti dimuat di Koran Tempo edisi hari ini, Jumat, 25 Mei 2018.
Untuk merevisi Perda Nomor 1 Tahun 2014 tersebut tak semudah membalik telapak tangan. Perlu waktu sebab revisi harus disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta.
Menurut Sandiaga Uno, penataan 21 kampung harus sesuai aturan tata ruang dan zonasi. Maka penataan baru akan dimulai setelah aturan tata ruang direvisi.
Selama penataan, dia melanjutkan, Pemerintah Provinsi DKI bakal membangun tempat penampungan sementara (shelter). Penataan kampung sebagai realisasi janji kampanye pasangan Anies-Sandi dalam Pilkada 2017 tersebut akan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan, Benni Agus, mengatakan aturan tata ruang Ibu Kota saat ini memiliki kekurangan. Perda Nomor 1 Tahun 2014 tak mengakomodasi semua perkampungan yang telanjur ada jauh sebelum aturan itu disahkan.
“Itu harus diperbaiki. Kami akan evaluasi dengan memperhatikan kondisi existing,” tuturnya.
Koordinator Advokasi Urban Poor Consortium Gugun Muhammad juga menilai Perda Rencana Detail Tata Ruang cacat hukum karena pembahasannya tak melibatkan warga kampung. Dia mencontohkan, warga Kampung Tongkol telah tinggal di sana sejak 1970. “Tiba-tiba aturan tata ruang 2014 keluar. Terus kampung kami dianggap ilegal. Ya nggak bisa,” ujarnya.
Adapun Ahli Tata Kota Nirwono Joga mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI tak bisa seenaknya merevisi aturan tata ruang. Sebab, hal itu bakal menimbulkan ketidakpastian tata ruang.
Dia bahkan mengkritik kebijakan Anies Baswedan bahwa pengubahan tata ruang demi menampung aspirasi kelompok tertentu akan menjadi preseden buruk. “Nanti warga yang tinggal di pinggiran kali bisa minta dilegalisasi semua,” ucap Nirwono.
DIAS PRASONGKO