TEMPO.CO, Jakarta -Pemerintah mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosial dalam evaluasi kebijakan penambahan cuti bersama. Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani, mengatakan akan mengajak perwakilan pengusaha untuk berunding mengenai penetapan libur tambahan Idul Fitri 1439 Hijriah.
Menurut Puan, hasil evaluasi itu akan disampaikan dalam dua hari ke depan. "Secepatnya akan kumpul lagi untuk kemudian menyamakan persepsi," kata dia di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 2 Mei 2018.
Melalui surat keputusan bersama (SKB) yang ditandatangani tiga menteri pada 18 April 2018, pemerintah menambah tiga hari untuk cuti bersama, yakni pada 11, 12, dan 20 Juni. Jika ditambah masa libur Lebaran 2018 pada 15-17 Juni dan jatah cuti empat hari yang telah ditetapkan sebelumnya, total hari libur menjadi sepuluh hari. Tambahan libur itu didasarkan pertimbangan untuk menghindari kemacetan arus mudik, lantaran para pekerja memiliki rentang waktu yang lebih lebar untuk bepergian.
Baca: Kemnaker Evaluasi Masukan Soal Revisi Cuti Bersama Lebaran
Namun kebijakan itu diprotes pengusaha. Puan pun mengaku mendapat masukan terkait dengan potensi kerugian ekonomi, sehingga memutuskan untuk mengevaluasi penetapan libur tambahan. "Sudah banyak yang menyampaikan, dari perbankan, pelabuhan, bursa efek, dan hal yang berkaitan dengan ekonomi,” ujar dia.
Puan menyebut kebijakan cuti bersama belum diatur dalam keputusan presiden (kepres). Dasar hukumnya adalah SKB yang disepakati Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, dan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, menyesalkan nihilnya keterlibatan asosiasi pengusaha dalam penetapan SKB cuti bersama. Padahal, kata dia, pemberian libur yang terlalu panjang merugikan sektor industri. "Tak termasuk Ahad, hari kerja terpotong sembilan hari. Produksi harus dipadatkan lebih awal (sebelum libur), dan jadi ada beban lembur," kata dia kepada Tempo, Rabu, 2 Mei 2018.
Menurut Hariyadi, angka kerugian pengusaha tak bisa dipukul rata karena perbedaan beban tiap sektor. Namun, dia memberi contoh, volume produksi industri serat sintetis bisa menurun 50 persen karena libur panjang.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan tambahan cuti bisa mengganggu birokrasi pengurus izin ekspor-impor dan investasi. "Karena harus menunggu petugas pemerintah masuk pasca-cuti. Jalan yang biasa dilalui transportasi logistik pun terpaksa lebih lama dialihfungsikan untuk mudik," kata dia.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi, mengatakan antisipasi mudik Lebaran masih sesuai dengan kebijakan total libur selama sepuluh hari. "Kan belum tentu berubah."
Adapun Direktur Lalu Lintas Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Pandu Yunianto, meyakini evaluasi skema libur tak mempengaruhi prediksi puncak arus balik dan mudik. Dia memastikan lembaganya dan Korps Lalu Lintas Kepolisian RI menyiapkan skenario alternatif jika pola pulang-pergi pemudik berubah.
"Puncak mudik masih diperkirakan pada 13 Juni atau H-2 dan arus balik pertamanya pada 19 Juni. Perpanjangan cuti bersama hanya akan menurunkan volume kepadatan," kata Pandu.
YOHANES PASKALIS PAE DALE I FRISKI RIANA