TEMPO.CO, Jakarta -Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengungkap rencana membentuk tim untuk melaksanakan putusan Mahkamah Agung agar mengambil alih sepenuhnya pengelolaan air bersih dari operator swasta bertepatan dengan Hari Air Sedunia 2018.
Anies Baswedan mengungkap tim itu adalah untuk melaksanakan putusan yang telah berusia hampir setahun tersebut. “Nanti ada tim yang mengerjakannya,” ujar Anies di Hotel Indonesia Kempinski, Kamis, 22 Maret 2018. Namun dia belum bisa membeberkan tugas dan keanggotaan tim tersebut. Tanggal 22 Maret adalah Hari Air Sedunia.
Anies Baswedan juga menegaskan tak merestui perubahan kontrak kerja sama Perusahaan Daerah Air Minum Jakarta (PAM Jaya) dengan PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta (Aetra). Dia membatalkan rencana penandatanganan restrukturisasi kontrak kerja sama PAM Jaya dengan dua mitra swastanya itu, Rabu lalu, 21 Maret 2018.
Baca : Hari Air Sedunia: Ada Gedung Pakai Septic Tank di DKI Jakarta
Kuasa hukum Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta, Arif Maulana, meminta pemerintah DKI dan PAM Jaya melaksanakan putusan Mahkamah dengan mengambil alih pengelolaan air Ibu Kota dari Palyja dan Aetra. Dia menilai restrukturisasi kontrak bukanlah cara melaksanakan putusan Mahkamah.
“Mahkamah Agung bilang hentikan swastanisasi air, bukan malah restrukturisasi kontrak,” ujar Arif.
Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi Koalisi pada 10 April 2017. Dalam amar putusannya, Mahkamah menilai kerja sama PAM Jaya dengan Palyja dan Aetra sejak 6 Juni 1997 tidak meningkatkan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas pelayanan air bersih bagi warga Ibu Kota. Menurut hakim kasasi, PAM Jaya kehilangan kewenangan pengelolaan air minum karena dialihkan kepada pihak swasta.
Arif menuturkan, masyarakat telah banyak dirugikan karena pengelolaan air diserahkan kepada Palyja dan Aetra. Sebab, dua operator air itu tak kunjung mampu mengalirkan air bagi seluruh warga Ibu Kota. Hingga saat ini cakupan pelayanan air bersih oleh perusahaan air itu baru mencapai 60 persen.
Arif berencana mengajukan permintaan pelaksanaan eksekusi putusan Mahkamah tersebut kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat jika pemerintah DKI dan PAM Jaya tak kunjung melaksanakan putusan itu. “Kami akan ajukan permohonan eksekusi kalau komitmen Gubernur (melaksanakan putusan) ternyata hanya angin surga,” ujarnya.
Salah satu penggugat citizen lawsuit, Suhendi Nur, kecewa karena pemerintah DKI dan PAM Jaya tak kunjung mengambil alih pengelolaan air dari Palyja dan Aetra. Pria berusia 62 tahun itu menilai dua operator air tersebut tidak akan memikirkan kebutuhan air bersih warga Jakarta, khususnya masyarakat menengah ke bawah.
Nasib lebih buruk dialami oleh Elsa Sari. Perempuan yang tinggal di Rawa Badak, Jakarta Utara, itu terpaksa membeli air dari pedagang air keliling lantaran tak punya uang untuk membayar pembangunan jaringan air pipa. Dalam sehari, ibu dua anak itu membeli 10 jeriken air. Satu jeriken air harganya Rp 5.000 dengan isi 20-25 liter per jeriken.
Simak juga : Hari Air Sedunia: Ini 12 Fakta Mencengangkan Soal Air
“Saya bahkan hanya mandi sehari sekali untuk menghemat air,” tutur Elsa, mengeluh. Dia mengikuti aksi mandi bersama di depan Balai Kota untuk memperingati Hari Air Sedunia kemarin.
Direktur Utama PAM Jaya Erlan Hidayat belum menanggapi ihwal tuntutan dari Koalisi. “Ini mau rapat,” tuturnya kemarin. Sebelumnya, dia berkukuh bahwa restrukturisasi kontrak merupakan pelaksanaan putusan Mahkamah. "(Peran swasta) di produksi dan distribusi masih boleh," tutur Erlan.
Adapun Direktur Operasional Aetra, Lintong Hutasoit, enggan memberikan pernyataan ihwal tuntutan dari Koalisi. "Saya no comment dulu," tutur Lintong, Kamis, 22 Maret 2018 yang bertepatan dengan Hari Air Sedunia 2018. Adapun Sekretaris Perusahaan Palyja, Lydia Astriningworo, bersikap senada. "Maaf saya lagi meeting," ujar dia.
IRSYAN HASYIM