TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menyatakan sistem keamanan teknologi informasi perbankan di Indonesia masih lemah sehingga mudah dibobol, seperti kejadian pembobolan rekening sejumlah nasabah BRI belum lama ini.
Salah satu indikasinya, kata dia, kasus hilangnya uang sejumlah nasabah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk di Kediri, Jawa Timur, serta beberapa bank lain. "Ini sangat membahayakan sistem perbankan kita. Perlindungan nasabah lemah," kata dia seperti dimuat Koran Tempo, Kamis, 15 Maret 2018.
Tulus mengatakan sebelum kasus di Kediri merebak, YLKI kerap mendapatkan pengaduan serupa dari masyarakat. Untuk mengantisipasi agar kejadian seperti itu tidak terulang, kata Tulus, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seharusnya mengaudit sistem teknologi informasi perbankan agar tidak mudah dibobol.
Anggota Badan Pengawas Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), Kresno Sediarsi, mengatakan raibnya dana nasabah diduga karena modus skimming. Dia menuturkan, kejahatan card skimming adalah pencurian informasi kartu kredit atau debit dengan cara menyalin data yang terekam dalam setrip magnetik kartu tersebut. Dengan alat pembaca tertentu, data dalam kartu dapat direkam. ”Data ini kemudian dipindahkan ke kartu lain, seperti kloning,” katanya.
Menurut Kresno, skimming relatif jarang terjadi pada kartu yang telah menggunakan cip, seperti kartu kredit tertentu. Karena itu, kata dia, ASPI mendukung kebijakan Bank Indonesia (BI) yang mewajibkan secara berkala penggunaan kartu berbasis cip, baik untuk kartu debit atau kartu ATM serta kartu kredit. Kebijakan tersebut sudah diatur dalam National Standard Indonesian Chip Card Specification (NSICCS) yang dilaksanakan secara bertahap, mulai 30 Juni 2017 sampai dengan 31 Desember 2021.
"Setelah itu semua kartu debit atau kartu ATM serta kartu kredit harus menggunakan cip. Demikian pula untuk alat pembaca kartu pada seluruh mesin ATM dan EDC harus bisa membaca dan memproses kartu cip,” ujar Kresno.
Namun, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana, mengatakan sistem keamanan BRI sudah baik. Dari sepengetahuannya, BRI sudah melakukan penyuluhan keamanan perbankan kepada para nasabahnya sesuai dengan prosedur yang diminta OJK. Heru mengatakan jika terjadi kebobolan, ada kemungkinan disebabkan nasabah yang tak memproteksi kartu ATM-nya secara benar. “Kadang ada nasabah yang sembarangan sama PIN-nya,” ujar dia.
Puluhan nasabah BRI Unit Ngadiluwih, Kediri, Jawa Timur, melaporkan berkurangnya uang di rekening masing-masing meski tak melakukan penarikan. Hal itu diketahui saat hendak melakukan transaksi di mesin ATM dan mendapati uangnya telah berkurang. Rata-rata uang yang hilang mencapai Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta.
Kemarin, Kepolisian Resor Kediri mencatat jumlah nasabah yang mengalami pembobolan rekening mencapai 87 orang. Kepala Kepolisian Resor Kediri, Ajun Komisaris Besar Erick Hermawan, mengatakan telah menyelidiki sejumlah mesin ATM milik BRI di Kecamatan Ngadiluwih. Sebab, kata dia, korban pembobolan ini mayoritas menggunakan mesin ATM di wilayah itu. “Kami juga mengimbau semua nasabah BRI mengecek saldonya,” kata dia.
Nasabah yang melaporkan kehilangan uang terdiri atas 33 nasabah BRI Kantor Cabang Pembantu Unit Ngadiluwih dan 54 nasabah Kantor Cabang Pembantu Unit Purwokerto. Polisi juga telah memeriksa sejumlah orang terkait dengan kasus ini. Di antaranya adalah petugas di Kantor Wilayah BRI Malang, Kantor Cabang BRI Kediri, dan Kepala Unit BRI Ngadiluwih.
Asisten Manager Operasional Kantor Cabang BRI Kediri Sumarsono meminta para nasabah tetap tenang dan tak menarik dana mereka. Dia juga mengimbau kepada nasabah untuk tak mengalihkan dana ke bank lain karena dijamin akan dikembalikan utuh. “Kami tidak menganjurkan pemindahan rekening ke bank lain,” kata Sumarsono. Proses pengembalian ini, menurut Sumarsono, juga akan dipercepat melebihi ketentuan OJK, dari maksimal 20 hari menjadi 14 hari.
DEWI NURITA | ZARA AMELIA | HARI TRI WASONO (KEDIRI)