TEMPO.CO, Jakarta -Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta akan melelang kontrak pengelolaan parkir di tiga pusat keramaian Ibu Kota. Dinas tidak memperpanjang kontrak kerja sama dengan PT Mata Biru, pengelola lama lahan parkir di Jalan Sabang (Jakarta Pusat), Faletehan (Jakarta Selatan), dan Boulevard Raya di Kelapa Gading (Jakarta Utara) itu.
Wakil Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI, Sigit Wijatmoko, mengatakan kontrak kerja sama dengan Mata Biru, yang berakhir pada 3 Desember lalu, tak diperpanjang karena adanya rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Jika lahan parkir dikelola pihak lain, BPK merekomendasikan lelang. Supaya ada persaingan,” kata Sigit, Kamis 7 Desember 2017.
Baca : DKI Yakin Bakal Ada Transparansi dari Penerapan Parkir Elektronik
Dinas Perhubungan menunjuk Mata Biru agar mengelola tiga lahan parkir di tepi jalan tiga tahun lalu. Perusahaan menggunakan perangkat terminal parkir elektronik di lokasi parkir yang selalu ramai itu. Sebanyak 111 terminal parkir elektronik dipasang di Sabang (11 unit), Faletehan (11), dan Kelapa Gading (89). Tahun ini, Dinas Perhubungan menargetkan pendapatan sebesar Rp 8 miliar dari Mata Biru. Namun, hingga November lalu, perusahaan itu baru menyetor Rp 4,3 miliar.
Sigit menuturkan, untuk sementara, Unit Pengelola (UP) Perparkiran Dinas Perhubungan akan mengelola parkir di Sabang, Faletehan, dan Kelapa Gading secara manual. Juru parkir akan memberi karcis kepada pemilik kendaraan. Cara manual dipakai karena terminal parkir elektronik masih dimiliki Mata Biru.
Namun, sejak lahan parkir di Sabang, Faletehan, dan Kelapa Gading dikelola UP Perparkiran, pendapatan malah turun. Kepala UP Perparkiran, Tiodor Sianturi, memperkirakan tingkat penurunan sekitar 10 persen. Penyebabnya, kata Tiodor, UP Perparkiran tak bisa menerapkan tarif per jam, melainkan per sekali parkir. Ketika terminal parkir elektronik beroperasi, pengendara dikenai tarif per jam. “Karena kami pakai karcis, ya pendapatan turun,” tuturnya.
Pengelolaan parkir secara manual, menurut Tiodor, juga berpotensi “bocor”. Sebab, juru parkir bisa saja tidak menyerahkan tiket kepada pengendara tapi memungut uang parkir. Padahal jumlah uang yang harus mereka setorkan dihitung dari tiket parkir yang diserahkan kepada pengendara. “Kami akan tingkatkan pengawasan,” kata dia.
Simak juga : Djarot: Parkir di Pinggir Jalan Harus Lebih Mahal.
Tiodor menargetkan pada Januari mendatang sudah ada pemenang lelang. Pengelolaan parkir tepi jalan tetap akan menggunakan terminal parkir meter. “Anggarannya dari UP Perparkiran. Kami akan menerapkan lelang investasi,” katanya.
Vice Chief Executive Officer PT Mata Biru, Kemas Ilham Akbar, mengatakan belum mengetahui alasan Dinas tak memperpanjang kontrak kerja sama. Padahal perusahaannya telah mengajukan surat permohonan perpanjangan kontrak. “Kami siap mengikuti open tender,” ujar dia.
Ilham tak menampik informasi bahwa target pendapatan parkir tahun ini tak tercapai. Namun, kata dia, hal itu bukan disebabkan kebocoran. Menurut dia, jumlah kendaraan yang parkir merosot karena ada proyek light rail transit di Kelapa Gading. “Mesin kami bisa meminimalkan kebocoran.”