TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang beradu taktik melawan Setya Novanto, tersangka kasus dugaan korupsi proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau e-KTP.
KPK melimpahkan berkas perkara Setya ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 6 Desember 2017. Pelimpahan berkas itu berlangsung sehari sebelum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memulai sidang praperadilan Setya terhadap KPK, Kamis, 7 Desember 2017.
Baca juga: Begini Isi Berkas Perkara Setya Novanto
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan lembaganya ingin hakim praperadilan mengesampingkan gugatan Setya karena berkas sudah dilimpahkan. “Sebab, komplain di praperadilan bisa diperiksa dalam sidang perkara pokok,” kata dia di Jakarta, seperti dimuat Koran Tempo, Kamis, 7 Desember 2017. Perkara pokok yang dimaksudkan Laode adalah dakwaan terhadap Setya, yang berisi peran dia dalam proyek e-KTP.
KPK melimpahkan berkas perkara karena ingin Pengadilan Tipikor Jakarta bisa menyidangkan perkara e-KTP sebelum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang putusan praperadilan Setya. Sesuai dengan putusan uji materi Mahkamah Konstitusi pada November 2017, praperadilan gugur ketika sidang pertama perkara pokok dimulai.
Dalam kalkulasi pakar hukum pidana dari Universitas Katolik Parahyangan, Agustinus Pohan, sidang perdana kasus e-KTP bisa digelar pada 13-15 Desember 2017. Sedangkan sidang putusan praperadilan Setya, sesuai dengan jadwal, berlangsung pada 15 Desember 2017.
Setya menggugat praperadilan terhadap KPK atas status tersangkanya dalam kasus korupsi yang merugikan negara Rp 2,3 triliun dengan nilai proyek Rp 5,84 triliun tersebut. Penetapan status Setya sebagai tersangka oleh KPK ini merupakan yang kedua kalinya. Sebelumnya, KPK menetapkan Setya sebagai tersangka untuk kasus yang sama. Setya menggugat praperadilan ihwal penetapannya tersebut dan menang.
Kali ini, yang digugat Setya di antaranya dalil seseorang tidak bisa dituntut dua kali karena perbuatannya telah mendapatkan putusan berkekuatan hukum. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, menyatakan prinsip seseorang tak bisa ditetapkan sebagai tersangka untuk kedua kalinya hanya berlaku jika putusan terhadap orang tersebut telah berkekuatan hukum tetap. "Prinsip itu tidak mencakup dalam praperadilan. Ini berbicara tentang kekuatan hukum tetap di tindak pidana korupsi," katanya.
Kuasa hukum Setya Novanto, Otto Hasibuan, menuturkan bahwa dakwaan terhadap Setya bisa batal karena tidak memasukkan keterangan saksi meringankan. Untuk gugatan praperadilan, ia yakin Setya bisa memenanginya. “Obyek praperadilan belum hilang karena dakwaan belum dibacakan.”
Berita tentang adu siasat antara KPK dan Setya Novanto lainnya bisa disimak di Koran Tempo.
MAYA AYU PUSPITASARI