TEMPO.CO, Jakarta - Intervensi terhadap pengusutan kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP terjadi hingga ke Amerika Serikat. Seseorang dari Indonesia diduga menelepon Johannes Marliem—saksi penting dalam kasus ini—sehingga Marliem batal memberikan keterangan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.
Fakta itu terungkap dalam dokumen hasil penyelidikan Federal Bureau of Investigation (FBI) yang disampaikan dalam sidang permohonan penyitaan aset Marliem di Pengadilan Minnesota, Amerika Serikat.
Baca juga: Catatan FBI, Duit Rp 175 M Masuk Rekening Johannes Marliem
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan lembaganya telah mengetahui isi dokumen FBI tersebut. Menurut dia, Komisi terus menjalin kerja sama dengan FBI. “Kerja sama yang kami lakukan untuk mencari bukti dan hal-hal yang relevan dengan kasus e-KTP,” kata Febri, seperti dimuat dalam berita utama Koran Tempo edisi Rabu, 11 Oktober 2017.
Dalam dokumen pengadilan yang diperoleh Tempo, terungkap bahwa Marliem pernah bertemu dengan penyidik KPK pada 5 dan 6 Juli lalu di Konsulat Jenderal RI di Los Angeles. Marliem awalnya bersedia memberikan keterangan tertulis dan bukti-bukti yang dia miliki, termasuk rekaman pertemuan-pertemuan yang membahas proyek e-KTP. Namun ia meminta supaya tak diproses hukum.
Namun tiba-tiba, keesokan harinya, Marliem berubah sikap dan menolak memberi keterangan serta bukti yang dia miliki. Kepada penyidik KPK, Marliem mengaku sikap itu ia ambil setelah ditelepon seseorang dari Indonesia pada malam sebelumnya. Orang itu menyarankan agar Marliem tak memberikan informasi dan bukti apa pun kepada penyidik KPK hingga memperoleh kepastian lebih lanjut. “KPK menolak memberikan kepastian itu sehingga negosiasi batal,” kata agen FBI, Jonathan Holden, dalam dokumen tersebut.
Ketua KPK Agus Rahardjo tidak bersedia berkomentar banyak mengenai dugaan adanya pihak yang melakukan intervensi. “Yang saya tahu, pemeriksaan pertama dia (Marliem) kooperatif, kemudian pemeriksaan kedua dia tak mau datang,” ujarnya saat ditemui Tempo, Selasa, 10 Oktober 2017.
Marliem menjadi salah satu saksi penting dalam kasus e-KTP karena mengaku memiliki rekaman percakapan orang-orang yang terlibat dalam perencanaan hingga pelaksanaan proyek. Perusahaan Marliem di Indonesia, PT Biomorf Lone Indonesia, adalah salah satu vendor yang kebagian merekam data biometrik penduduk Indonesia untuk program e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu. Ia tewas bunuh diri pada 9 Agustus 2017 di rumahnya di Los Angeles.
Seorang penegak hukum mengatakan KPK tengah menyelidiki siapa orang yang menelepon Marliem dan melakukan intervensi terhadap penyidikan kasus korupsi itu. “KPK sudah meminta FBI untuk mencari tahu siapa yang menelepon Marliem," katanya.
MAYA AYU PUSPITASARI | INDRI MAULIDAR | FRANCISCO ROSARIAN | HUSSEIN ABRI DONGORAN