TEMPO.CO, Palembang - Maraknya penguasaan lahan perkebunan oleh korporasi di Sumatera Selatan mendapat protes dari para petani dan sejumlah lembaga kemasyarakatan. Salah satunya Koalisi Rakyat Sumsel Menggugat. Berdasarkan catatan koalisi, dari total 8,7 juta hektare luas daratan Provinsi Sumatera Selatan, sebanyak 5,5 juta hektare dikuasai korporasi.
“Sebanyak 2,2 juta hektare dikuasai negara, termasuk perkebunan negara dan hutan. Lahan yang tersisa hanya sekitar 1 juta hektare untuk 8,04 juta masyarakat Sumatera Selatan,” ujar Direktur Walhi Sumatera Selatan, Hadi Jatmiko.
Baca: KPK Bidik Korporasi Perkebunan Nakal
Koalisi Rakyat Sumsel Menggugat terdiri atas asosiasi petani berbagai daerah di Sumatera Selatan, Walhi Sumsel, Lingkar Hijau, Solidaritas Perempuan (SP Palembang), LBH Palembang, dan puluhan lembaga kemasyarakatan lainnya. Pada Senin pekan lalu, mereka menggelar unjuk rasa di depan kantor Gubernur Sumatera Selatan.
Menurut Hadi, penguasaan lahan oleh korporasi dan tumpang-tindih izin adalah penyebab konflik agraria. Tidak sedikit kasus konflik lahan terjadi, hingga perampasan disertai kekerasan yang diduga melibatkan korporasi. Tercatat ada 35 desa di tujuh kabupaten di Sumatera Selatan yang mengalami perampasan tanah disertai kekerasan.
Kasus tersebut terjadi di berbagai wilayah. Antara lain di Kabupaten Musi Rawas, Musi Rawas Utara, Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ilir, dan Kabupaten Muara Enim.
Walhi Sumsel mencatat ada 19 perusahaan yang menguasai 1,5 juta hektare lahan di sektor kehutanan dan tanaman industri. Di sektor perkebunan terdapat 12 grup korporasi yang menguasai 1 juta hektare lahan yang rata-rata digunakan untuk kebun sawit. Penguasaan lahan pertambangan lebih banyak lagi. Sebanyak 2,5 juta hektare dikuasai oleh perusahaan. Walhi mencatat, pada kurun waktu 2003-2015, ada 370 izin usaha pertambangan.
“Data terbaru masih didata. Lahan yang digunakan untuk pertambangan cepat sekali menanjak, berbanding terbalik dengan capaian pelaksanaan program perhutanan sosial,” katanya.
Koalisi mendesak pemerintah mencabut izin perusahaan yang selama ini terbukti merampas dan menggusur lahan masyarakat. Alasannya, konflik yang terjadi terus berulang. Sekretaris Jenderal Serikat Petani Sriwijaya (SPS), Anwar Sadat, meminta pemerintah mempercepat pelaksanaan reforma agraria di Sumsel. “Pemerintah harus segera menertibkan masalah ini,” ujarnya.
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Negara Provinsi Sumatera Selatan, Arif Pasha, mengatakan reforma agraria sedang berlangsung di daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Muara Enim. “Distribusi ulang lahan pertanian atas prakarsa pemerintah sudah berlangsung baik dari lahan kebun HGU, kebun plasma,” katanya.
Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Selatan, Nasrun Umar, mengatakan pemerintah provinsi akan segera menggelar rapat untuk membahas persoalan lahan perkebunan tersebut. “Kami juga akan lebih selektif untuk mengeluarkan izin,” ucapnya.