TEMPO.CO, Cilegon - Presiden Joko Widodo meyampaikan bahwa politik TNI itu mengutamakan negara dan loyalitas bagi kepentingan bangsa. Dalam pidatonya di perayaan HUT TNI ke-72, Jokowi menegaskan soal loyalitas TNI itu saat menyinggung mengenai netralitas TNI di ranah politik.
"TNI adalah milik nasional, yang berada di atas semua golongan, yang tidak terkotak-kotakkan oleh kepentingan politik yang sempit dan kancah politik praktis," kata Jokowi, di Dermaga Indah Kiat Cilegon, Banten, Kamis, 5 Oktober 2017.
Baca: Pesan Soedirman: Jangan Sekali-Kali TNI Menyalahi Janjinya...
Mengutip ucapan Jenderal Soedirman, Jokowi mengatakan, politik tentara adalah politik negara dan loyalitas tentara hanyalah loyalitas untuk kepentingan bangsa dan negara. Dengan kata lain, prioritas TNI seharusnya adalah memperjuangkan kepentingan rakyat dan setia pada pemerintahan yang sah.
Dalam pidatonya, Jokowi juga menegaskan masalah keutuhan dan stabilitas NKRI, serta netralitas TNI. Menurut dia, menjaga keutuhan dan stabilitas NKRI bukan perkara mudah. Sebab, di era keterbukaan seperti sekarang, ancaman terhadap keutuhan NKRI bisa datang dari manapun dalam bentuk apapun alias tak bisa ditutup-tutupi.
"Kita tidak boleh lengah, kita harus bersatu. TNI dengan institusi lain dalam pemerintahan dan dengan seluruh komponen bangsa harus bersinergi dan solid, harus bersatu padu dan bahu-membahu," kata Jokowi.
Baca juga: HUT TNI, Jokowi Tak Singgung Kisruh Senjata dalam Pidatonya
Pidato Presiden yang menegaskan kembali loyalitas tentara pada bangsa dan negara, menjadi sorotan. Ini terkait manuver Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo beberapa pekan terakhir. Yang pertama setelah Panglima TNI menginstruksikan semua jajaran di lembaganya untuk menonton kembali film Pengkhianatan G30S PKI. Lalu pernyataan Panglima TNI mengenai impor senjata yang akhirnya membuat gaduh. Pernyataan Gatot tentang impor senjata ini membuat hubungan antara TNI dan Kepolisian menjadi tegang.
Kegaduhan itu membuat Presiden Jokowi merasa perlu bersikap. Dalam rapat kabinet paripurna Senin 2 Oktober 2017, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahkan meminta para pimpinan TNI dan Polri tidak bertindak dan bertutur seenaknya.
"Sebagai Kepala Pemerintahan, sebagai Kepala Negara, sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Darat, Laut dan Udara, saya ingin perintahkan kepada bapak ibu saudara sekalian, fokus pada tugas masing-masing," kata Presiden Joko Widodo dalam rapat kabinet Paripurna di Istana Negara Jakarta, Senin 2 Oktober 2017.
Teguran Presiden Jokowi tak bisa menampik tudingan banyak kalangan kalau Panglima TNI Jenderal Gatot kian membawa tentara untuk berpolitik. Namun Jenderal Gatot Nurmantyo menyangkal itu. Menurut Gatot, TNI selama 72 tahun melaksanakan tugasnya untuk kepentingan Indonesia dan rakyat.
Hari ini, dalam pidatonya,Jenderal Gatot juga menegaskan tentang kesetiaan prajurit TNI terhadap NKRI, Pancasila, dan UUD 1945. "Izinkan saya tegaskan kembali, bahwa sampai kapanpun TNI akan setia dan menjunjung tinggi sumpah prajurit yang tadi disampaikan Bapak Presiden," ujarnya, di Dermaga Indah Kiat, Cilegon, Banten, Kamis, 5 Oktober 2017.
Gatot juga mengungkapkan bahwa politik yang dijalankan TNI adalah politik negara, dengan mengabdikan diri untuk menegakkan NKRI, menaati hukum yang berlaku dan mengutamakan kepentingan rakyat. "Serta taat kepada atasan, yaitu Presiden RI yang dipilih secara sah sesuai konstitusi," ucapnya.
Perayaan HUT TNI yang digelar di Dermaga Indah Kiat menyedot perhatian masyarakat. Karena antusias warga untuk menyaksikan perayaan itu tinggi, lalu lintas menuju lokasi pun macet. Walhasil, Jokowi bersama Ibu Negara Iriana, harus berjalan kaki sejauh 2 kilometer saat akan menuju ke sana.
Simak pula: HUT TNI, Jenderal Soedirman Punya 3 Jimat Sakti, Apa Itu?
Beragam atraksi ditampilkan untuk menyemarakkan acara HUT TNI ke-72 yang mengangkat tema "Bersama Rakyat, TNI Kuat". Terjun payung, aksi pencak silat, debus, pamer alutsista, simulasi pertempuran di udara, diperagakan mewarnai perayaan ulang tahun.
Dalam perayaan TNI kali ini juga ada pertunjukkan drama kolosal mengangkat cerita saat Jenderal Soedirman bergerilya pada pertengahan Desember 1948 di Yogyakarta. Ketika itu, Belanda melancarkan Agresi Militer II untuk menduduki Yogyakarta. Danang Priambodo Soedirman memerankan sosok kakeknya dalam drama tesrebut.
RINA W. | ISTMAN MP | KARTIKA ANGGRAENI | ANTARA