TEMPO.CO, Jakarta - Belum ada pernyataan lagi dari Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo soal pembelian senjata pasca Markas Besar Polri mengakui telah mengimpor ratusan senjata berat untuk Korps Brimob. Ratusan senjata itu telah tiba pada Kamis malam, 28 September 2017 dan kini tertahan di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
Senjata impor tersebut tertahan karena perizinannya masih diurus ke Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI. "Senjata tersebut betul milik Polri. Itu barang yang sah," kata Inspektur Jenderal Setyo Wasista, Kepala Divisi Humas Mabes Polri, dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu malam, 30 September 2017.
Baca: Polri Akui Kepemilikan Senjata yang Tertahan di Bandara
Apakah senjata itu yang dimaksud Gatot? Sampai Senin pagi, 2 Oktober 2017, belum ada pernyataan soal pembelian senjata yang dianggap ilegal tersebut. Informasi adanya impor senjata ilegal dilontarkan Gatot saat acara silaturahmi dengan para purnawirawan TNI di Markas Besar TNI Cilangkap, Jakarta pada Jumat, 22 September 2017.
KaKorps Brimob Polri Irjen Pol Murad Ismail menunjukkan jenis senjata pelontar granat ketika memberikan keterangan di Mabes Polri, Sabtu (30/9). Polri mengakui bahwa 280 pucuk senjata pelontar granat dan 5.932 pucuk amunisi adalah milik Polri. ANTARA FOTO
Kepada para seniornya, Gatot mengungkapkan ada sebuah institusi yang membeli 5.000 pucuk senjata serbu dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo. “Kalau informasi ini tidak A-1, tidak akan saya sampaikan di sini,” kata Gatot.
Pernyataan itu langsung menyebar ke seluruh penjuru karena pertemuannya terbuka diliput wartawan. Gatot kian berapi-api berbicara ketika ia menegaskan akan menyerbu institusi itu karena mendatangkan senjata-senjata secara tidak sah. Pernyataan Gatot tanpa menyebut dengan jelas nama institusi itu menumbuhkan spekulasi.
Baca: Tersebar Rekaman Panglima TNI Soal Pembelian 5.000 Senjata
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menanggapi pernyataan Gatot dengan menyebut hanya salah komunikasi antarinstansi. Menurut Wiranto, pengimpor senjata itu adalah Badan Intelijen Negara dan jumlahnya hanya 500 pucuk.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menguatkannya dengan menunjukkan surat permohonan pembelian senjata dari BIN pada Selasa pekan lalu. Surat yang diteken Wakil Kepala BIN Letnan Jenderal Teddy Lhaksmana itu dilayangkan pada Mei 2017 untuk pembelian kepada PT Pindad.KaKorps Brimob Polri Irjen Pol Murad Ismail menunjukkan jenis senjata pelontar granat superti barang yang masih tertahan di kepabeanan Bandara Soetta ketika memberikan keterangan di Mabes Polri, Sabtu (30/9). Rencananya, senjata dan amunisi itu akan digunakan oleh Korps Brimob Polri. ANTARA FOTO
Dalam suratnya untuk Ryamizard itu, BIN meminta senjata buat latihan di Sekolah Tinggi Intelijen Negara. Surat ini ditembuskan kepada Asisten Panglima TNI, Kepala Badan Intelijen Strategis, dan Direktorat Jenderal Kekuatan Pertahanan.
Lembaga telik sandi tersebut melampirkan spesifikasi senjata yang hendak dibeli, yakni SS2 V2 kaliber 5,56 x 45 milimeter sebanyak 521 pucuk dan 72.750 peluru jenis MU1-TJA1. Ryamizard sempat melarang pembelian senjata jenis ini karena berstandar militer. Izin keluar setelah spesifikasi berubah menjadi senjata untuk sipil. “Mereka memperbaikinya menjadi senjata yang tak mematikan,” kata Ryamizard.
Baca: Wiranto Jamin Impor Senjata Brimob Bukan Gangguan Keamanan
Keadaan pun makin runyam. Mendapat counter pernyataan Wiranto, Gatot mengatakan bahwa pernyataannya di depan purnawirawan TNI bukan untuk dipublikasikan media. Tuduhan Gatot itu kian tak jelas dan menimbulkan spekulasi.
Merasa personelnya ikut memiliki senjata, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Budi Waseso meminta konfirmasi kepada Gatot. Buwas, sapaan akrab Budi Waseso adalah sepupu lain nenek dengan Gatot, sehingga mereka biasa saling menelepon. “Apa yang dimaksud Mas Gatot itu BNN?” kata Budi Waseso, menuturkan kembali percakapannya dengan Gatot, pada Selasa pekan lalu,26 September 2017 kepada Tempo.
Simpang-siur kian meruyak. Presiden Jokowi pun memanggil Gatot dan Wiranto pada Rabu pekan lalu, terutama setelah Gatot menyambutnya di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma dari lawatan kerja ke daerah dua hari sebelumnya. Dalam pertemuan di Istana itu, Wiranto yang membuka laporan soal hiruk-pikuk impor senjata.KaKorps Brimob Polri Irjen Pol Murad Ismail (kiri) bersama Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto menunjukkan jenis senjata pelontar granat superti barang yang masih tertahan di kepabeanan Bandara Soetta ketika memberikan keterangan di Mabes Polri, Sabtu (30/9). Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto memastikan jika pembelian senjata yang didatangkan dari Bulgaria itu sesuai sesuai dengan prosedur. ANTARA FOTO
Menurut seorang pejabat yang mengetahui pertemuan tersebut, Wiranto melaporkan bahwa kegaduhan itu telah diselesaikan lewat pernyataan pers. Kepada Presiden, Wiranto mengulang pernyataannya bahwa ribut-ribut itu hanya miskomunikasi antarlembaga. Jumlah senjata pun hanya 500 buah.
Baca: Panglima TNI: Informasi Senjata Ilegal Hanya untuk Presiden
Belum selesai Wiranto memberi penjelasan, Gatot memotong dengan mengatakan 500 senjata yang dimaksud hanya jumlah yang dilaporkan kepada Kementerian Pertahanan. Kepada Presiden Joko Widodo, Gatot menunjukkan dokumen pembelian senjata serbu oleh Polri berupa bazoka dan antitank.
Jokowi kabarnya tak menanggapi pernyataan Gatot. Ia menyilakan para pejabat di ruang kerjanya menyampaikan pendapat. Tak ada tanggapan khusus tentang senjata impor ilegal. Jokowi hanya mengatakan secara singkat soal itu ketika menutup pertemuan. “Tolong jangan gaduh.”
Wiranto tak bersedia menjelaskan detail isi pertemuan dalam rapat itu. Ia hanya mengkonfirmasi bahwa pertemuannya dengan Presiden bersama Gatot dan Pratikno memang ada. “Tapi tak untuk dipublikasikan,” katanya. “Kami membahas masalah negara.”
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (kiri) berbincang dengan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo seusai Rapat Koordinasi Program Penertiban Impor Beresiko Tinggi di Kantor Ditjen Bea Cukai, Jakarta, 12 Juli 2017. Tempo/Tony Hartawan
Gatot juga menolak mengkonfirmasi pernyataannya di depan Presiden. Ditanyai berkali-kali soal pertemuan itu, ia tak menjawab. “Saya sudah lapor Presiden, jadi hanya Presiden yang tahu isi laporan saya,” ujarnya.
Setelah Polri membenarkan mengimpor senjata, Wiranto mengatakan menjamin tidak menyebabkan gangguan keamanan nasional. "Tidak ada satu hal yang menyebabkan gangguan keamanan nasional. Saya jamin itu. Tidak mengganggu keamanan nasional secara menyeluruh," kata Wiranto susai upacara Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur, Minggu, 1 Oktober 2017.
Bagaimana mekanisme pembelian senjata sebenarnya? Artikel selengkapnya baca majalah Tempo edisi pekan ini, 2 - 7 Oktober 2017.
Wayan Agus Purnomo, Istman Musaharun, Andita Rahma, Kartika Anggraeni, Arkhelaus Wisnu, Syafiul Hadi