TEMPO.CO, Jakarta - Istana Gedung Agung Daerah Istimewa Yogyakarta diserbu banyak orang Rabu, 10 Oktober 2012. Mereka datang bukan untuk berorasi, melainkan menonton pelantikan Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dan Paku Alam IX menjadi wakilnya. Tidak seperti kepala daerah di provinsi lain, pelantik pasangan gubernur serta wakilnya ini dilakukan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Di sana, Presiden Yudhoyono tak cuma mengesahkan jabatan kedua pemimpin Yogyakarta itu saja. Ia juga memberikan wejangan kepada Sri Sultan Hamengku Buwono X. Yakni giat memerangi kejahatan korupsi dan penyimpangan anggaran daerah menggunakan Undang-Undang Keistimewaan yang telah disahkan.
Dalam UU Keistimewaan Nomor 13 Tahun 2012, Yogyakarta memiliki kewenangan menata daerah secara khusus dengan dana keistimewaan. “Jangan sampai ada kebocoran anggaran. Karena setiap rupiah dana negara merupakan uang rakyat dan harus digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.” kata SBY. (Baca: Pidato Pelantikan SBY Ajak Sultan Hapus Korupsi)
Harapan pemberantasan korupsi oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X tidak hanya diungkapkan Presiden. Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta juga menaruh asa agar Sultan mampu menjadikan Yogyakarta beristimewa dalam menghapus korupsi. Kata peneliti Pukat UGM Hifdzil Alim, Gubernur DIY harus menjamin bila tidak ada usaha penyulitan dalam pengusutan kasus korupsi yang melibatkan pejabat lokal maupun eks-pejabat.
Kata dia, selama ini banyak perkara korupsi yang dilaporkan warga ke kejaksaan atau berinformasi dari media massa. Tapi semua itu lenyap begitu saja. “Selepas pelantikan ini, Gubernur mestinya menginstruksikan transparansi itu," kata Hifdzil.
Di pihak lain, Direktur Indonesian Court Monitoring Yogyakarta Tri Wahyu meminta Sultan membuka ruang partisipasi publik. Gunanya untuk menyampaikan kritik dan pendapat. Tak hanya itu, dengan adanya UU Keistimewaan DIY, pemerintah DIY dan kabupaten/kota juga harus siap menerima suara masyarakat."Termasuk mengkritisi kinerja pemerintah agar lebih baik, transparan, dan bersih," kata Tri Wahyu. (Baca: Pukat UGM: SUltan Harus Istimewa Berantas Korupsi)
Bagi masyarakat Yogyakarta, pelantikan Sultan sebagai Gubernur DIY merupakan hal istimewa. Sampai-sampai pedagang kaki lima sepanjang Jalan Malioboro libur berjualan. Preinya 2.500 PKL di selasar Jalan Malioboro membuat kawasan belanja wisata itu lengang dari aktivitas perdagangan. Pedagang yang ada di sana tidaklah membawa barang jualannya, melainkan memboyong nasi tumpeng ke delapan titik kawasan Malioboro. Yang semuanya merupakan hasil sumbangan para pedagang.
“Libur dan bertumpeng ria ini sebagai bentuk rasa syukur dan dukungan kepada Sultan dan Paku Alam,” kata Rudianto, Ketua Lembaga Pemberdayaan Komunitas Kawasan Malioboro. “Sumbangannya ada yang Rp 5 ribu ada yang Rp 10 ribu per orang.”
Di Istana Gedung Agung, tamu pelantikan tidak hanya datang dari kalangan pejabat saja. Ada juga Sawung Jabo, seniman dan musikus; serta pemeran Sentilan-Sentilun, Slamet Rahardjo dan Butet Kertaredjasa. Mereka turut duduk lesehan di lantai ditemani hidangan pisang, ubi, kacang rebus lengkap dengan teh hangat. Di situ Butet ungkapkan harapannya. Dengan pelantikan Sri Sultan sebagai Gubenur, pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta harus lebih transparan dan akuntable.
“Sikap anti-korupsi mesti menjadi komitmen Sultan dalam menjalankan pemerintahan. Dan rakyat Jogja harus ikut mengontrol fasilitas keistimewaan," kata dia.
MUH SYAIFULLAH | PRIBADI WICAKSONO | ANANG ZAKARIA | PITO AGUSTIN RUDIANA | CORNILA DESYANA
Berita Terkait
Presiden SBY Beri Sambutan dalam Pelantikan Sultan
Sultan Dilantik, Hotel Sekitar Malioboro Penuh
Pedagang Malioboro Libur di Hari Pelantikan Sultan
Pukat UGM: Sultan Harus Istimewa Berantas Korupsi
Ratu Hemas Minta Pelantikan Sultan Tak Dikepung