TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho, menilai keterlibatan anggota keluarga polisi dalam perusahaan pelaksana proyek tanda nomor kendaraan memperkuat dugaan adanya rekayasa.
Karena itu, tidak akan obyektif jika kasus ini ditangani polisi. Soalnya, pelaksana proyek pelat nomor kendaraan itu adalah Primkoppol (Primer Koperasi Polisi) yang juga anggota polisi. “Bisa terjadi conflict of interest atau konflik kepentingan,” kata Emerson Yuntho saat dihubungi Senin, 26 November 2012.
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Johan Budi S.P., menyatakan bahwa lembaga antirasuah itu tak akan mengusut kasus dugaan korupsi tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB). Sebab, KPK sudah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dari Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian pada 4 November. "Kami hanya akan melakukan supervisi," katanya kepada Tempo Senin, 26 November 2012.
KPK sebenarnya juga sudah menyelidiki kasus ini. KPK menyimpulkan, proyek tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak, tapi tetap dibayar. “Pemilihan pelaksana kontrak diduga menyimpang dari peraturan presiden tentang pengadaan barang dan jasa, serta indikasi terjadinya mark-up,” demikian kesimpulan yang termuat dalam dokumen hasil penelaahan. KPK mengendus adanya kerugian negara mencapai Rp 376 miliar. Jumlah itu meliputi Rp 92,7 miliar untuk tahun anggaran 2009, Rp 101,9 miliar (2010), dan Rp 181,8 miliar (2011).
Adanya dugaan konflik kepentingan dalam proyek pelat nomor juga terungkap dari laporan dan resume penelaahan kasus tersebut. Dari laporan yang diperoleh Tempo, disebutkan bahwa Primkoppol Korlantas Polri, sebagai pemenang lelang, diduga melanggar Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Dalam Pasal 19 ayat 3, menurut laporan itu, disebutkan bahwa pegawai negeri dilarang menjadi penyedia jasa, kecuali mengambil cuti di luar tanggungan. Tujuannya, agar menjalankan tugasnya secara konsisten.
Dengan masuknya koperasi, menurut laporan itu, hal tersebut jelas melanggar. “Dalam forum pengadaan barang dan jasa, diinformasikan bahwa, apabila koperasi adalah pegawai negeri sipil, maka koperasi tidak boleh mengajukan penawaran lelang,” demikian isi laporan itu. Apalagi Primkoppol diduga sengaja mensubkontrakkan pengerjaan ini pada PT Citra Mandiri Metalindo.
Chairul Huda, pengamat hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, mengatakan anggota keluarga polisi yang masuk ke kepengurusan perusahaan tidak melanggar hukum. “Secara hukum tidak ada yang melarang,” kata staf ahli Kepala Polri itu saat dihubungi kemarin.
Chairul menjelaskan, hal yang perlu ditelusuri adalah alasan Primkoppol mensubkontrakkan proyek pelat nomor kendaraan itu ke PT Citra Mandiri Metalindo atau PT Mitra Alumindo Selaras. “Apakah Primkoppol menunjuk berdasarkan kualitas atau karena ada keluarga polisi di perusahaan itu. Itu yang harus diusut,” ujarnya.
FEBRIYAN| INDRA WIJAYA | NUR ALFIYAH | SUKMA
Berita terpopuler lainnya:
Polri Ikhlas KPK Ambil Alih Kasus Pelat Nomor
Korupsi Pelat Nomor Bisa Jadi Cicak Vs Buaya Baru
Polri dan KPK Koordinasi Kasus Plat Nomor