TEMPO.CO, Jakarta -Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi dari kepolisian, Komisaris Hendy Kurniawan, mengungkapkan sejumlah kejanggalan yang ditemuinya saat bertugas di lembaga tersebut. "Saya mundur bukan karena pengusutan kasus simulator mengemudi, tapi karena kondisi internal tidak kondusif," kata dia di Markas Besar Kepolisian,Selasa, 27 November 2012.
Tudingan Hendy itu diungkapkan setelah pada Rabu pekan lalu dirinya datang ke Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat bersama 13 mantan penyidik KPK lainnya. Ketika itu, dalam rapat tertutup, mereka menyatakan kerisauan terhadap kondisi KPK. (Baca: Ini Curhat Bekas Penyidik KPK tentang Abraham Samad)
Hendy menuding Ketua KPK Abraham Samad mengabaikan prosedur dalam penetapan mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom sebagai tersangka kasus suap cek pelawat. "Penyidik dan jaksa yakin tidak ada alat bukti, tapi Samad mengumumkan sendiri Miranda sebagai tersangka," kata lulusan Akademi Kepolisian tahun 2000 ini.
Begitu pula penetapan mantan anggota Dewan, Angelina Sondakh, sebagai tersangka kasus suap pembahasan anggaran pendidikan. Samad mengumumkan Angie sebagai tersangka tanpa surat perintah penyidikan.
Penilaian berbeda dikemukakan Ajun Komisaris Besar Yudhiawan. Duduk berdampingan saat konferensi pers, Yudhi mengatakan proses penyidikan dan penyadapan di KPK sudah sesuai dengan aturan.
Ketua KPK Abraham Samad menolak menanggapi pernyataan Hendy. "Biar publik yang menilai," ujar dia. Sedangkan juru bicara KPK, Johan Budi, merasa heran oleh pernyataan Hendy. Sebab, Hendy mundur dengan alasan telah mendapatkan pelajaran berharga. "Dalam surat pengunduran dirinya, Hendy mengatakan ada pertambahan nilai yang dia dapatkan saat bekerja di KPK dan akan ditularkan di institusinya."
Juru bicara Markas Besar Kepolisian, Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar, menyatakan tidak tahu-menahu soal tindakan Hendy dan Yudhi yang bercerita kepada wartawan. Boy mengatakan, kepolisian akan memberi perhatian terhadap tindakan kedua perwira tersebut.
Sementara itu, peristiwa pemanggilan mantan penyidik oleh Komisi III mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Peristiwa itu dinilai sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang oleh peneliti dari Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat), Hifdzil Alim. Dia menuding lembaga legislatif memiliki maksud tersembunyi, meski dengan alibi membahas kewenangan penyadapan KPK. “Seharusnya mereka memanggil KPK, karena yang dibahas mengenai KPK,” ucapnya kemarin.
“Ketika KPK sedang bermasalah dengan kepolisian, apakah pantas mantan penyidik KPK diundang dalam pertemuan tertutup oleh Dewan?" ujar penasihat KPK, Abdullah Hehamahua, kepada Tempo kemarin.
Adapun Komisi Hukum berkeras bahwa pertemuan dengan mantan penyidik KPK tak menyalahi aturan. Anggota Komisi Hukum, Syarifuddin Suding, mengatakan Dewan akan meminta konfirmasi kepada KPK terkait dengan keterangan para mantan penyidik tersebut.
Adapun anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, berpendapat, tindakan para mantan penyidik KPK yang menceritakan keluhannya melanggar kode etik kepegawaian KPK. “Aturan itu mengikat penyidik dan mantan penyidik untuk tidak membuka rahasia KPK,” kata dia.
RUSMAN PARAQBUEQ | IRA GUSLINA | ARYANI KRISTANTI | TRI SUHARMAN | FRANSISCO ROSARIAN | MARIA YUNIAR | EFRI R
Berita Terkait
Surat Pengunduran Diri Penyidik Hendy Puji KPK
KPK Tak Urusi Anak Emas dan Anak Tiri
KPK Meminta Perpanjangan Tugas 7 Penyidik Polisi
Polri Belum Putuskan Nasib Penyidiknya di KPK
Enam Penyidik KPK Resmi Bertugas di Mabes Polri