TEMPO.CO, Jakarta-Program pemetaan sekolah oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan PT Surveyor Indonesia, selaku pemenang tender proyek, ditengarai menyimpang dan melanggar prosedur. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan indikasi kerugian negara sebesar Rp 55 miliar dari nilai proyek Rp 131 miliar tersebut. ”Pejabat Kementerian dan Surveyor tak bisa menunjukkan bukti-bukti pengeluaran,” ujar Sjafrudin Mosli, auditor utama di BPK, seperti dikutip majalah Tempo pekan ini.
Laporan audit BPK menyatakan, sejumlah penyimpangan terjadi, dari perencanaan, penetapan pemenang lelang, hingga pelaksanaan pekerjaan. Misalnya, menurut laporan itu, penetapan peringkat teknis proyek dilakukan panitia pengadaan yang seharusnya merupakan tugas menteri. ”Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, penetapan peringkat teknis jasa konsultasi di atas Rp 10 miliar harus ditetapkan menteri,” demikian laporan tersebut.
Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan, Haryono Umar, mengatakan telah menerima audit BPK. Dia menjelaskan, BPK menelusuri pelaksanaan proyek itu hingga daerah. ”Apa memang benar dikerjakan?” ujar dia saat dihubungi kemarin. Namun Haryono tidak ingat jumlah kerugian negara hasil temuan BPK.
Ihwal dugaan pelanggaran prosedur Menteri Nuh—berdasarkan temuan BPK—Haryono enggan berkomentar. ”Saya enggak hafal isi auditnya,” ujar dia. Yang pasti, kata dia, Inspektorat Kementerian tengah menelisik proyek tersebut. Soalnya, proyek pemetaan sekolah oleh PT Surveyor molor dari perjanjian tenggat proyek. Belakangan, temuan Inspektorat ditindaklanjuti Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Menurut Kepala Kejaksaan Tinggi Jakarta Adi Toegarisman, Kejaksaan telah menetapkan lima tersangka dalam kasus proyek pemetaan. Adi menyebut para tersangka itu berinisial EH dan S dari Kementerian serta YPS, MFM, dan FS dari PT Surveyor. Adi mengatakan belum akan memeriksa Sekretaris Jenderal Kementerian Ainun Na'im dan M. Nuh. ”Dari bukti dan keterangan yang ada, keterangan mereka belum diperlukan.”
Nuh menyatakan kisruh proyek pemetaan bukan tanggung jawab dia dan lembaganya, tapi PT Surveyor. Namun, dia menolak menyalahkan PT Surveyor. ”Harus ditanyakan kepada yang mengerjakan, kenapa enggak selesai?” ujar dia.
Menurut Nuh, audit BPK bukan laporan final. Kementerian, kata dia, masih punya waktu memperbaikinya. ”Itu akan ditindaklanjuti. Saya akan mengeceknya,” kata dia.
Tempo belum berhasil meminta konfirmasi pihak Surveyor. Namun Direktur Utama PT Surveyor Arif Zainuddin mengatakan pihaknya bersedia mengembalikan Rp 55 miliar yang dinyatakan BPK sebagai kelebihan bayar. ”Jika temuan BPK itu sudah final, kami bersedia menyempurnakan pekerjaan dengan biaya yang sudah disetorkan kepada kami,” tulis Arif menanggapi surat Kepala Pusat Data dan Statistik Pendidikan Yul Yunazwin Nazaruddin soal temuan BPK tersebut.
SUBKHAN | TRI ARTINING PUTRI | FEBRIANA FIRDAUS | SUKMA