TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dianggap akan meninggalkan warisan buruk bagi demokrasi Indonesia menjelang akhir masa jabatannya. Cap buruk itu menempel apabila Presiden meloloskan lahirnya kembali model pemilihan kepala daerah model Orde Baru, yakni melalui DPRD.
"Bila sampai disahkan, Presiden SBY tak bisa memisahkan posisi sebagai Presiden dan Ketua Umum Partai Demokrat," kata Wakil Ketua Komisi Pemerintahan Dalam Negeri Dewan Perwakilan Rakyat, Arif Wibowo, ketika dihubungi kemarin.
Saat ini pemerintah dan DPR membahas revisi Undang-Undang Pemilu Kepala Daerah. Satu bagian yang hendak diubah adalah mekanisme pemilihan secara langsung. Kementerian Dalam Negeri mengusulkan pemilihan oleh DPRD. Partai Demokrat bersama sejumlah partai lain mendukung usul tersebut. Sedangkan PDI Perjuangan berupaya mengembalikan pemilihan secara langsung.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengakui usul pemilihan oleh DPRD berasal dari kementeriannya. Pertimbangan dan tujuannya, mengikis ongkos pemilihan secara langsung yang sangat besar. Gamawan menyebut betapa mahalnya biaya cetak surat suara, dana kampanye, serta ongkos sosial yang timbul seusai pemilihan langsung.
Menurut Gamawan, semula fraksi-fraksi di DPR menolak usul tersebut. Pemerintah dan partai di DPR kemudian bersepakat mengambil jalur tengah. “Pemilihan langsung serentak supaya tetap bisa menghemat anggaran," kata dia di kantornya, kemarin. Tapi seusai pemilu presiden pada Juli lalu, sejumlah partai politik mengubah sikapnya. Mereka mendukung pemilihan kepala daerah melalui DPRD.
Di tempat terpisah, presiden terpilih Joko Widodo dan wakilnya, Jusuf Kalla, menganggap pemilihan kepala daerah oleh DPRD sebagai kemunduran demokrasi. "Ini jelas memotong kedaulatan rakyat, jelas sebuah kemunduran," kata bekas Wali Kota Solo dua periode yang dipilih melalui pemilihan langsung tersebut, di Balai Kota, kemarin.
Kalla menganggap pemilihan oleh DPRD bisa berakibat fatal dan hasilnya pun belum tentu lebih baik dari pemilihan langsung. "Indonesia punya pengalaman dengan cara itu," kata dia selepas diskusi “Rembuk Nasional Ketransmigrasian” di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, kemarin. Keduanya mengusulkan pemilihan langsung digelar serentak atas pertimbangkan efisiensi dana dan waktu.
Juru bicara Presiden Yudhoyono, Julian Adrin Pasha, menyatakan pemilihan oleh DPRD masih bisa berubah. Alasannya, cara itu masih dibahas di DPR. "Itu baru wacana, masih ada pembahasan," kata Julian di Sentul, Bogor, Jawa Barat, kemarin.
Adapun Wakil Ketua Umum Demokrat Max Sopacua menganggap pemilihan kepala daerah oleh DPRD sebagai opsi terbaik dan efisien. “Berapa biaya yang dihabiskan untuk pilkada langsung? Triliunan rupiah,” kata dia. “Kalau pilkada melalui DPRD dikatakan tidak demokratis, apakah DPRD bukan perwakilan rakyat?” Max balik bertanya.
NURIMAN J | ANANDA TERESIA | SUNDARI | RAYMUNDUS R | M MUHYIDDIN | AMRI MAHBUB | TIKA PRIMANDARI | REZA ADITYA | PRIHANDOKO | WANTO
Topik terhangat:
Koalisi Jokowi-JK | Jero Wacik | Polisi Narkoba | Pilkada oleh DPRD | IIMS 2014
Berita terpopuler lainnya:
UU Pilkada Sah, Koalisi Prabowo Borong 31 Gubernur
Temui Mega, Risma Tak Bersedia Jadi Menteri Jokowi
Begini Cara Jack The Ripper Membunuh Korbannya
Naked Sushi, Makan Sushi di Tubuh tanpa Busana
Ketemu Sudi Silalahi, Rini Minta Maaf