TEMPO.CO, Jakarta - Badan Narkotika Nasional (BNN) menemukan modus baru yang melibatkan perusahaan penukaran dan pengiriman uang atau money changer dengan sindikat narkotika, Menurut Direktur Pengawasan Tahanan, Barang Bukti, Aset, dan Tindak Pidana Pencucian Uang BNN, Komisaris Besar Sundari, sindikat narkotik internasional yang memanfaatkan sistem bernama Hawala Banking untuk melancarkan perputaran uang. (Baca: Money Changer dan Perdagangan Narkoba).
Hawala Banking ibarat penggabungan jasa money changer dan pengiriman uang (remitansi), khusus untuk bisnis narkotika. Dalam sistem ini, sebagian duit hasil penjualan narkotik di dalam negeri, yang seharusnya dikirim ke jaringan di mancanegara, tidak ditransfer melalui sistem perbankan. Jaringan tersebut menerima valas yang dititipkan tenaga kerja Indonesia kepada perusahaan remitansi untuk dikirim ke Tanah Air. Sebagai gantinya, “Uang hasil penjualan narkotik di dalam negeri dikirimkan ke daerah tujuan uang TKI,” kata Sundari kepada Tempo.
Ada beberapa kasus Hawala Banking yang pernah ditangani BNN. Pada periode 2012–2013, modus Hawala Banking ditemukan BNN dalam kasus Tjeuw Anton. Berkedok sebagai pebisnis money changer, Tjeuw Anton mengelola uang hasil jual-beli narkotik. Sepanjang periode Juli 2012–Februari 2013, ia mengepul duit lebih dari Rp 200 miliar.
Pada periode itu, puluhan miliar duit pun terpantau ditransfer dari dan menuju Indonesia. Juni 2014, hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru menjatuhi vonis hukuman 14 bulan penjara untuk Tjeuw lantaran terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang hasil kejahatan. (Baca: Bisnis Gelap Money Changer, BBM Ilegal Hingga Narkoba).
Di tahun yang sama, BNN juga membongkar kasus Midy. Midy yang memiliki money changer di Medan, PT Artha Permata Valuta dan PT ID Remit, kedapatan menerima duit dari bandar-bandar di sejumlah lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan. Money changer Midy disebut-sebut bekerja sama dengan money changer di Malaysia. (Baca: Warga Singapura Ditangkap, Terkait PNS Rp 1,3 T?).
Karena itu, Kepala BNN Anang Iskandar menyatakan dukungannya untuk penguatan pengawasan terhadap perusahaan money changer dan remitansi. Sebelumnya, Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Agus Santoso, mengatakan bisnis penukaran dan pengiriman uang atai money changer harus betul-betul diawasi. Sebab, kata Agus, banyak pedagang valas tak berizin sehingga bisnis money changer rawan digunakan sebagai sarana kejahatan.
MARTHA THERTINA
Berita Terpopuler
Istri AKBP Idha Endri Kuasai Harta Bandar Narkoba
Golkar Terbelah Hadapi Voting RUU Pilkada
Onno W. Purbo Nilai E-Blusukan Jokowi Tak Relevan