TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan tren pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat saat ini bukan karena ada masalah pada rupiah, melainkan justru pada dolar AS. "Ini kan bukan tren pelemahan rupiah, tapi tren penguatan dolar AS yang menyebabkan rupiah melemah," kata Kalla di kantor Wakil Presiden, Jakarta, kemarin.
Menurut Kalla, penguatan dolar AS ini tidak hanya berdampak terhadap rupiah, tapi juga terhadap mata uang negara-negara lain yang memiliki ekonomi lebih kuat dibanding Indonesia, seperti Jepang, Malaysia, Korea Selatan, dan Australia. "Efeknya di rupiah malah lebih kecil," ujar Kalla.
Diyakini bahwa tren pelemahan rupiah hanya bersifat sementara. Presiden Joko Widodo memastikan fundamental ekonomi Indonesia terus mengalami perbaikan dengan lebarnya ruang fiskal pemerintah. “Pelemahan tidak akan berlangsung lama,” kata Jokowi kemarin. Pemerintah memastikan akan memperbaiki kinerja perdagangan dengan meningkatkan ekspor di sektor industri dan menekan laju impor.
Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan ekspektasi perbaikan ekonomi AS yang lebih cepat dari perkiraan membuat investor menarik dananya di negara berkembang dan menanamkannya ke negara itu. "Ibaratnya, dolar AS pulang kampung," kata Bambang kemarin. Menurut dia “mudiknya” dolar AS ini memang sangat berpengaruh karena, sebelumnya, negara-negara berkembang dianggap sebagai tempat paling prospektif pada saat ekonomi AS sedang melemah.
Faktor lain yang menyebabkan rupiah melemah, menurut Bambang, adalah merosotnya mata uang Rusia, rubel, terhadap dolar AS. Kondisi ini menyebabkan bank sentral Rusia menaikkan suku bunga acuan hingga 650 basis point dari 10,5 ke 17 persen. Implikasinya, investor akan berpikir untuk memindahkan portofolio mereka ke Rusia.
Untuk stabilisasi di pasar keuangan, Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan BI telah membeli Surat Berharga Negara (SBN). Total SBN yang dibeli bank sentral senilai Rp 1,7 triliun. “Rp 1,5 triliun kami beli kemarin (Senin), hari ini (kemarin) kami beli Rp 200 miliar,” kata Perry.
Dalam transaksi pasar uang kemarin, rupiah ditutup melemah 12 poin (0,09 persen) ke level 12.725 per dolar AS. Di awal perdagangan, rupiah sempat menembus 12.900 per dolar.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance, Enny Sri Hartati, mengatakan pelemahan rupiah saat ini terjadi karena faktor musiman meningkatnya permintaan dolar AS. Akhir tahun menjadi waktu pembayaran cicilan utang luar negeri Indonesia yang jatuh tempo. Desember juga merupakan masa pembayaran dividen di perusahaan-perusahaan asing dalam bentuk dolar AS. Dia memprediksi rupiah akan kembali menguat pada awal 2015, dengan lewatnya siklus akhir tahun dan neraca perdagangan Indonesia yang semakin membaik.
Ekonom Universitas Gadjah Mada, A. Tony Prasetiantono, juga memprediksi rupiah akan kembali menguat pada awal 2015. Rupiah bakal mencapai titik equilibrium pada level 12.500 per dolar AS. Meski saat ini ekonomi AS sedang moncer, Tony optimistis dolar AS akan kembali melemah sehingga terjadi keseimbangan baru. “Dan level yang ada saat ini akan terkoreksi.”
PRIHANDOKO | TRI ARTINING PUTRI | ANDI RUSLI | TRI SUSANTO SETIAWAN | ROBBY IRFANY
Topik terhangat:
Longsor Banjarnegara | Teror Australia | Rekening Gendut Kepala Daerah
Berita terpopuler lainnya:
Ahok Umrahkan Marbot, Ini Reaksi FPI
Beda Gaya Jokowi dan SBY di Sebatik
Jokowi Panjat Menara Intai Perbatasan di Sebatik
Teror di Sydney, #illridewithyou Cegah Benci Islam