TEMPO.CO, Teluk Kumai - Hari kedua perjalanan KN 224 dari Tanjung Priok. Kapal yang mengangkut 20 kru Basarnas Special Group ini berangkat dari Tanjung Priok pada Ahad, 28 Desember 2014, sore menuju perairan Belitung. Di tengah perjalanan, mereka sempat memutari area seluas 256 mil laut persegi untuk mencari tanda-tanda keberadaan AirAsia QZ8501 yang hilang pagi harinya. Pencarian itu berujung nihil. (Baca: Janji Tony Fernandes ke Pramugari Korban Air Asia)
Senin sore, kapal merapat di Pelabuhan Manggar, Belitung Timur untuk mengisi logistik dan berkoordinasi tentang rute selanjutnya. Satuan Elite Basarnas itu diminta menuju Teluk Kumai dan memperhatikan perairan sepanjang perjalanan.
Sehari berikutnya, radio di kapal ramai. Sejak pagi, informasi berseliweran dari kapal-kapal yang berlayar di perairan tak jauh dari KN 224 memberitakan penemuan kepingan yang kemungkinan berasal dari AirAsia. Semangat membuncah di kapal yang panjangnya 40 meter itu. (Baca: Pujian Bos Air Asia ke Pilot yang Terkait Narkoba)
Charles Batlajery, Komandan Kompi BSG, memerintahkan anak buahnya untuk mempersiapkan peralatan menyelam. Kapal yang sebelumnya sepi ramai akan suara pasukan yang mengeluarkan tabung oksigen dan peralatan selam ke dek kapal. "Kami akan berusaha menyelam sekalipun cuaca buruk," kata Charles.
Tiga penyelam terbaik satuan itu dipilih sebagai yang pertama kali menyelam, Charles sendiri, Ardiansyah Putra, dan Prio Prayudha Utama. Prio telah mengenakan setelan selamnya. (Baca: Korban Air Asia QZ8501, Berjam Rolex, Berkaus Polo)
Sayangnya, hujan turun dan gelombang makin tinggi dalam perjalanan. Seharusnya, kapal tiba di titik pencarian sekitar pukul 17.00 WIB. Cuaca buruk membatalkan rencana itu. Kapal baru tiba di lokasi saat matahari terbenam. Hujan pun turun makin mengaburkan pandangan. "Tidak mungkin menyelam dalam situasi ini," kata nakhoda KN 224 Kapten Ahmad.
Ahmad memutuskan meninggalkan area pencarian dan memacu kapal menuju Teluk Kumai. Dia berharap dapat kembali ke area keesokan paginya dan tiba di lokasi saat matahari masih benderang.
Prio menanggalkan kembali pakaian selamnya. "Kecewa. Tadinya sudah berharap bisa evakuasi langsung hari ini," kata pria 23 tahun itu. (Baca: Pilot Pakai Narkoba, Bos Air Asia: Itu Obat Batuk)
Langit tersaput awan tipis keesokan paginya. Hujan ringan. Sesuai rencana, KN 224 meninggalkan Pelabuhan Panglima Utar Kumai pada pukul 08.30 WIB. Kru KN 224 optimistis.
Sepanjang jalan, kru BSG mempersiapkan rencana penyelaman sambil sesekali bercanda dan bernyanyi. Beberapa kru membuat simpul-simpul berjarak 10 meter untuk penanda pada tali yang akan digunakan menyelam, yang lain rapat dengan serius mempersiapkan rencana penyelaman. "Harus bercanda dalam situasi ini biar tidak stress," kata Eko Ashariyanto, seorang kru BSG.
Pukul 09.30 WIB, hujan ringan di awal perjalanan makin deras seiring kapal meninggalkan muara Sungai Kumai. Ombak setinggi 3 meter saling bersilangan membuat kapal oleng dalam sudut menyeramkan. Hujan disertai angin kencang menampar kapal. Langit tertutup awan abu-abu tebal.
Ini cuaca paling parah sepanjang perjalanan mencari AirAsia QZ 8501. Jarak pandang hanya 10 meter. Mesin kapal pun sempat mati di tengah jalan.
"Harus balik. Jangan sampai tim SAR yang di-SAR," kata Ahmad lalu memutuskan memutar balik haluan kapal menuju Pelabuhan Kumai. Upaya pelayaran akan kembali dilakukan siang atau sore harinya bila cuaca memungkinkan.
Sekitar pukul 16.00 WIB, kapal itu kembali riuh. Pasukan elite marinir bergabung dengan tim BSG di KN 224. Mereka akan mencoba berlayar menembus untuk mengantar tim BSG dan penyelam marinir ke KRI Banda Aceh yang telah membuang jangkar di tengah laut untuk mencari puing pesawat. "Seluruh tim penyelam diinstruksikan bergabung dengan misi menemukan bangkai pesawat tersebut," kata Charles.
Perjalanan bersama marinir terasa berbeda. Atmosfir kapal yang tadinya hanya diisi kru Basarnas yang sudah seperti keluarga kini juga diisi pria-pria berseragam dari Kopaska, Taifib, Denjaka, dan Dislambair TNI AL. Mereka jarang bercakap satu sama lain.
Meski demikian, keseriusan tampak di wajah Charles, Prio, Putra dan kru BSG lainnya. "Pencarian harus segera dilakukan tak bisa lagi ditunda. Kasihan para korban," ujar Prio.
Kapal meninggalkan dermaga saat petang. Ombak mengombang-ambingkan kapal sejak awal perjalanan. Angin terasa dingin menusuk tulang. Penumpang kapal lebih banyak diam.
Kesunyian dalam kapal pecah saat Ahmad turun dari anjungan nakhoda. "Kita putar balik lagi. Ombak besar, kapal bisa pecah saat mencoba merapat ke KRI Banda Aceh," kata Ahmad. Pengumuman itu tak lagi mengagetkan kru Basarnas. Kabar itu sudah terlalu sering mereka dengar.
Perjalanan kembali ke Pelabuhan Kumai kebetulan bertepatan dengan malam tahun baru. Namun, tak ada yang menyebut-nyebut soal pergantian tahun yang biasa dirayakan itu.
Kapal merapat kembali di dermaga satu jam sebelum pergantian tahun. Kedatangan KN 224 bertepatan dengan tug boat yang mengantar dua jenazah yang diduga korban jatuhnya AirAsia ke daratan.
Prio bersyukur sudah ada jenazah yang ditemukan. Walaupun dia akan lebih lega bila dirinya turut terjun dalam evakuasi. "Ada kebahagiaan bila berhasil menyelamatkan orang. Apalagi dalam keadaan hidup," kata dia sambil menyentuh dada.
Malam pergantian tahun itu, langit Kumai gelap tertutup awan. Bupati telah melarang warganya membuat perayaan berlebihan karena situasi yang sedang dalam kondisi darurat. Meski begitu, ada 3-4 kali letusan kembang api terdengar.
Sebagian kru Basarnas memilih tidur saja malam itu di ruang tunggu pelabuhan. Sebagian berjalan keluar pelabuhan dan menemukan penjual durian di luar pagar. Mereka pun memilih dan menyantap durian, sekedar penghibur atas pencarian mereka yang tak membuahkan hasil menggembirakan.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA
Baca berita lainnya:
Fakta tentang 15 Korban Air Asia QZ8501
Pilot Air Asia QZ7510 Terendus Pakai Narkoba
Bodi Pesawat Air Asia Sudah Ditemukan?
Dua Spekulasi Kecelakaan Air Asia QZ8501