TEMPO.CO, Jakarta-Banjir yang melumpuhkan sebagian Jakarta dan sekitarnya, Senin, 9 Februari 2015, diperkirakan belum mencapai kondisi terburuk. Hal ini karena kiriman air dari Bogor dan Puncak masih normal. Banjir di Ibu Kota lebih disebabkan oleh tingginya curah hujan dan buruknya sistem drainase.
Curah hujan dengan intensitas mencapai 170 milimeter per detik masih mungkin terjadi pada Kamis dan Sabtu mendatang, sedangkan hari ini diperkirakan akan turun hujan ringan sampai sedang. “Berdasarkan pencitraan satelit, curah hujan pada Kamis dan Sabtu diperkirakan bisa mencapai angka 170 mililiter seperti yang terjadi hari ini,” kata Kepala Bidang Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Kukuh Ribudiyanto, di Jakarta, kemarin.
Sampai kemarin malam, ketinggian air di Bendung Katulampa, Bogor, baru mencapai 100 meter atau Siaga 3. "Intensitas dan curah hujan di kawasan Puncak sedang, meski durasinya sangat lama,” kata Kepala Pengawas Bendung Katulampa Bogor, Andi Sudirman.
Kepala Pengendalian Banjir Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta Rahmat Basuki mengatakan kondisi yang terjadi di Ibu Kota saat ini sudah layak dikategorikan status darurat banjir. Salah satu indikatornya adalah luasan wilayah yang terkena dampak.
Banjir sempat menyambangi kawasan Istana Negara di Jalan Medan Merdeka Utara, Jalan Medan Merdeka Barat, dan Grogol, Jakarta Barat. Beberapa perkantoran terpaksa meliburkan karyawannya karena akses menuju kantor terendam banjir. Kondisi kemarin juga dianggap sudah mengganggu aktivitas perekonomian hingga pemerintahan.
Sebagian besar kawasan di Ibu Kota Jakarta, nyaris lumpuh karena banjir. Menurut data Badan Informatika dan Pengendalian Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta, ada 93 titik genangan air dengan ketinggian 30-80 sentimeter yang tersebar di 12 kelurahan atau 53 rukun warga di Jakarta.
“Ini faktor alam. Selain karena hujan yang besar banget intensitasnya sejak semalam, juga karena pasang-surut air laut yang menyebabkan rob,” kata Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di kantornya, Senin, 9 Februari 2015.
Menurut Ahok, banjir yang terjadi kali ini bukan karena faktor drainase yang buruk. Genangan air yang terus meluas di Jakarta, ujar dia, salah satu penyebabnya adalah pompa di Waduk Pluit mati karena listrik padam.
Karena alasan keamanan, PLN kemarin mematikan 428 gardu listrik di Jakarta. Waduk Pluit ini penampung air dari sejumlah sungai besar yang melewati Jakarta. Untuk menjaga kestabilan debit, air di waduk ini dibuang melalui 12 pompa ke laut. “Kuncinya di Waduk Pluit," ujar Ahok.
Kepala Dinas Tata Air DKI Jakarta, Agus Priyono, mengatakan air Waduk Pluit kemarin meluap karena adanya banjir rob yang melalui Sungai Cidengan di Jakarta Pusat yang bermuara ke waduk itu. Akibatnya, kata dia, sejumlah daerah mendapatkan kiriman genangan air. Salah satunya Kompleks Istana Kepresidenan.
Akibat banjir yang hampir merata di Jakarta, sejumlah moda transportasi, seperti bus Transjakarta di beberapa koridor, berhenti beroperasi karena jalan tidak bisa dilewati. Perjalanan kereta listrik untuk rute Jakarta-Bogor-Depok-Serpong-Bekasi juga terhambat karena rel di sejumlah stasiun terendam air.
Beberapa kantor juga meliburkan karyawannya. “Lebih dari 50 persen aktivitas produksi dan transaksi mandek karena sebagian pekerja absen,” kata Ketua Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi. Pengusaha, kata dia, belum bisa menaksir nilai kerugian akibat banjir ini.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, menilai banjir di Jakarta kali ini juga disebabkan oleh drainase perkotaan dan kurangnya daerah resapan air. Dari 98 titik genangan, kata dia, paling banyak terdapat di Jakarta Pusat.
Banjir bisa bertambah parah, kata Sutopo, jika hari ini intensitas hujan sama dengan kemarin dan ditambah dengan adanya banjir kiriman dari Bogor. “Wilayah bantaran kali akan menjadi sasaran utama,” kata dia.
Pengamat tata ruang kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, menyatakan permasalahan serius yang menyebabkan Jakarta kembali dilanda banjir memang akibat sistem drainase yang buruk. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, menurut Yayat, sudah melakukan langkah-langkah mengatasi banjir di Ibu Kota dengan mengeruk dasar sejumlah sungai. Namun, kata dia, pemerintah tidak memperhatikan saluran penghubung. "Sungai dikeruk, tapi saluran penghubung tidak dibenahi," ujar Yayat.
ERWAN HERMAWAN | DIMAS SIREGAR | YOLANDA RYAN ARMINDYA | ALI HIDAYAT | SINGGIH SOARES