TEMPO.CO, Jakarta-Berbagai teror dialami sejumlah penyidik dan karyawan Komisi Pemberantasan Korupsi sejak lembaga antirasuah ini menangani kasus dugaan suap dan gratifikasi yang melibatkan Kepala Polri terpilih, Komisaris Jenderal Budi Gunawan.
Sejumlah penyidik KPK mengaku mendapat teror selama proses penyidikan kasus ini. Sumber di lingkup internal KPK mengatakan, teror itu datang via pesan pendek, dihubungi per telepon, hingga berkali-kali dibuntuti saat pulang kerja. Keluarga dan karyawan Biro Hukum KPK tak lepas dari teror ini. "Salah satu pesan yang disampaikan adalah pembunuhan," kata sumber itu, Rabu, 11 Februari 2015.
Tekanan juga berupa pelaporan terhadap pegawai dan pimpinan KPK ke Badan Reserse Kriminal Polri. Mantan juru bicara KPK yang kini Kepala Deputi Pencegahan, Johan Budi S.P., termasuk yang dilaporkan. Dia dan mantan Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah dilaporkan karena bertemu dengan anggota DPR M. Nazaruddin, yang belakangan menjadi terpidana kasus korupsi Wisma Atlet.
Untuk mengakhiri teror ini, Presiden Joko Widodo disarankan turun tangan. “Tak ada alasan lain bagi Presiden untuk diam dan tak turun tangan,” kata peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Hifdzil Alim.
Hifdzil menilai, Presiden Jokowi selama ini tak menunjukkan ketegasan dalam menengahi persoalan antara KPK dan Kepolisian RI. Padahal ketegasan tersebut bisa memberi kepastian untuk menghindari praktek kriminalisasi. Dampak tak adanya sikap tegas ini, kedua pihak punya tafsir sendiri atas instruksi Presiden agar kedua lembaga menahan diri dan bekerja sesuai dengan koridor.
“Sikap Presiden untuk menghentikan kriminalisasi akan dibaca secara politik dan menjadi perintah tegas bagi sekelompok orang yang masih melakukan tindakan di luar aturan,” kata Hifdzil. Keputusan strategis Presiden diperkirakan bakal menyudahi kisruh yang dipicu belum adanya Kepala Kepolisian RI definitif menggantikan Jenderal Sutarman. “Kalau Presiden tak juga bersikap, kisruh akan melebar ke mana-mana.”
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menganggap teror merupakan risiko bagi KPK dalam memberantas korupsi. Mereka sudah memprediksi teror semacam ini bakal muncul setelah komisi antirasuah menyidik kasus dugaan suap dan gratifikasi itu.
"Semua potensi risiko sudah diketahui. Tapi berat derajat risikonya sampai begitu dahsyat, tentu di luar kemampuan kami bernalar," kata Bambang. KPK akan membentuk tim yang mengusut tentang teror ini. "Mudah-mudahan semua masalah bisa selesai."
Menteri-Sekretaris Negara Pratikno mengatakan Presiden belum membuat arahan atas teror ke penyidik KPK. "Kalaupun ada arahan, tak mungkin ke saya, mungkin ke pihak lain yang terkait," kata Pratikno.
Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti menegaskan, teror terhadap penyidik KPK bukan oleh polisi. Ia mengaku, teror juga dialami anggotanya. Dia khawatir teror semacam ini justru dimanfaatkan pihak lain. "Teror ke kami juga belum tentu dilakukan oleh KPK, kan?" kata dia.
TIKA PRIMANDARI | MUHAMAD RIZKI | IRA GUSLINA SUFA