TEMPO.CO, Jakarta-Anggaran kontroversial senilai triliunan rupiah masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2015 yang disahkan dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat kemarin. Anggaran tambahan yang diterima beberapa kementerian dan lembaga itu dianggap rawan politik transaksional.
Di antara anggaran kontroversial itu adalah untuk kegiatan revolusi mental senilai Rp 149 miliar, dana talangan Rp 781,7 miliar untuk membayar ganti rugi korban lumpur Lapindo, dan tambahan anggaran untuk kegiatan Dewan sebesar Rp 1,635 triliun.
Anggota Badan Anggaran, Willgo Zainar, mengaku heran melihat sejumlah anggaran yang diajukan pemerintah. Contohnya, dana penyusunan road map dan kegiatan revolusi mental senilai Rp 149 miliar oleh Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK). “Seharusnya anggaran itu masuk ke Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama,” ujar politikus Gerindra ini.
Namun Ketua Badan Anggaran Ahmadi Noor Supit menyatakan tak bisa menghalangi usulan Menteri Puan Maharani lantaran hal itu terkait dengan visi dan misi Presiden Joko Widodo. "Undang-undang memerintahkan APBN Perubahan harus mengakomodasi visi-misi presiden yang baru," kata Ahmadi.
Deputi Menko PMK, Chazali H. Situmorang, mengatakan dana itu akan digunakan untuk membiayai kegiatan sosialisasi revolusi mental ke daerah-daerah.
Tentang anggaran untuk dana talangan korban Lapindo, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Timur Ony Mahardika menyayangkan langkah pemerintah ini. “Pemerintah Jokowi tampaknya dikangkangi oleh perusahaan,” kata dia.
Baca Juga:
Menanggapi tudingan ini, Ahmadi mengatakan anggaran untuk Minarak disediakan sebagai solusi ganti rugi korban lumpur yang tak kunjung selesai dalam delapan tahun. Menurut dia, dana tersebut juga bukan berupa dana talangan, melainkan bentuk perhatian pemerintah terhadap korban lumpur. Apalagi, Minarak berjanji mengembalikan dana pemerintah dengan jaminan 13 ribu berkas senilai Rp 3,3 triliun.
Anggaran Dewan membengkak menjadi Rp 5,192 triliun. Sebanyak Rp 151 miliar dari dana tambahan akan digunakan untuk menggaji tenaga ahli, Rp 600 miliar untuk pengelolaan sekretariat jenderal, dan selebihnya untuk mengelola rumah aspirasi rakyat.
Anggota Komisi Pemerintahan DPR, Syaifullah Tamliha, mengatakan tambahan anggaran operasional penting karena selama ini anggota Dewan kerap kesulitan menampung aspirasi konstituen lantaran tak ada staf maupun rumah aspirasi di daerah. Tapi, ia mengingatkan, jangan sampai gaji tenaga ahli masuk ke kantong anggota Dewan.
Namun Direktur Eksekutif Forum Masyarakat Pemantau Parlemen, Sebastian Salang, mengatakan tambahan anggaran untuk Dewan merupakan pemborosan. Apalagi konsep rumah aspirasi hingga saat ini belum jelas. Ia juga khawatir akan adanya barter politik yang terjadi dalam pembahasan tambahan anggaran ini.
PUTRI ADITYOWATI | JAYADI SUPRIADIN | URSULA FLORENE | WAYAN AGUS | EFRI R