TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan menghadapi kasus baru. Kejaksaan Agung sedang menelisik perannya dalam pengadaan 16 mobil listrik untuk Konferensi Tingkat Tinggi APEC di Bali pada 2013.
Kejaksaan sedang menimbang Dahlan menjadi tersangka kasus ini, kendati kesulitan menemukan bukti tertulis. “Tapi keterangan saksi-saksi mengarah kepada Dahlan,” kata Kepala Sub-Direktorat Penyidik Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Agung, Sarjono Turin, Senin 22 Juni 2015.
Jaksa menganggap Dahlan menyalahgunakan wewenang sebagai menteri dengan menunjuk langsung penyedia mobil listrik. Ada dua tersangka kasus yang merugikan negara Rp 32 miliar ini, yakni Dasep Ahmadi dari PT Sarimas Ahmadi Pratama dan mantan Pejabat Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Kementerian BUMN Agus Suherman.
Dari penjelasan Agus, kata Sarjono, jaksa mendapat keterangan bahwa Dahlan memerintahkannya meminta uang kepada Bank Rakyat Indonesia, Perusahaan Gas Negara, dan Pertamina untuk pengadaan mobil listrik tersebut. “Ini baru satu bukti, kami butuh bukti lain," kata Sarjono. Rencananya, Dahlan akan dimintai konfirmasi soal itu Rabu besok.
Direktur Penyidikan Pidana Khusus Maruli Hutagalung menambahkan bahwa permintaan uang ke BUMN tersebut sebagai penyalahgunaan wewenang. “Logikanya, kalau ada menteri minta, sulit menolak kan?" kata Maruli.
Melalui pesan berantai kepada wartawan, Dahlan mengakui meminta Dasep melaksanakan proyek tanpa tender itu. Pertimbangannya, Dasep dianggap terbukti bisa menjalankan pengadaan mobil listrik.
Yusril Ihza Mahendra, pengacara Dahlan, meminta agar jaksa berfokus menyelidiki kontrak antara PT Sarimas dan Kementerian Pendidikan Tinggi. Pengadaan mobil listrik ini, kata dia, masuk ranah perdata, karena Dasep menyerahkan mobil tersebut ke Kementerian Riset dan Teknologi seusai konferensi. “Harusnya itu yang didalami, bukan Pak Dahlan," kata Yusril.
Selain kasus mobil listrik, Dahlan telah menjadi tersangka dugaan korupsi pembangunan 21 gardu induk di Jawa-Bali dan Nusa Tenggara Barat ketika menjabat Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN). Dahlan dianggap bersalah karena melanjutkan proyek untuk menghindari pemadaman bergilir ketika lahannya belum dibebaskan. Kasus ini ditangani Kejaksaan Tinggi Jakarta.
Kasus ketiga adalah pembelian bahan bakar diesel oleh PLN. Polisi menduga ada kerugian negara dalam pembelian bahan bakar itu karena ada perbedaan harga antara pembelian langsung dan lelang dari perusahaan yang sama, yakni PT Pertamina. “Seharusnya pembelian itu menguntungkan Pertamina,” kata Yusril setelah mendampingi Dahlan dalam pemeriksaan kemarin.
Selain itu, polisi tengah mengusut dugaan korupsi pengadaan sawah oleh Kementerian BUMN yang diduga fiktif di Ketapang, Kalimantan Barat. Nun di Jawa Timur, kejaksaan negeri di sana mengusut Dahlan ketika menjabat Direktur Utama PT Panca Wira Usaha dalam pembelian tanah pada 1999.
ISTMAN MP | DEWI SUCI | PRU