TEMPO.CO, Jakarta - Aparat keamanan Indonesia mendalami informasi adanya dua pilot Indonesia, Ridwan Agustin dan Tomi Hendratno, yang diduga bergabung dengan kelompok teroris Islamic State of Iraq and al-Sham (ISIS).
“Akan kami tangani dan cari. Saya akan bicara dengan BIN (Badan Intelijen Negara), Kepolisian, dan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme),” kata Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno di Jakarta, Kamis 9 Juli 2015.
Kabar dua pilot yang bergabung di ISIS itu dilansir situs asal Amerika Serikat, The Intercept, Selasa malam, berdasarkan bocoran dokumen yang mereka miliki soal laporan intelijen Kepolisian Federal Australia (AFP), setebal 10 halaman, tertanggal 18 Maret 2015. Dokumen itu berjudul Operational Intelligence Report: Identification of Indonesian pilots with possible extremist persuasions.
Menurut dokumen AFP itu, Ridwan, yang memiliki nama alias Ridwan Ahmad Al Indonesiy, adalah mantan pilot AirAsia. Istrinya, Diah Suci Wulandari, juga pernah bekerja di maskapai yang sama. Berdasarkan pelacakan di akun Facebook-nya, posisi terakhir Ridwan diketahui berada di Kota Raqqa, Suriah. Posisi Diah tak diketahui. Presiden Direktur AirAsia Indonesia Sunu Widyatmoko mengkonfirmasi bahwa Ridwan pernah menjadi pilot di maskapainya.
Sedangkan Tomi, yang memiliki nama alias Tommy Abu Al Fatih, disebut sebagai mantan tentara yang dilatih di Paris, Prancis, dan bekerja di sejumlah sekolah penerbangan. Terakhir dia bekerja di Premiair, perusahaan penerbangan sewaan untuk penumpang VIP yang beroperasi di Indonesia. Tomi, dengan akun Facebook memakai nama Abu Alfatih Hendratno, keluar dari Premiair 1 Juni lalu.
Menurut dokumen AFP, kedua pilot diduga sudah berada di Suriah atau Irak dan bergabung dengan kelompok teroris itu karena pengaruh propaganda elemen pro-ISIS. “Pilot, awak udara, dan lain-lain dengan akses ke dan di dalam lingkungan penerbangan dapat menimbulkan ancaman nyata jika orang ini mengalami radikalisasi,” demikian isi laporan AFP.
Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti menduga dua pilot Indonesia ini hanya simpatisan biasa dan menyatakan dukungan melalui situs jejaring sosial. “Kalau hanya mendukung, belum tentu terkait jaringan ISIS,” ucapnya.
Dalam laporan Intercept, AFP memang disebut membagi laporan intelijennya itu dengan sejumlah negara, seperti Turki, Yordania, Amerika Serikat, dan Europol (otoritas keamanan Uni Eropa). Tak ada nama Indonesia dalam daftar negara yang dikirimi dokumen tersebut. Australia menolak menanggapi laporan tersebut. “AFP tidak mengomentari masalah terkait informasi intelijen,” kata seorang juru bicara AFP kepada The Intercept.
THE INTERCEPT | MAHARDIKA SATRIA HADI | TIKA PRIMANDARI | DEVY ERNIS | ABDUL MANAN