TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama bakal tetap menggusur permukiman warga di Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur. Relokasi warga dari bantaran Sungai Ciliwung ini harus dilakukan sebagai bagian dari program besar mengatasi banjir di Ibu Kota.
Kamis 20 Agustus 2015, upaya penggusuran mendapat perlawanan sengit dari warga. Satu alat berat milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dibakar massa. “Tak apa, bakar saja. Saya akan kirim pasukan lebih banyak,” kata Ahok—demikian Basuki biasa disapa.
Ahok mengaku sudah berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya Inspektur Jenderal Tito Karnavian. Mereka sepakat menuntaskan penggusuran meski mendapat perlawanan. Tito memastikan semua pelaku kerusuhan akan diproses secara hukum. Tak hanya itu, Ahok juga menutup semua pintu negosiasi dengan warga RW 01 dan RW 03 Kelurahan Kampung Melayu. “Apa lagi yang mau dinegosiasikan?” katanya keras.
Penggusuran kemarin dipimpin Wali Kota Jakarta Timur Bambang Musyawardana. Dia membawa 2.155 personel gabungan dari Satuan Polisi Pamong Praja, Polri, dan TNI menuju Kampung Pulo. “Hingga tujuh hari ke depan kami akan pindahkan seluruh warga,” ujarnya.
Kehadiran petugas itu dihadang warga yang menutup akses menuju Kampung Pulo di Gang 5. Bentrokan tak bisa dihindarkan saat warga, yang mendengar mesin alat berat menyala, bergerak menyerang petugas.
Penggusuran Kampung Pulo merupakan awal dari proyek normalisasi sungai dan sodetan Ciliwung ke Kanal Banjir Timur. Proyek yang semula ditargetkan selesai pada akhir tahun lalu itu molor sampai sekarang karena warga menolak pindah ke rumah susun sewa yang telah disiapkan DKI. Warga menuntut pemerintah membayar ganti rugi atas tanah dan bangunan yang sudah bertahun-tahun mereka tempati.
Ahok menolak permintaan tersebut karena warga Kampung Pulo tak bisa menunjukkan sertifikat tanah untuk membuktikan kepemilikan mereka. Perundingan berkali-kali menemui jalan buntu. Sebagian warga sebenarnya sudah bersedia pindah ke rumah susun sewa Jatinegara yang terletak tepat di pinggir Jalan Jatinegara Barat, tak jauh dari Kampung Pulo. Namun sebagian tetap meminta ganti rugi. “Rumah susun mau, uangnya mau juga,” kata Ahok.
Ketua Komunitas Ciliwung Merdeka, Sandyawan Sumardi, menjelaskan, kerusuhan kemarin dipicu oleh sikap pemerintah yang mengingkari kesepakatan dengan warga. Sebelumnya, kata dia, ada kesepakatan bahwa yang digusur hanya rumah yang sudah dikosongkan. Kenyataannya, petugas menggusur semua rumah. “Warga jadi terprovokasi,” tuturnya.
Penggusuran permukiman warga ini pun, kata Sandyawan, seharusnya bisa dihindari. Dia mengaku sudah mendampingi warga Kampung Pulo untuk membangun desain Kampung Susun di tepi Ciliwung. Konsep rumah susun panggung itu dibuat dengan menyertakan danau di bagian bawah rumah, sebagai tempat menampung banjir. Danau itu akan menjadi ruang publik saat kemarau karena airnya surut. “Jadi bisa untuk kebun, lapangan, dan taman,” kata Sandyawan. Ketika rencana ini diajukan kepada Gubernur beberapa waktu lalu, Ahok langsung setuju.
Tapi belakangan Ahok berubah pikiran. Diduga, perubahan ini dipicu oleh tidak adanya bukti kepemilikan tanah yang sahih di tangan warga. Karena itu, pemerintah kemudian mendorong opsi relokasi. Saat ini ada 527 unit kamar di rumah susun Jatinegara yang disiapkan untuk warga Kampung Pulo. “Tak ada negosiasi. Kami akan paksa mereka untuk pindah dan bongkar,” kata Ahok.
LINDA HAIRANI | NIBRAS NADA NAILUFAR | MAYA NAWANGWULAN