TEMPO.CO, Jakarta - Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat dituding menyelundupkan pasal ihwal kretek dalam draf Rancangan Undang-Undang Kebudayaan. Dengan masuknya pasal ini, rokok kretek akan dilindungi sebagai warisan kebudayaan.
“Kretek kami masukkan dalam RUU Kebudayaan sebagai warisan budaya karena sifatnya yang unik. Tidak ada di dunia lain tradisi meramu tembakau dengan cengkeh kecuali di Indonesia,” kata Taufiqul Hadi, anggota Badan Legislasi dari Fraksi NasDem. Meski mengakui memasukkannya, Taufiq enggan disebut telah menyelundupkan pasal tersebut.
Masuknya pasal ini mendapat tentangan dari Komisi Nasional Pengendalian Tembakau. “Mengapa mesti kretek? Keris saja tidak dimasukkan. Kenapa pula disebut khusus sebagai salah satu warisan budaya?” kata Kartono Mohamad, penasihat Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, kepada Tempo, Senin 21 September 2015. Ia melihat dimasukkannya pasal kretek ini dipaksakan tanpa mempertimbangkan aspek kesehatan rakyat.
Dalam draf RUU Kebudayaan, kretek tradisional masuk dalam ayat l pasal 37 tentang penghargaan, pengakuan, dan perlindungan sejarah serta warisan budaya. Penjelasan pasal kretek ini ada dalam pasal 49.
Karena merupakan warisan budaya, pemerintah diminta membuat inventarisasi dan dokumentasi; memfasilitasi pengembangan kretek tradisional; mensosialisasinya, mempublikasikan, dan mempromosikan kretek tradisional. Pemerintah juga wajib membuat festival kretek tradisional dan melindunginya.
Menurut Kartono, kewajiban ini membuat pemerintah justru mempromosikan hal yang membahayakan publik. “Dibikin festival kretek itu sama saja menyuruh anak merokok. Para penyelundup pasal kretek ini tidak mempedulikan bahwa tembakau untuk kretek itu 60 persen impor,” ujar Kartono.
Anggota Komisi Kebudayaan, Yayuk Sri Rahayu, mengakui Baleg-lah yang memasukkan pasal kretek. “Tapi kami menyetujui pasal itu dimasukkan, karena tradisi mengisap kretek ada di tiap desa,” kata Yayuk, Kamis lalu, kepada Tempo. Ia menjelaskan, tahapan di Badan Legislasi sudah selesai. “Kami setuju untuk membawanya di rapat paripurna DPR.”
Menurut Taufiq, saat mendiskusikan soal rancangan undang-undang tersebut dengan komisi (harmonisasi), ada salah seorang anggota Badan Legislasi yang mengusulkan agar kretek diakui sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia. “Oleh Komisi X, mereka sepakat bahwa kretek akan kita akui sebagai warisan budaya Indonesia,” ujar Taufiq. Harmonisasi berlangsung sejak Juni hingga 14 September lalu.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kacung Marijan, memilih tidak mengomentari hadirnya pasal kretek dalam RUU Kebudayaan. “Nanti saya lihat dulu, tunggu draf finalnya dari DPR,” ujarnya pada Jumat lalu.
Menurut Kacung, RUU Kebudayaan bertujuan mengatur pemerintah mengelola kebudayaan dan memfasilitasinya. “Posisi pemerintah dalam RUU adalah bagaimana mengelola kebudayaan,” ucapnya.
Kacung tidak menampik anggapan bahwa tradisi mengisap kretek merupakan bagian dari kebudayaan lantaran berlangsung turun-temurun. Tapi, kata dia, kebudayaan itu bisa baik dan buruk. “Tenung itu bagian dari kebudayaan. Tapi apa kita akan melestarikan kebudayaan yang tidak baik?” ucapnya.
ISTIQOMATUL HAYATI