TEMPO.CO, Jakarta - Memasuki 2016, kerasnya persaingan dalam industri telekomunikasi seluler mulai membawa dampak negatif. Manajemen PT XL Axiata Tbk (EXCL) mengaku telah menjalankan program efisiensi dengan memberhentikan 100 orang karyawannya melalui program pensiun dini secara bertahap.
Sekretaris Perusahaan XL Axiata, Turina Farouk, mengatakan karyawan yang diberhentikan itu menjabat area sales manager dan regional sales manager. "Fungsi kedua jabatan tersebut tidak relevan lagi dan (pensiun dini) sudah menjadi kesepakatan bersama,” kata dia, ketika dihubungi Tempo kemarin.
Turina menegaskan program ini bukanlah pemutusan hubungan kerja massal. Menurut dia, sejalan dengan dinamika industri telekomunikasi digital, XL perlu menyesuaikan kegiatan operasional dan distribusinya, termasuk dengan meniadakan fungsi yang sudah tidak pas lagi. “Dengan demikian, kegiatan operasional dapat berjalan lebih efektif dan efisien,” kata dia.
Adapun PT Indosat Tbk (ISAT) menjalankan program penghematan dengan berupaya melunasi utangnya sembari melakukan ekspansi jaringan 4G. Meski harus berhemat, kata Direktur Utama Indosat, Alexander Rusli, situasi keuangan perusahaan masih terkendali. "Tidak ada pemecatan, di sini baik-baik saja," ucap Alex.
Pengamat telekomunikasi dari ICT Institute, Heru Sutadi, menuturkan, di antara operator seluler, hanya anak usaha PT Telkom Tbk (TLKM), PT Telekomunikasi Seluler, yang sanggup meraup untung hingga kuartal III 2015. "Bahkan, yang menolong konsolidasi Grup Telkom itu adalah Telkomsel," ujarnya.
Heru yakin bisnis telekomunikasi tidak akan meredup kendati cuma Telkomsel yang sanggup meraup untung. Hingga kuartal III 2015, XL Axiata mencatatkan kerugian sebesar Rp 506 miliar, PT Indosat Tbk merugi Rp 1,122 triliun, dan PT Bakrie Telecom (BTEL) tekor Rp 3,66 triliun. Sebaliknya, Telkomsel meraup untung Rp 16,5 triliun.
Heru menilai Indosat terbebani utang dalam valuta asing karena sebagian besar modal investasinya berasal dari utang dolar Amerika Serikat. Akibatnya, ketika rupiah melemah, beban utang bertambah. Laporan keuangan kuartal III 2015 Indosat menyatakan beban selisih kurs mencapai Rp 442 miliar.
Adapun kerugian XL merupakan buntut akuisisi dari PT Axis Telekom Indonesia dua tahun lalu. Dana akuisisi sebesar Rp 10 triliun masih menjadi beban manajemen XL saat ini. Heru pun tidak heran atas kebijakan manajemen XL memangkas 100 pegawainya. "XL sebenarnya sudah melakukan efisiensi sejak tiga tahun lalu, tapi ada beban besar dari akuisisi Axis," kata Heru.
Heru menambahkan, dua pemain besar industri seluler itu merugi terutama karena kalah bersaing dengan Telkomsel. Sebagai pemain pertama seluler, Telkomsel unggul di sisi infrastruktur, jangkauan, dan kualitas. Faktor itu pula yang membuat Telkomsel tidak hanyut dalam perang tarif. "Operator lain main di tarif murah sehingga penghasilan mereka tidak seberapa," ujar Heru.
Rendahnya pendapatan operator seluler dibenarkan oleh pakar telekomunikasi Mas Wigrantoro. Ia berpendapat utang perusahaan telekomunikasi yang membengkak dari tahun ke tahun tak diimbangi dengan peningkatan pendapatan. “Pendapatan flat karena paket data dijual murah.”
KHAIRUL ANAM | ANDI IBNU