TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia sedang menyelidiki informasi soal nama-nama orang Indonesia dalam dokumen milik firma hukum asal Panama, Mossack Fonseca, yang bocor. Dokumen itu, yang kemudian dikenal sebagai The Panama Papers, mengungkap nama pejabat dan perusahaan dari seluruh dunia yang pernah menyewa Mossack untuk mendirikan perusahaan di yurisdiksi bebas pajak di luar negeri (off-shore).
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan sudah meminta Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mempelajari data The Panama Papers. Tujuannya, mencocokkan dengan data yang didapat dari otoritas pajak negara-negara maju kelompok G-20. “Yang pasti, kami ingin menelusuri aset milik orang Indonesia yang belum pernah dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan pajak,” kata Bambang kemarin.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengaku baru mempelajari data itu. “Pemerintah akan investigasi itu," kata Luhut di Jakarta kemarin. "Kalau ada pengusaha belum bayar pajak, kami akan suruh bayar pajak." Jaksa Agung M. Prasetyo secara terpisah menyatakan akan berkomunikasi dengan Dirjen Pajak. “Kalau ada kasus, kan pasti muaranya lewat kejaksaan," ujarnya.
Sebanyak 11,5 juta dokumen Mossack yang bocor tersebut ditelisik oleh 370 jurnalis dari 76 negara, yang ikut dalam The International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ), sejak setahun lalu. Tempo merupakan satu-satunya media di Indonesia yang tergabung dalam kolaborasi lintas negara ini. Bocoran dokumen itu dipublikasikan secara serentak oleh 100 media di seluruh dunia, mulai Senin lalu.
Tempo mendapati setidaknya ada 899 orang dan perusahaan di Indonesia tercatat dalam dokumen itu. Dua di antaranya adalah Presiden Direktur Adaro Energy, Garibaldi “Boy” Thohir; dan politikus NasDem, Johny G. Plate. Boy menyebut penggunaan jasa firma hukum dalam pembuatan perusahaan di luar negeri sebagai hal yang lumrah. Tapi dia membantah penggunaan firma asing itu merupakan langkah untuk menghindari pajak. Sedangkan Johny Plate membantah memakai jasa Mossack. "Kenal aja enggak,” kata dia, kemarin.
Memiliki perusahaan off-shore tak otomatis bisa dikategorikan ilegal. Mossack, yang memiliki lebih dari 30 kantor cabang di seluruh dunia, menawarkan jasa membuat perusahaan di yurisdiksi bebas pajak, seperti British Virgin Island, dan bisa menyamarkan kepemilikan perusahaan off-shore kliennya agar tak mudah dilacak.
ABDUL MANAN | ANDI IBNU | FAIZ_NASHRILLAH | INGE KLARA SAFITRI | YOHANES PASKALIS | DEVY ERNIS | BAGUS PRASETIYO