TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis menjadi sorotan setelah namanya muncul dalam daftar klien Mossack Fonseca, firma hukum asal Panama yang dalam dua pekan terakhir menjadi perhatian dunia karena berkas internal mereka bocor ke publik. Dalam bocoran dokumen yang dikenal dengan sebutan Panama Papers itu, Harry tercatat mendirikan Sheng Yue International Limited, perusahaan cangkang di British Virgin Islands (BVI).
Para pegiat transparansi pemerintahan, antikorupsi, dan akademikus mendesak Harry menjelaskan kepada publik mengenai temuan tersebut. Mereka juga menilai mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Golkar itu sepantasnya mundur dari jabatannya. "Meski belum dalam tahap yuridis," kata Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran, Yenny Sucipto, Selasa 12 April 2016.
Peneliti di Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) UGM, Hifdzil Alim, berharap BPK membentuk tim investigasi internal untuk menyelidiki temuan ini. Pemeriksaan dapat dilakukan beriringan dengan pembentukan satuan tugas lintas lembaga yang akan menindaklanjuti Panama Papers. "Jika Harry terbukti menyembunyikan kekayaan, dia harus mengundurkan diri," kata Hifdzil.
Pengamat hukum tata negara dari Universitas Atmajaya Yogyakarta, Riawan Tjandra, mempersoalkan Harry yang tidak melaporkan perusahaannya di BVI dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). "Kalau terbukti ilegal, bukan hanya harus mundur, tapi juga harus ditindak pidana," kata Riawan.
Adapun Program Manager International NGO for Indonesia Development, Khoirun Nikmah, berharap pejabat publik meniru langkah Perdana Menteri Islandia Sigmundur Gunnlaugsson yang mengundurkan diri setelah terungkap dalam daftar Panama Papers. "Tentu pemerintah perlu menginvestigasi lebih lanjut Panama Papers," kata Khoirun, Ahad lalu.
Tempo, satu-satunya media Indonesia dalam konsorsium jurnalis investigasi global (ICIJ) yang membongkar Panama Papers, menemukan Sheng Yue International Limited di antara 11,5 juta berkas dokumen Mossack Fonseca. Harry mendirikan perusahaan itu pada Februari 2010 melalui P&B Services Limited—spesialis pendirian perusahaan di Hong Kong—yang kemudian menggunakan jasa Mossack Fonseca untuk mendaftarkan korporasi tersebut di BVI.
Ketika itu Harry menjabat Ketua Badan Anggaran DPR. Mencantumkan data pekerjaan sebagai pengusaha, Harry menggunakan kantornya di Kompleks Parlemen, yakni ruang 1219, Gedung Nusantara I, Senayan, sebagai alamat pemegang saham. Setidaknya hingga medio 2015, dokumen Panama Papers menunjukkan status Sheng Yue International Limited masih aktif.
Pekan lalu, Harry Azhar membantah jika disebut memiliki Sheng Yue ketika majalah Tempo menyiapkan laporan bertajuk "Penghuni Surga Pajak dari Senayan" yang terbit pada Senin lalu. Namun kemarin Harry akhirnya mengaku. Dia membenarkan bahwa perusahaan itu tidak dilaporkan dalam LHKPN, termasuk ketika dilantik menjadi Ketua BPK sejak Oktober 2014.
Harry berdalih pendirian offshore company dilarang jika berupaya menggelapkan pajak. "Saya kan belum melakukan kegiatan apa pun," ujarnya, menanggapi desakan mundur. "Buktikan saja kalau memang ada pelanggaran."
SINGGIH SOARES | DEWI SUCI | WAYAN AGUS PURNOMO | DEVY ERNIS | AGOENG