TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irfan Idris mengatakan jaringan teroris kini menyasar perempuan untuk dijadikan “pengantin”, atau pelaku bom bunuh diri, dalam menjalankan aksinya. Pemilihan itu untuk mengecoh penegak hukum. Sebab, selama ini pelaku teror di Indonesia selalu identik dengan laki-laki. “Perempuan juga dianggap lebih mudah dipengaruhi, terutama mereka yang memiliki masalah dalam keluarga,” kata Irfan, Rabu 14 Desember 2016.
Irfan mengatakan, selain itu, kaum perempuan dianggap lebih militan dalam menjalankan aksinya. Apalagi mereka yang merasa menjadi korban dalam konflik dalam keluarga atau perceraian. “Ketika dicuci otak dengan pemahaman radikal, mereka bisa dengan militan menjalankan misinya,” katanya.
Pada Sabtu pekan lalu, Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian RI menangkap Dian Yulia Novi di rumah kosnya di Jalan Bintara Jaya, Bekasi Barat, Kota Bekasi. Perempuan yang kerap menggunakan cadar itu diduga akan melakukan bom bunuh diri di Istana Kepresidenan.
Selain Dian, polisi menangkap Nur Solihin dan Agus Supriyadi. Ditangkap juga tiga rekannya di Jawa Tengah. Mereka diduga merupakan jaringan teroris dari anggota Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) asal Indonesia, Muhammad Bahrunna’im Anggih Tamtomo alias Bahrun Naim.
Irfan mengatakan perubahan pola rekrutmen pengantin bom bunuh diri tersebut harus diwaspadai penegak hukum karena berpotensi akan terus dilakukan dalam jumlah besar. Beberapa tempat yang harus diwaspadai di antaranya adalah kampus dan lingkungan perkantoran. “Mereka akan menyasar wanita muda yang mengalami kekecewaan,” ujarnya.
Bekas kombatan Afganistan, Moro, dan Ambon, Ali Fauzi, mengatakan perempuan calon pengantin bom yang siap menjalankan aksinya kini berjumlah puluhan orang. Menurut dia, penangkapan Dian tidak menjamin aksi dengan pola baru tersebut berhenti. “Masih banyak yang siap,” katanya.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Markas Besar Kepolisian RI, Komisaris Besar Rikwanto, mengatakan polisi dengan tim Densus 88 akan terus memotong jaringan pelaku teror. Menurut dia, menjadikan perempuan sebagai pengantin bom merupakan gerakan baru. “Pola rekrutmennya sama, dinikahi lalu dipengaruhi. Jika sebelumnya perempuan ini hanya ikut pengajian dan penyiapan logistik, sekarang dijadikan martir,” ujarnya.
Rikwanto mengatakan pola seperti itu berpotensi akan terus dilakukan jaringan teroris di Indonesia dengan menyasar berbagai tempat, seperti sekolah, kampus, dan pesantren. Dia memastikan kepolisian dan Densus 88 akan memotong gerakan tersebut dan meminta masyarakat terlibat aktif dan tidak mudah dipengaruhi. “Kami melihat jaringan teror ini akan terus melakukan rekrutmen. Mereka selalu bergerak,” katanya.
ANGGA SUKMAWIJAYA | REZKI ALVIONITASARI | SUJATMIKO | EKO ARI