TEMPO.CO, Jakarta - Keamanan data publik menjadi pertaruhan dalam kisruh korupsi kartu tanda penduduk elektronik. Perusahaan pembuat sistem manajemen perekaman dan penyimpanan data biometrik KTP elektronik, PT Biomorf Lone Indonesia, menyatakan tak lagi akan bekerja mendukung kelancaran layanan perekaman data biometrik dan mengintegrasikannya dalam satu sistem yang disebut Automated Biometric Integrated System (ABIS).
“Sistemnya masih berjalan, tapi kami tak mau lagi terlibat perbaikan,” kata Presiden Direktur PT Biomorf Lone Indonesia, Kevin Johnson, dimuat dalam Koran Tempo yang terbit Kamis 2 Maret 2017. “Ke depan, kalau ada yang rusak, kami tak akan bantu.”
Perusahaan yang merupakan subkontraktor konsorsium yang dipimpin Percetakan Negara RI itu mogok kerja sejak awal tahun. Johnson menyatakan konsorsium proyek KTP elektronik dan pemerintah masih berutang kepada perusahaannya. Konsorsium, kata dia, belum membayar sisa upah pekerjaan pembuatan sistem KTP elektronik senilai Rp 48 miliar. Biomorf juga meminta negara membayar Rp 540 miliar untuk biaya perubahan spesifikasi dan perawatan sistem selama 2014-2105.
Baca juga:
Sistem E-KTP Disebut Terancam Lumpuh, Ini Tanggapan Kemdagr
Proyek E-KTP Terancam Mangkrak
Agung Harsoyo, ahli teknik elektronika dan informasi dari Institut Teknologi Bandung, menyatakan sistem menjadi rawan jika tak ada yang mengurus kode sumber (source code)—kode kunci program komputer yang memungkinkan aplikasi berjalan. Sebagian kode itu kini masih dipegang Biomorf. Kerawanan itu berupa bug dan pembaruan sistem. “Kalau tak diserahkan kepada Kementerian dan mereka tak mau mengurus, siapa yang akan memperbaiki jika ada serangan dari dalam maupun luar?” kata Agung, Kamis 2 Maret 2017.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Zudan Arif Fakhrullah menjamin tim Kementerian bisa mengatasi serangan sistem dan memperbaikinya. Kode sumber generasi pertama sistem ABIS sudah diserahkan kepada pemerintah. “Mereka harus menyerahkan kode sumber sisanya, karena kontrak kami dengan konsorsium sudah selesai,” kata Zudan, kemarin.
Bila tidak, kata dia, Biomorf bisa dianggap melanggar hukum. Sistem ABIS merekam data 167,7 juta penduduk Indonesia sehingga dikategorikan sebagai obyek vital negara. Sesuai dengan peraturan pemerintah, pengembang perangkat lunak harus menyerahkan kode sumber dan dokumentasi kepada instansi penyelenggara negara yang membayarnya.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Muhammad Syarief mengatakan kontrak Biomorf sebenarnya sudah dibayarkan oleh konsorsium, namun ditilap oleh seseorang. Proyek KTP elektronik ini merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun dari nilai pekerjaan Rp 5,9 triliun.
INDRI MAULIDAR | HUSSEIN ABRI | SUNUDYANTORO