TEMPO.CO, Jakarta - Penolakan masyarakat terhadap rencana hak angket Dewan Perwakilan Rakyat untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin gencar. Berbagai kalangan menggalang dukungan untuk menggugurkan hak angket itu. Para akademikus dan aktivis antikorupsi juga mengecam sikap DPR yang ngotot meloloskan usul hak angket.
Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara, Mahfud Md., menilai pengajuan hak angket itu merupakan langkah yang tidak sah secara yuridis. Musababnya, Pasal 79 ayat 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang MPR, DPD, DPR, dan DPRD (MD3) menyatakan DPR hanya boleh melakukan hak angket kepada lembaga pemerintah. Padahal, “KPK bukan lembaga pemerintah,” ujar dia dalam diskusi tentang hak angket di Jakarta, Selasa 2 Mei 2017. KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen. Dia meminta DPR tidak melanjutkan hak angket tersebut.
Baca: Hak Angket KPK, Denny Indrayana: Itu Modus Baru Lemahkan KPK
Hak angket pertama kali mencuat dalam rapat dengar pendapat antara KPK dan Komisi Hukum DPR pada 19 April 2017 lalu. Ketika itu Komisi meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam Haryani dalam kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). KPK menolak karena rekaman itu merupakan bagian dari materi pemeriksaan yang hanya bisa dibuka di pengadilan. Penolakan itu membuat Komisi meradang, sehingga menggulirkan hak angket.
Sikap DPR itu diprotes banyak kalangan. Apalagi sejumlah nama anggota Dewan memang sempat disebut ikut menerima aliran duit korupsi e-KTP. Toh, rencana hak angket terus bergulir. Jumat pekan lalu, rapat paripurna DPR menyetujui hak angket dan selanjutnya akan membawanya dalam pembahasan di panitia khusus. Rapat sempat berlangsung ricuh dan penuh dengan interupsi karena sebagian peserta menyatakan tidak setuju. Meski begitu, pemimpin sidang, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, tetap mengetuk palu tanda menyetujui hak angket.
Baca: Mantan Pimpinan KPK: DPR Gagal Paham Subtansi Hak Angket
Bekas Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menyatakan hak angket yang digulirkan DPR itu merupakan model baru untuk melemahkan KPK. Pasalnya, sudah lama sejumlah anggota DPR berupaya menggembosi lembaga antirasuah itu. "Ini modus operandi baru," ujar Denny. Dugaan itu semakin kuat dengan terus ngototnya DPR. “Ini pertama kalinya hak angket digunakan untuk lembaga non-eksekutif.”
Ketua Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zainal Arifin Mochtar mengatakan DPR telah menggunakan hak angket secara tidak benar. “Serampangan,” kata dia. Tapi perbaikan terhadap kesalahan dari hasil sidang paripurna itu, kata dia, hanya bisa dilakukan oleh internal DPR. Sebab, mekanisme untuk membatalkan paripurna adalah melalui sidang paripurna lainnya. Karena itu, dia menuturkan, masih ada kesempatan untuk menggagalkan hak angket tersebut.
Baca: Polemik Hak Angket, Bambang Widjojanto: KPK Diincar Sakratul Maut
Sejumlah aktivis antikorupsi telah menggalang dukungan melawan hak angket. Salah satunya melalui laman Change.org. Hingga berita ini diturunkan, sudah ada 20.465 penanda tangan petisi dukungan terhadap KPK.
HUSSEIN ABRI DONGORAN | CAESAR AKBAR | MAYA AYU | AGUNGS