TEMPO.CO, Jakarta - Polisi menangkap Asma Dewi atas dugaan memiliki kaitan dengan jaringan bisnis hoax dan ujaran kebencian di media sosial, Saracen. Asma Dewi juga diduga merupakan koordinator Tamasya Al Maidah, kegiatan kunjungan ke tempat pemungutan suara dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada April 2017.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Republik Indonesia, Inspektur Jenderal Setyo Wasisto, menyatakan belum mendapat data perihal kaitan itu. "Kami belum dapat datanya itu," kata Setyo di Markas Besar Polri di Jakarta, Senin, 11 September 2017. Namun, Setyo memastikan Asma Dewi berkaitan dengan kelompok yang berbisnis hoax dan ujaran kebencian tersebut. "Menurut penyidik, ia layak ditindak. Ia mempunyai aliran dana ke Saracen."
BACA: Transfer Rp 75 Juta untuk Saracen, Asma Dewi Ditangkap
Menurut Setyo, pada akun Facebook-nya, Asma Dewi memang aktif mendukung salah satu calon Gubernur DKI Jakarta. Hal itulah yang sedang diselidiki penyidik. Yang pasti, kata Setyo, ada aliran dana dari Asma Dewi ke jaringan Saracen. Asma Dewi memiliki KTP Ciledug, Jakarta Selatan.
Asma Dewi ditangkap di kompleks perumahan polisi di Jakarta Selatan pada Jumat, 8 September 2017. Penangkapan oleh tim dari Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polri ini, Asma Dewi diduga melakukan tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), juga penghinaan.
Polisi sudah menyita barang bukti berupa dua gawai dan unggahan SARA. Menurut Setyo, Asma Dewi mentransfer uang Rp 75 juta kepada NS, anggota inti Saracen. "Lalu, NS membayar ke D. Dalam mutasi disebut untuk bayar Saracen. Kemudian D mentransfer ke R sebagai bendahara Saracen," kata Setyo.
BACA: Polisi Masih Mencari Jejak Digital Sindikat Saracen
Penangkapan Asma Dewi merupakan lanjutan dari penangkapan serupa pada Agustus lalu. Ketika itu, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap tiga orang pengelola akun penebar kebencian di dunia maya, yang disebut sebagai kelompok Saracen. Kelompok ini merupakan sindikat penyedia jasa konten kebencian di media sosial.
Kepala Sub-Direktorat 1 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim, Komisaris Besar Irwan Anwar, mengatakan kelompok ini aktif menerima pesanan dari sejumlah pihak untuk menyebar kebencian via media sosial. Menurut Irwan, mereka menetapkan tarif hingga puluhan juta rupiah untuk setiap pesanan.
Modusnya, lanjut Irwan, para pelaku menyiapkan proposal untuk disebar ke target pemesan. Di dalamnya tercakup konten yang akan mereka publikasikan. Konten itu baru akan diunggah jika ada pemesan yang membayar. "Dalam keseharian, mereka memproduksi yang akan mereka tawarkan," ucap dia.
Saracen membuat ribuan akun dan sejumlah situs untuk mengunggah tulisan atau gambar yang berbau ujaran kebencian berbasis SARA. "Mereka punya media online juga, yaitu Saracen, yang dibuat pada November 2015," tutur Irwan. Sejumlah media yang mereka gunakan antara lain Saracennews.com dan Riaunews.com serta akun Facebook bernama Saracen Cyber Team.
ANDITA RAHMA | DANANG FIRMANTO