TEMPO.CO, Jakarta - Dinas Kesehatan DKI Jakarta membentuk tim untuk mengaudit layanan RS Mitra Keluarga Kalideres, Jakarta Barat, soal kematian bayi Tiara Debora Simanjorang. Tim tersebut melibatkan Kementerian Kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Koesmedi Priharto, mengatakan tim itu yang nantinya memutuskan memberikan sanksi apa untuk Mitra Keluarga. “Keputusan ada-tidaknya sanksi bergantung pada hasil audit tim,” kata dia saat ditemui di kantornya, Senin, 11 September 2017.
Baca Juga:
Dinas menyatakan sudah mendapati adanya kelalaian dalam proses administrasi rumah sakit tersebut. Mitra Keluarga dianggap lalai karena menyuruh keluarga mencari rujukan ke rumah sakit lain, hingga akhirnya Debora meninggal pada Minggu, 3 September 2017 lantaran tak kunjung mendapat perawatan intensif. ”Dari sisi medis tidak ada kesalahan atau penundaan tindakan,” ujar Koesmedi.
Baca juga: Kasus Bayi Debora, Djarot: Rumah Sakit Harus Punya Misi Sosial
Menurut Kepala Sub-Direktorat Pengelolaan Rujukan Kementerian Kesehatan, Yout Savithri, jika hasil audit tim menyatakan Mitra Keluarga terbukti melanggar, mereka dapat dikenai sanksi. ”Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009, bentuk sanksinya dari teguran hingga pencabutan izin,” tutur Savithri.
Adapun Direktur RS Mitra Keluarga, Fransisca Dewi, mengatakan rumah sakit sudah melakukan penanganan untuk kondisi darurat bayi Debora. Dia mempertahankan mekanisme layanan masuk ruang perawatan intensif yang mensyaratkan pembayaran di muka. Jika tidak terpenuhi, dokter membuatkan rujukan ke rumah sakit lain. “Perawatan ruang khusus butuh biaya besar, dan kami perlu pikirkan efektivitas dari pasien,” ujar dia.
Bayi Debora meninggal di tengah proses negosiasi yang sedang dilakukan orang tuanya dengan petugas administrasi Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres. Tiara, yang masih berusia 4 bulan, meninggal di ruang instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit itu. “Jadi, anak saya meninggal karena tidak masuk PICU (pediatric intensive care unit). Kalian jahat ya, ini nyawa manusia,” ibunda Tiara, Henny Silalahi, mengungkapkan kembali kejadian itu di kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
Baca juga: Tragedi Bayi Debora, Ini Temuan Dinas Kesehatan
Ayah Debora, Rudianto Simanjorang, mengatakan anaknya sempat dirawat secara darurat. Pertolongan yang diberikan berupa penyedotan dahak dan pemberian oksigen yang membuat Tiara menangis kencang pertanda sesak napasnya telah teratasi.
Saat itu juga dokter mengatakan Debora harus masuk ruang PICU. Tapi, dia menambahkan, rumah sakit tidak menerima pasien peserta program BPJS Kesehatan seperti pasangan Rudianto-Henny. Adapun tarif PICU yang disodorkan di bagian administrasi sebesar Rp 19,8 juta dengan biaya perawatan Rp 900 ribu per malam.
Rudianto dan Henny menyatakan bersedia tidak memakai fasilitas BPJS Kesehatan dan akan membayar tunai demi penanganan Debora. Tapi staf administrasi RS Mitra Keluarga menolak jika uang tidak dibayar di muka. Akhirnya, Rudi pulang mengambil uang yang ternyata hanya terkumpul Rp 5 juta. Petugas administrasi rumah sakit menolaknya. ”Saya sudah mohon. Tapi mereka minta Rp 11 juta,” ujar Henny. Hingga akhirnya dia dipanggil dokter untuk kembali ke ruang IGD dan mendapati Tiara telah tiada.
LARISSA HUDA