Barat Ikut Berpartisipasi dalam Genosida Gaza
Seorang rekannya membawa jaket antipeluru berlumuran darah milik jurnalis Palestina Mohammed Soboh, yang terbunuh bersama dua jurnalis lainnya ketika sebuah rudal Israel menghantam sebuah gedung saat mereka berada di luar untuk meliput, di sebuah rumah sakit di Kota Gaza, 1o Oktober 2023. REUTERS /Arafat Barbakh
Bahkan, sejumlah pejabat baik dari PBB sampai Amerika Serikat memutuskan mundur karena menolak bertanggung jawab atas genosida yang tengah dilakukan Israel terhadap warga Palestina di Gaza.
Ketika Craig Mokhiber, direktur kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, berhenti dari pekerjaannya sebagai protes atas pemboman Israel di Gaza, surat pengunduran dirinya menjadi viral media sosial.
Dalam suratnya tertanggal 28 Oktober kepada Volker Türk, Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, Mokhiber menjelaskan bahwa ia mengundurkan diri sebagai protes atas “genosida yang terjadi di depan mata kita” di Gaza.
“Pembantaian besar-besaran terhadap rakyat Palestina saat ini, yang berakar pada ideologi kolonial pemukim etno-nasionalis, merupakan kelanjutan dari penganiayaan sistematis dan pembersihan yang dilakukan selama berpuluh-puluh tahun terhadap mereka [...], ditambah dengan pernyataan niat yang jelas dari para pemimpin pemerintahan dan militer Israel, tidak memberikan ruang untuk keraguan atau perdebatan (atas niatan genosida;red),” tulis Mokhiber.
Ia merupakan seorang pengacara hak asasi manusia AS yang bergabung dengan PBB pada 1992 dan pernah bertugas di beberapa zona konflik, termasuk Wilayah Palestina, Afghanistan, dan Sudan.
Mokhiber juga menyebutkan “keterlibatan” pemerintah Barat dalam serangan Israel di Gaza.
“Pemerintah-pemerintahan ini tidak hanya menolak memenuhi kewajiban perjanjian mereka ‘untuk memastikan penghormatan’ terhadap Konvensi Jenewa, namun mereka sebenarnya secara aktif mempersenjatai serangan tersebut, memberikan dukungan ekonomi dan intelijen, dan memberikan perlindungan politik dan diplomatik atas kekejaman Israel,” katanya.
Hal senada diungkapkan Pejabat Departemen Luar Negeri AS Josh Paul, yang memutuskan mundur dari posisi direktur urusan kongres dan masyarakat di Biro Urusan Politik-Militer Departemen Luar Negeri selama lebih dari 11 tahun.
Paul yang mengawasi pengiriman senjata Amerika Serikat mengundurkan diri dengan alasan kekhawatiran atas konsekuensi pengiriman senjata untuk Israel bagi warga sipil Palestina dan prospek perdamaian di Timur Tengah.
“Saya mengundurkan diri hari ini karena saya percaya bahwa dalam upaya kita saat ini sehubungan dengan penyediaan senjata mematikan yang berkelanjutan – bahkan diperluas dan dipercepat – kepada Israel, saya telah mencapai akhir dari tawar-menawar itu,” tulis Paul dalam surat pengunduran dirinya yang dipublikasikan.
Seorang mantan diplomat Uni Eropa untuk Timur Tengah juga mengkritik sikap blok tersebut terhadap konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Palestina.
James Moran, Associate Senior Fellow di Pusat Studi Kebijakan Eropa (CEPS), mengatakan kepada Anadolu bahwa dia tidak "mempertimbangkan tindakan Israel dalam lingkup 'pertahanan diri'."
Dia menggambarkan tindakan Israel sebagai tindakan yang “tidak berperasaan, tidak proporsional, dan bertentangan dengan hukum internasional,” dan menambahkan bahwa warga Gaza sedang dihukum secara kolektif.
“Sejarah menunjukkan kepada kita bahwa tidak akan pernah ada solusi militer terhadap konflik ini. Satu-satunya cara ke depan adalah dengan menciptakan perdamaian yang adil dalam solusi dua negara, berdasarkan prinsip yang ditetapkan di Oslo 30 tahun lalu,” kata Moran, mengungkapkan pesimismenya atas posisi pemerintah Israel saat ini.
“Tanggapan awal dari banyak pemimpin Uni Eropa terhadap peristiwa 7 Oktober dan setelahnya, meskipun bersimpati dengan hilangnya nyawa tak berdosa di Israel dan hak negara tersebut untuk membela diri, namun gagal untuk secara memadai menekankan komitmen jangka panjang Uni Eropa terhadap hukum kemanusiaan internasional dan hak asasi manusia serta solusi dua negara,” ujar Moran.
Dia menambahkan, sulit membandingkan Ukraina dengan konflik Timur Tengah karena sifatnya yang berbeda. “Tetapi sikap Barat terhadap Gaza jelas tidak membantu mereka melawan tuduhan standar ganda,” kata mantan diplomat tersebut.