TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pihak meminta Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dipecat. Permintaan itu muncul setelah kasus dugaan pelanggaran etik oleh Anwar Usman dilaporkan kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK. Anwar dianggap melakukan berbagai pelanggaran dalam putusan uji materi tentang batas usia calon presiden dan wakil presiden minimal 40 tahun.
Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani tidak ingin berandai-andai hukuman untuk Anwar. “Sebagai pelapor dengan bukti-bukti yang kami punya, seharusnya Anwar dipecat. Tapi kalau enggak dipecat, berarti ada permainan,” kata Julius melalui sambungan telepon kepada Tempo, Ahad, 5 November 2023.
Kontroversi di lembaga peradilan ini muncul saat dikabulkan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilihan Umum. Pasal itu mengatur batas usia capres-cawapres dalam putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Dalam putusannya ditambahkan klausa “sedang menjabat kepala daerah”. Klausa itu dianggap untuk memuluskan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, menjadi cawapres Prabowo Subianto.
Putusan itu diprotes. Berbagai laporan pelanggaran etik dilayangkan ke MKMK. Dari 21 laporan, sepuluh di antaranya dialamatkan kepada Anwar. Kini pemeriksaan yang dilakukan lembaga ad hoc itu baru saja merampungkan pemeriksaan 9 hakim konstitusi. Lembaga etik yang dipimpin Jimly Asshiddiqie itu akan memutuskan pemeriksaan hakim MK itu besok, Selasa, 7 November 2023.
PBHI jadi satu dari sekian koalisi masyarakat sipil yang melaporkan Anwar tentang dugaan pengingkaran etik. Misalnya, Anwar, yang notabene paman Gibran, tetap ikut memutuskan perkara nomor 90. Pengujian pasal itu diajukan mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Surakarta (UNSA) Almas Tsaqibbirru yang mengaku sebagai pengagum Gibran.
Konflik kepentingan dalam putusan itu menjadi sorotan khalayak ramai. Pasalnya, hubungan Anwar dan Gibran Rakabuming Raka adalah paman-ponakan. Sehingga putusan itu dianggap menguntungkan Wali Kota Surakarta itu melompat menjadi cawapres, yang kini berpasangan dengan Prabowo Subianto. Tiket dari MK yang membolehkan Gibran calon meski belum berusia 40 itu memunculkan banyak pertanyaan. Putusan MK adalah karpet merah dari MK untuk Gibran.
Kini, Julius mengatakan, yang harus menjadi perhatian publik bukan lagi sanksi pemecatan terhadap Anwar yang diduga melanggar kode etik. Tapi mendorong MKMK mendalami kembali penambahan klausa dalam putusan tersebut. Julius mengatakan tidak ada klausa “sedang menjabat” dalam sidang pertama dokumen Almas. Justru klausa itu muncul di saat putusan.
“Sekarang PR besar bukan Anwar Usman dipecat atau enggak. Tapi apakah Jimly akan membahas relasi antara kejanggalan-kejanggalan proses ini terhadap penambahan klausa yang membuka jalan bagi Gibran,” tutur dia. Dalam pembahasan kembali klausa itu, kata dia, akan terlihat proses penyelundupan hukum melalui klausul “sedang menjabat kepala daerah”.
Sementara itu, Koordinator Pergerakan Advokat Nusantara dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus, mengatakan dampak konflik kepentingan mengakibatkan sebuah putusan tidak sah. Jika MKMK menerbitkan putusan Anwar diberhentikan, kata Petrus, itu akan semakin menguatkan putusan itu. Menurutnya, MKMK tak boleh melihat putusan itu sekadar pelanggaran etik.
Dinamika persidangan itu yang mesti didalami MKMK. Khususnya untuk membongkar adanya mafia pengadilan yang ikut “bermain” dalam putusan itu. “Itu harus diusut," kata dia. Berikutnya, dia berujar, putusan itu bisa dinilai tidak sah ketika MKMK bisa membuktikan pelanggaran Anwar dan menjatuhkan sanksi kepadanya. "Maka putusan nomor 90 terhitung sejak 7 November 2023, dinyatakan tidak sah. Batal," kata Petrus melalui sambungan telepon, Ahad malam, 5 November 2023.
Perekat Nusantara dan TPDI akan menyampaikan pernyataan keprihatinan atas kegaduhan putusan di MK. Petrus menyatakan, hari ini, akan meminta supaya MK membentuk majelis hakim bersidang ulang perkara nomor 90. Jika sidang uji materi kembali dilakukan, menurut dia, itu akan berimbas pada pencalonan Gibran. "Dia batal, karena masih berlaku (syarat) 40 tahun," kata dia.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Hasyim Asy'ari, mengatakan belum bisa memprediksi jika Anwar diputuskan bersalah apakah akan berimbas terhadap posisi Gibran. "Saya belum tahu persis, ya, apakah MKMK, katakanlah keputusan Majelis Kehormatan dapat mebatalkan putusan MK. Saya belum tahu persis," kata Hasyim, di kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 3 November 2023.
Tak dapat dipungkiri putusan MK memuat berbagai cacat secara etik. Pengajar Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Umbu Rauta, menjelaskan UU Kekuasaan Kehakiman, UU Mahkamah Konstitusi, dan Peraturan MK tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi menunjukkan potensi pelanggaran etik terkait konflik kepentingan dalam putusan yang diterbitkan pada 16 Oktober lalu cukup besar.
“Sejauh amatan saya terhadap putusan MK Nomor 90 hampir sulit mengatakan tidak ada pelanggaran etik,” tutur Umbu saat dihubungi, pada Ahad malam, 5 November 2023. Konflik kepentingan terkait materi permohonan secara eksplisit, kata dia, menyebut nama Gibran. Seharusnya secara etis hakim memiliki hubungan keluarga dengan obyek uji materi harus mundur. Tidak memeriksa dan memutus perkara.
Umbu menduga MKMK akan menyatakan terbukti adanya pelanggaran etik kategori sedang atau berat. Sanksinya peringatan tertulis atau pemberhentian secara tidak hormat. Namun perlu dicatat laporan pelanggaran etik diarahkan pada semua hakim. “Sehingga jenis pelanggaran bisa berbeda, termasuk sanksinya,” ujar dia.
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie tak berkomentar perihal dampak putusan majelis etik berdampak pada putusan MK. “Baca putusan saja, Selasa,” kata Jimly, melalui pesan WhatsApp, Ahad, 5 November 2023. Selain Jimly, dua anggota MKMK lainnya adalah Wahiduddin Adams, dan Bintan R. Saragih.
Kritik lain terhadap manuver Anwar pun datang dari pengajar Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah. Herdiansyah mengatakan tidak ada sanksi yang paling tepat bagi Anawar selain pemberhentian tidak dengan hormat. Menurut dia, sanksi itu sesuai derajat pelanggaran etik yang dilakukan Anwar. Anwar, kata dia, seharusnya dikualifikasikan sebagai pelanggaran berat.
"Hanya dengan cara inilah marwah dan public trust terhadap MK bisa dipulihkan," kata dia, melalui pesan WhatsApp, Senin, 6 November 2023. “MKMK tidak hanya memanggul beban etik, tetapi juga memikul beban sejarah dipundaknya untuk menyelamatkan MK.”
PIlihan Editor: Sederet Temuan PBHI Ihwal Kejanggalan Putusan MK Soal Batas Usia Cawapres