Masih Tersandera Militer
Pemilihan Minggu adalah pertarungan terbaru seteru lama dalam perebutan kekuasaan di Thailand. Pheu Thai, di satu sisi, raksasa populis dari keluarga miliarder Shinawatra. Di sisi lain, konservatif dan militer yang punya pengaruh atas lembaga-lembaga kunci di jantung kekacauan selama dua dekade.
Untuk memerintah, partai-partai oposisi perlu mencapai kesepakatan dan mengumpulkan dukungan dari berbagai kubu, termasuk anggota Senat yang ditunjuk junta yang berpihak pada partai-partai militer dan dapat memilih siapa yang menjadi perdana menteri dan membentuk pemerintahan berikutnya.
Pita, mantan eksekutif aplikasi transportasi online berusia 42 tahun, menyebut hasil pemilu Thailand sensasional. Dia bersumpah untuk tetap setia pada nilai-nilai partainya saat membentuk pemerintahan.
Partai Move Forward dan Pheu Thai telah sepakat untuk membentuk koalisi setelah mereka mengalahkan saingan yang didukung militer. Pita mengatakan dia telah mengusulkan aliansi yang akan menguasai 309 kursi dan dia siap untuk menjadi perdana menteri.
Pita menginginkan semua pihak harus menghormati hasil pemilu dan tidak ada gunanya menentangnya. "Saya tidak khawatir tapi saya tidak ceroboh," katamnya dalam konferensi pers pada Senin, 15 Mei 2023. "Ini akan menjadi harga yang cukup besar untuk dibayar jika seseorang berpikir untuk menyanggah hasil pemilu atau membentuk pemerintahan minoritas,” ujarnya menambahkan.
Hasil awal akan menjadi pukulan telak bagi militer dan sekutunya. Tetapi dengan aturan parlemen di pihak mereka dan tokoh-tokoh berpengaruh masih terlibat di belakang layar, mereka masih bisa berperan dalam pemerintahan.
Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, seorang pensiunan jenderal yang memimpin kudeta terakhir, telah berkampanye tentang kesinambungan setelah sembilan tahun berkuasa. Dia sudah memperingatkan perubahan dalam pemerintahan dapat menyebabkan konflik.
Pilihan Editor: Erdogan Dapat Lawan Kuat Kemal Kilicdaroglu di Pemilu Turki, Siapa Dia?